LightReader

Chapter 5 - Mati Suri di Malam Satu Suro

Bab 5: Langkah Pertama ke Alas Kendeng

Langit sore di Desa Kalibiru berwarna merah pudar. Seperti pertanda buruk yang enggan disampaikan secara terang-terangan.Raka berdiri di bibir hutan Alas Kendeng, hanya ditemani tas kecil berisi kemenyan, air bunga, dan kain putih pemberian neneknya.

"Jika kau mendengar namamu dipanggil… jangan jawab," pesan neneknya sebelum Raka pergi.

"Jika kau melihat dirimu sendiri… larilah."

Akar-akar pohon di dalam alas tampak seperti menjulur untuk menggenggam. Kabut tipis menyelimuti jalur setapak. Tidak ada suara binatang. Tidak ada suara angin.Hutan itu... diam seperti kuburan.

Namun entah bagaimana, langkah Raka terasa ringan—seolah hutan itu sendiri mengizinkannya masuk.

Setelah berjalan lebih dari satu jam, Raka tiba di sebuah batu besar yang ditumbuhi lumut. Batu itu berbentuk bulat… mirip kepala manusia.Di sekelilingnya, tanah basah seperti baru digali. Dan di atas batu itu, ada bunga kantil kering serta seutas rambut panjang berwarna putih.

Raka mulai menaburkan bunga dan menyalakan kemenyan.

Dengan suara lirih, ia berdoa:

"Ki Jagal... aku tidak datang untuk menantang. Aku datang untuk memohon.""Kalau aku telah melanggar batas… biar aku yang bertanggung jawab. Tapi jangan ambil orang lain…"

Udara tiba-tiba berubah dingin. Asap kemenyan tak naik ke atas… tapi mengalir ke tanah.Dan dari dalam kabut, muncul suara berat… penuh dendam.

"Kau datang... tapi tidak dengan nyawa.""Kau datang... tapi tidak dengan takut."

Tanah di bawah kaki Raka bergetar. Kabut menggumpal membentuk bayangan hitam… perlahan menjadi wujud Ki Jagal Kendeng.

Tinggi, tubuh hitam legam, pakaian compang-camping, dan leher terbuka tanpa kepala. Di tangannya tergenggam golok besar yang meneteskan cairan hitam.

"Bayar dengan darah... atau jiwa yang kau bawa dari kematian akan kembali kutarik."

Raka menahan napas.

"Aku tak akan lari."

Ia melepaskan baju, memperlihatkan luka samar di dada, tempat jantungnya dulu berhenti berdetak.

"Kalau harus, ambil aku. Tapi biarkan yang bersamaku... kembali ke tempat asalnya."

Ki Jagal mendekat perlahan. Lantai hutan berubah merah, dan pohon-pohon mengerang seperti makhluk hidup.Golok diangkat ke udara—

Dan saat itu juga, cahaya putih memancar dari luka dada Raka.

Sebuah bayangan wanita keluar dari tubuhnya. Sosok yang sama dengan yang ia lihat di malam kecelakaan. Wanita berambut panjang, mengenakan kebaya putih. Wajahnya pucat dan tenang.

Wanita itu menatap Ki Jagal dan berbisik:

"Aku yang memanggilnya kembali. Karena aku... belum sempat berpamitan."

Ki Jagal terdiam.

Bayangan itu tersenyum pada Raka. Lalu... menghilang dalam kabut.

Dan tubuh Ki Jagal perlahan memudar.

"Utangnya telah lunas…"

Raka pingsan di tengah hutan.

Saat ia terbangun, langit sudah pagi. Ia terbaring di tepi desa, dengan kain putih menyelimuti tubuhnya, dan suara azan subuh mengalun dari kejauhan.

Ia telah kembali.

Dan untuk pertama kalinya... tanpa suara yang mengikuti.

More Chapters