LightReader

Chapter 10 - Bab 10 – Duel Tiga Nafas & Naga Bangkit

Gohan menghela napas berat, rasanya udara di sekelilingnya seperti membeku. Detik-detik terasa melambat, seolah alam semesta menahan nafas menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Di depan matanya, Qin Rouye berdiri tegap, tatapan dinginnya menyimpan luka dan kemarahan yang dalam. Sekte Naga Surga yang megah kini berubah menjadi medan pertempuran, dan di tengahnya, Gohan dan Rouye seperti dua kutub yang dipaksa bertarung bersisian—bersama dan sekaligus saling menantang.

"Ini... gila!" Gumam Gohan pelan, dada berdebar tak karuan. Ia tahu, ini bukan hanya soal pertarungan fisik. Ada luka lama yang terbuka, sebuah warisan yang menuntut pengorbanan jiwa.

Langkah kaki mereka terhuyung-huyung memasuki arena penuh kabut dan bayangan. Formasi pembunuh—barisan murid elit sekte—muncul bak bayangan kelam, melingkari seperti serigala lapar. Suara gesekan senjata dan bisikan mantra magis memenuhi udara.

"Rouye!" Gohan berteriak, menyadari bahaya yang mengintai. "Bersiaplah!"

Tapi sebelum keduanya bisa merapat dan menyusun strategi, formasi itu meledak menjadi serangan brutal tanpa ampun. Kilatan pedang berkelip seperti kilat di malam gelap, menyisir ke segala arah.

"Hah!" Qin Rouye mengayunkan pedangnya, namun sebuah panah hitam melesat dan menghantam bahunya. Darah mengalir cepat, merah dan panas, menguak rasa sakit yang lama terpendam.

Gohan segera menutup jarak, melindungi Rouye dari serangan berikutnya. Tapi formasi itu bukan sembarang lawan. Mereka bukan hanya pembunuh, mereka adalah ujian hidup yang sengaja dipasang oleh Patriark Qin untuk menguji kesetiaan dan kekuatan pewaris Naga Surga.

"Berhati-hatilah!" Gohan menjerit ketika ia merasakan getaran aneh dari pedangnya sendiri. Pedang emas yang dulu jatuh dari langit itu kini bergetar liar, seolah hidup dan bernapas sendiri.

Wajah Gohan berubah tegang. Ia tahu, getaran ini bukan hanya karena bahaya di sekelilingnya—ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang mengusik kedalaman jiwanya. Sebuah panggilan yang berbisik lirih dari ujung pedang, memanggil nama Qin Rouye.

"Rouye..." suara pedang itu nyaris seperti rintihan. "Kau adalah kunci."

Gohan memandang Rouye dengan mata penuh pertanyaan, namun sang rival tak sempat menjawab. Tubuh Rouye mendadak terguncang hebat, dan dari dadanya muncul kilatan sinar hijau berdenyut cepat, seperti naga yang terbangun dari tidur panjangnya.

"Apa-apaan ini..." Gohan menatap terbelalak, merasakan hawa dingin yang mengalir deras menembus kulitnya.

Rouye menjerit, pedang di tangannya jatuh perlahan. Di matanya, bayangan naga hijau menyelimuti, sebuah makhluk legendaris yang tak pernah ia ceritakan pada siapa pun.

"Luka keturunan naga... terbuka!" suara dalam pikirannya bergetar. Ini bukan hanya luka fisik, tapi luka jiwa yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat.

Gohan tahu, ini adalah titik balik. Jika Rouye kalah, sekte akan runtuh. Jika mereka kalah, dunia kultivasi akan berguncang lebih hebat dari yang pernah terjadi.

Langit kelabu mulai pecah oleh kilatan petir merah, membelah awan dan menerangi arena pertempuran yang makin mencekam.

"Ini bukan hanya pertarungan kita, Gohan," kata Rouye dengan suara serak, "ini pertarungan antara masa lalu dan masa depan kita."

Gohan menggenggam pedangnya erat, siap melangkah lebih dalam ke pusaran takdir. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa naga yang terbangun bukan hanya sekadar kekuatan, tapi simbol pengorbanan dan penderitaan yang selama ini tertanam dalam darah mereka.

"Duel tiga nafas, di mana setiap detik bisa menjadi yang terakhir—apa jadinya saat naga bangkit dari luka terdalam? Ikuti kisah Gohan Lee, Pewaris Langit Ketujuh, dalam pertempuran yang mengubah dunia kultivasi selamanya!"

Seketika, serangan musuh berubah tak terduga. Formasi pembunuh itu seolah dipecah dari dalam—serangan mereka justru mengenai Rouye sendiri. Tubuh Rouye terhuyung mundur, luka lama yang sudah lama tersembunyi makin menganga, membuatnya terjatuh dan hampir tak mampu bangkit.

"Tidak!" Gohan berteriak, amarah dan ketakutan bersatu jadi satu bara yang membakar dadanya. Ia berlari cepat menolong Rouye, merasakan getaran pedangnya semakin kuat, berdenyut seperti jantung naga yang terbangun.

Dalam kondisi sekarat itu, Rouye menatap Gohan dengan tatapan yang sulit diartikan—antara kebencian dan harapan, antara pengkhianatan dan kesetiaan.

"Gohan... kau harus tahu... aku tak pernah memilih jalan ini," suara Rouye melemah. "Ini semua warisan yang harus ku tanggung... dan mungkin, kau satu-satunya yang bisa mengerti."

Di saat yang sama, dari ujung pedang Gohan terpancar cahaya emas yang semakin terang, merambat dan membentuk siluet naga hijau yang megah. Naga itu mengaum, melayang di atas mereka, seolah merangkul jiwa dua pewaris yang terperangkap di persimpangan nasib.

Gohan merasakan arus energi mengalir ke seluruh tubuhnya. Tubuhnya hangat, jiwanya terikat pada kekuatan yang lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan. Tapi bersamaan dengan itu, ada rasa takut yang menyusup—takut akan kehilangan kendali, takut menjadi alat penghancur dunia.

"Ini... takdir yang aku benci," bisik Gohan pada dirinya sendiri.

Suara gemuruh langit menggema keras saat sebuah ledakan energi meledak di atas arena. Kabut sirna, dan semua mata tertuju pada Gohan dan Rouye yang berdiri terengah-engah, masih memegang pedang masing-masing, tapi kini aura mereka berbeda.

"Dua pewaris... dan naga yang terbangun," desis seorang murid sekte, matanya memancarkan rasa takut dan takjub.

Gohan menatap langit, bayangan naga hijau yang terlukis di udara membuatnya sadar—pertarungan ini baru permulaan. Ada sesuatu yang jauh lebih besar sedang menanti mereka di balik kegelapan.

"Jangan lengah," suara Maestro Yu Heng bergema di kepala Gohan, "Pedang itu memilihmu bukan tanpa alasan. Tapi ingat, setiap kekuatan besar membawa kutukan yang lebih dalam."

"Saat pedang berbisik, dan naga hijau bangkit, apa jadinya jika takdir tidak hanya menjadi penyelamat—tapi juga pembawa kehancuran? Terus ikuti perjalanan Gohan Lee dalam 'Pewaris Langit Ketujuh', novel kultivasi penuh aksi dan misteri yang akan mengguncang dunia kamu!"

Langkah demi langkah, Gohan dan Rouye mulai menapaki jalan berduri yang telah lama tertutup debu sejarah. Sementara bayangan naga hijau melingkupi mereka, pertarungan tiga nafas yang menentukan hidup dan mati itu menyisakan luka tak kasat mata—luka yang hanya bisa disembuhkan oleh keberanian, pengorbanan, dan penerimaan atas apa yang sudah tertulis di langit.

More Chapters