LightReader

Chapter 3 - Part 3

"Elisa? Putri kandungku?" tanya Jonathan lebih heran lagi.

"Iya!" jawab Elisa.

"Jangan bercanda, gadis kecil! Aku tidak mungkin ayah kandungmu. Ini sudah tengah malam. Kembalilah ke rumah. Tidak bagus anak gadis sepertimu masih berkeliaran diluaran." saran Jonathan yang memang tidak percaya dengan apa yang dikatakan Elisa.

"Tapi aku benar-benar adalah anak kandungmu, tuan Jon yang terhormat." ujar Elisa setengah berteriak.

"Sudah! Pergi dari sini sebelum aku melaporkanmu ke polisi!" ancam Jonathan.

"Kamu mau melaporkan aku? Baiklah! Aku yang duluan yang akan melaporkanmu dengan tuduhan tidak bertanggung jawab pada anak dan sudah mengirim anak kandungnya sendiri ke panti asuhan!" tantang Elisa yang langsung pergi dalam keadaan menangis dan itu membuat perasaan Jonathan sangatlah kacau.

"Bos, apakah anda membiarkan dia pergi begitu saja?" tanya asistennya yang merangkap supir, Max.

"Habisnya mau bagaimana lagi?" tanya Jonathan sambil memegangi jantungnya.

"Tapi bos, bagaimana kalau dia memang anak kandung anda?" tanya Max lagi.

Elisa pun berlari tanpa arah dan hujan yang tadinya hanya rintik-rintik, berubah menjadi deras. Dia pun menangis dengan sangat keras. Lalu tiba-tiba dia merasa kenapa hujan sudah tidak mengenai dia.

"Nona Elisa, masuklah ke mobil. Bos menunggu anda." pinta Max sambil memayungi nona mudanya dan kemudian Max membukakan pintu mobilnya.

Setelah Elisa masuk, Max pun menjalankan mobilnya menuju rumah sakit yang dibangun oleh keluarga Suryahadiatmaja. Ayah dan anak itu melakukan test DNA.

"Bos, hasilnya sudah keluar. Nona Elisa memang putri kandung Anda yang sudah menghilang 19 tahun yang lalu." ujar Max sambil menunjukkan hasil test tersebut pada bosnya.

Jonathan pun membawa pulang putri kandungnya ke rumah mewahnya dan disambut beberapa pelayan. Kepala rumah tangga, om Dino pun diperkenalkan pada Elisa yang kemudian membawa Elisa masuk kedalam rumahnya dan memilihkan kamar yang terbaik untuk nona mudanya.

"Dimana Jon? Apa dia tidak menginap?" tanya Elisa yang heran.

"Bos banyak kerja. Ada kalanya dia menginap di kantor. Sangat jarang sekali pulang. Mungkin dengan kehadiran nona, dia sudah bisa sering pulang." harap om Dino.

"Lalu bagaimana aku bisa menghubunginya?" tanya Elisa.

"Nona bisa menghubungi beliau di kantornya saja. Ini nomornya." jawab om Dino sambil mengeluarkan kartu nama dari sakunya lalu pergi.

'Yang aku mau tahu nomor ponselnya. Bukan nomor telepon kantor.' batin Elisa sambil meletakkan kartu nama tersebut di meja.

Keesokan harinya Elisa diantar supir ke kampusnya yang ternyata sudah banyak orang menggosipkan dirinya yang sudah keluar dari rumah Wangsa dan otomatis dia sudah tidak ada pendukung lagi.

"Pagi, Lis." sapa sahabatnya.

"Pagi, Mimi. Kamu sudah belajar untuk ujian bulan depan?" tanya Elisa sambil meletakkan tasnya ke meja.

"Kan ada kamu yang pasti bantuin aku. Jadi aku tidak belajar juga tidak apa-apa." jawab Mimi sumringah.

"Dasar pemalas!" ujar Elisa sambil mengucek halus rambut sahabatnya.

"Eh, dengar dengar kamu sudah keluar dari rumah Wangsa ya?" tanya Mimi dengan heran.

"Iya. Emang napa?" tanya Elisa.

"Kamu sudah digosipkan tuh kalau sekarang kamu sudah tidak menjadi bagian dari keluarga Wangsa lagi. Memangnya kamu ada masalah apa sampai kamu keluar?" tanya Mimi dengan heran.

"Menurutku keluarga Wangsa adalah neraka bagiku dan aku tidak akan pernah berkembang disana. Jadi ya aku memutuskan untuk keluar." jawab Elisa.

"Oh! Terus sekarang kamu yinggal dimana?" tanya Mimi lagi.

"Di...."

"Dimana lagi kalau bukan kembali ke panti asuhan. Benar gak teman-teman? Hahaha!" tawa Rado.

"Bang Rado, jangan tertawakan kakak. Kasihan dia jika harus kembali kesana. Kak, ayo ikut pulang bersama kami. Papa janji tidak akan mempersoalkan apa yang kakak lakukan padaku dan mama." ajak Linda.

"Maaf ya, aku tidak akan pernah kembali ke neraka itu lagi. Lagipula hidupku sekarang sudah bahagia. Jadi relakan saja aku!" jawab Elisa.

"Kurang ajar! Apa itu jawabanmu pada Linda yang sudah dengan tulus memintamu kembali?" repet Michael.

"Kenapa jadi kamu yang sewot?" tunjuk Mimi.

"Eh, kecebong! Ini urusan kami! Jangan kamu ikut campur ya!" ujar Rado sambil menjambak rambut Mimi yang membuat Elisa menendang perut Rado sampai dia terpental ke belakang.

More Chapters