LightReader

Chapter 4 - BAB 4 : BAYANGAN BARU DI ARCANA DAN TATAPAN PEMBURU

Langit sore di atas Akademi Arcana berwarna oranye keemasan saat kereta sihir berhenti di gerbang timur. Lyrien melompat turun lebih dulu, disusul oleh Elen yang masih memeluk tasnya.

“Akhirnya, pulang juga…” gumam Elen lega.

“Pulang? Hei, akademi ini masih tempat penyiksaan. Mana bisa dibilang ‘pulang’?” celetuk Lyrien sambil tertawa.

Elen memelototinya sebentar, lalu tersenyum tipis.

Sesaat kemudian, mereka disambut oleh para siswa lain yang heboh mendengar kabar tentang dungeon. Tapi tidak ada yang tahu pasti siapa yang mengalahkan monster berperingkat tinggi itu. Hanya ada desas-desus… tentang cahaya hitam yang membakar monster itu menjadi debu.

Dan itu membuat Lyrien makin cemas.

“Gimana kalau mereka mulai curiga?” pikirnya sambil menatap langit dari jendela asrama.

Namun kekhawatirannya tak bertahan lama, karena keesokan harinya…

…suasana akademi kembali heboh.

“Ada murid baru!”

“Katanya direkomendasikan langsung oleh Dewan Arcana!”

“Dia… cantik banget, tapi matanya serem…”

Saat itu, Lyrien dan Elen sedang duduk di ruang kelas utama ketika pintu terbuka.

Seorang gadis melangkah masuk dengan anggun. Rambut perak panjang tergerai, mata biru tajam seperti es, dan aura misterius menyelubunginya. Seragamnya memang seragam Arcana… tapi ada lencana perak aneh di dadanya yang tak dimiliki siswa lain.

“Namaku Velda Arcthelia,” ucapnya datar. “Aku bukan di sini untuk berteman. Aku di sini untuk mencari seseorang.”

Semua siswa menoleh penasaran. Velda tak menatap siapa pun, kecuali satu orang…

…Lyrien.

Ia hanya tersenyum kaku. Tapi dalam hati—ia langsung tahu.

Aura gadis itu… mengenal siapa dirinya sebenarnya.

Dan Elen yang duduk di sebelahnya, bisa merasakan… suasana mendadak mencekam.

"Namaku Velda Arcthelia."

Kalimat itu menggema di ruang kelas, dingin dan tegas. Semua siswa diam. Bahkan suara tawa Lyrien yang biasanya tak pernah absen di pagi hari, kali ini menghilang.

Velda melangkah masuk perlahan, langkahnya tenang… nyaris terlalu tenang. Dan saat matanya yang seperti kristal membeku menatap ke arah Lyrien, waktu terasa melambat.

"Dia… menatap langsung ke arahku," pikir Lyrien, masih tersenyum, tapi ada satu tetes keringat yang menetes di pelipisnya.

“Silakan duduk di kursi kosong di samping Lyrien,” ujar wali kelas mereka, Mr. Halmar, tanpa curiga.

Velda berjalan pelan, lalu duduk tepat di sebelah Lyrien.

"Halo," sapa Lyrien, dengan gaya ceria andalannya. "Namaku Lyrien! Aku spesialis duduk diam dan nggak nyari masalah."

Velda menoleh perlahan, ekspresinya datar.

“Lyrien, ya…” bisiknya, seperti mengulang sebuah nama kuno.

Lyrien nyaris tak bisa menyembunyikan desiran aura tekanan yang ia rasakan dari gadis itu. Bukan tekanan biasa. Itu tekanan… pemburu. Aura yang sangat familiar baginya—karena dulu, dia dikejar oleh orang-orang dengan aura serupa.

"Aku harus hati-hati..." pikir Lyrien, masih tetap menebar senyum lebar.

---

Saat istirahat…

Elen menghampiri dengan wajah penuh energi. “Lyrien, tadi kamu kayak tegang banget pas duduk sama murid baru itu!”

“Heheh? Tegang? Aku? Elen, aku ini contoh murid yang selalu santai!” jawab Lyrien sambil bersandar di bangkunya dengan gaya malas-malasan. Tapi Elen tahu—ada yang nggak biasa. Biasanya Lyrien cerewet… sekarang lebih banyak tertawa paksa.

Velda yang berdiri beberapa meter dari mereka tampak memperhatikan diam-diam, namun tak menghampiri.

---

Malam hari di asrama, Lyrien duduk di pinggir jendela kamarnya. Bulan menggantung tinggi. Ia membuka tangannya, menatap telapak yang pernah menghancurkan ribuan musuh.

"Aku cuma mau hidup normal… berteman… tertawa… Tapi kenapa harus ada dia… pewaris Arcthelia…"

Lyrien memejamkan mata. Ia tahu. Velda bukan gadis biasa. Ia adalah pemburu darah murni, pewaris satu-satunya dari klan pembasmi iblis.

Dan entah mengapa… mereka berdua ditakdirkan bertemu lagi dalam kehidupan yang berbeda ini.

---

Keesokan harinya, pengumuman datang.

“Murid kelas 1-A akan melakukan pelatihan luar ruangan dua hari di wilayah Frostveil Valley. Kalian akan dibagi menjadi tim—dua orang satu tim.”

Dan sebelum Lyrien bisa protes…

Mr. Halmar menyebut:

> “Lyrien dan Velda. Satu tim.”

---

Bersambung…

More Chapters