LightReader

Chapter 12 - BAB 12: BAYANGAN YANG BERBISIK

Bab 18 — Bayangan yang Berbisik

Matahari merangkak naik di atas SMA KUROGANE, namun cahaya paginya tidak mampu mengusir awan gelap yang menggantung di benak beberapa murid.

Suasana sekolah tetap ramai seperti biasa, tawa, gosip, dan langkah tergesa memenuhi lorong. Tapi di antara keramaian itu, ada satu nama yang tak lagi disebut dengan ringan—Reivan Arkady.

Empat murid yang menghilang tanpa jejak, penyergapan misterius di taman, dan... keberadaan gadis misterius bernama Aveline yang kini terlalu dekat dengan Reivan. Terlalu cepat.

---

Di kelas 2-B, tempat Reivan biasa duduk di bangku dekat jendela, suasana tak seceria biasanya. Freya menggigit pulpen dengan cemas, Lyla melipat tangan sambil terus melirik ke arah Aveline, dan Chika memeluk bantal lehernya seperti ingin melampiaskan sesuatu.

Aveline baru saja masuk bersama Reivan—ya, bersama.

Langkah kaki mereka seirama. Senyuman Aveline terlihat tulus. Dan Reivan? Tetap dengan wajah datarnya yang sulit ditebak... tapi tidak menjauh.

Freya membisik, "Apa mereka... pacaran?"

Chika memelotot, "Sejak kapan?! Dia baru pindah beberapa minggu lalu!"

Lyla menunduk, "Tapi dia yang pernah pulang malam bersamanya... waktu kejadian itu."

Kata-kata tak perlu panjang untuk menusuk perasaan. Semua tahu, sesuatu telah berubah.

---

Sementara itu, di sisi Reivan...

Ia tetap tenang. Tidak menyadari—orang kira begitu—bahwa tiga gadis di kelasnya kini menatap punggungnya dengan berbagai rasa: bingung, khawatir, dan… cemburu.

Namun Reivan bukanlah seseorang yang akan menjelaskan.

Baginya, Aveline hanyalah bagian dari permainan besar. Atau... mungkin lebih dari itu?

---

Sore hari.

Reivan berjalan pulang bersama Aveline. Mereka menyusuri jalan setapak yang dihiasi bunga bugenvil di sepanjang pagar. Angin sore membawa aroma daun basah dan matahari yang mulai lelah.

Aveline tampak ceria, meski matanya terus mencuri pandang ke arah Reivan.

"Terima kasih sudah mau mengantar," ucapnya, tersenyum pelan.

"Hanya sekadar jalan," jawab Reivan singkat.

"Tapi tetap saja... aku suka saat kita jalan bersama," katanya lagi, lebih pelan. Wajahnya sedikit memerah.

Reivan tidak menjawab. Tapi langkahnya tetap tenang, seperti biasa. Hingga akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah megah yang dijaga dua agen rahasia tanpa seragam.

Begitu Reivan muncul, salah satu dari mereka langsung membuka gerbang—bukan untuk Aveline, tapi untuk Reivan Arkady.

---

Di dalam rumah—

Alexandros Viremont, ketua organisasi rahasia Ordo Arsenalis, ayah angkat Aveline, dan sekaligus orang yang dulu memohon bantuan dari legenda bernama Night Hunter... sudah menunggu.

Begitu Reivan masuk, Alexandros berdiri dari kursinya dan tersenyum lebar.

"Selamat datang, Reivan," katanya hangat, "Akhirnya kau datang juga."

Aveline menoleh dengan cepat. Ia heran. Bagaimana mungkin ayahnya... menyambut Reivan seperti itu?

"Seperti anak sendiri," gumam Alexandros, menepuk bahu Reivan.

Sementara itu, Aveline hanya bisa berdiri terpaku.

> Apa mereka saling kenal? Tidak—lebih dari itu... Ayah bersikap seolah Reivan adalah bagian dari keluarga ini… sejak lama.

---

Malam pun tiba.

Setelah pulang dari rumah Alexandros, Reivan berjalan santai di pusat kota. Tangan di saku, mata waspada namun santai.

Langit malam berbintang, tapi bagi Reivan—setiap cahaya di langit seperti mata musuh yang mengintainya.

Dan memang benar.

Di kejauhan, dua pasang mata mengawasinya dari kegelapan.

---

Di markas bawah tanah Specter Eidolon…

Sebuah meja besar dipenuhi proyeksi hologram.

Wajah Reivan diputar dari berbagai sudut. Di sebelahnya, nama samar: NIGHT HUNTER.

"Dia... ancaman terbesar kita," kata pemimpin Specter. "Gabungkan kekuatan dengan Black Mantis. Hapus dia dari dunia ini. Kali ini... kita tidak boleh gagal."

---

Sementara itu, di markas Ordo Arsenalis...

Alexandros berdiri di depan layar proyeksi. Bibirnya terkatup rapat saat melihat daftar nama musuh yang kini memburu Reivan.

"Sial..." gumamnya. "Mereka benar-benar menyatukan kekuatan hanya untuk menghabisinya."

Ia segera mengaktifkan kanal rahasia. "Kirim tim perlindungan. Pastikan Reivan tidak sendirian."

Namun…

Beberapa jam kemudian.

Agen-agen yang dikirim Alexandros justru dilindungi oleh Reivan sendiri—dari serangan brutal yang datang tiba-tiba.

Dalam bayang malam, Reivan muncul di hadapan mereka. Darah di lengan bajunya, tapi ekspresinya tetap sama: tenang. Bahkan senyumnya... muncul kembali.

"Lain kali jangan kirim orang yang mudah ketahuan," katanya sambil menyeringai tipis. "Aku bisa menjaga diriku sendiri."

---

Dan di tempat lain... sebuah rencana pembantaian baru saja dimulai.

Target: Reivan Arkady

Alias: Night Hunter

Status: Akan dimusnahkan dalam waktu tujuh hari.

---

More Chapters