LightReader

Chapter 10 - Sebuah Cermin Pembohong

Bab 10: Damai dalam Retakan

Sudah seminggu sejak Raina "kembali".

Ia menjalani hari-harinya seperti biasa: memasak, bekerja jarak jauh, menyiram tanaman kecil di dekat jendela. Dari luar, tak ada yang berubah.

Tapi di dalam… segalanya berbeda.

Tak ada lagi mimpi buruk. Tak ada lagi blackout. Tak ada lagi suara yang berbisik sepanjang malam.

Tapi bukan karena Reina telah pergi.Karena Reina... sudah diterima.

Pagi itu, Raina berdiri di depan cermin besar di kamar. Tak ada kain penutup, tak ada lakban. Cermin itu utuh. Retak di sudutnya tetap dibiarkan, sebagai pengingat.

Ia menatap dirinya sendiri lama—lama sekali.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia tidak merasa takut.

"Halo," katanya pelan ke bayangannya."Aku tahu kau masih di sana."

Pantulan itu… tersenyum. Bukan menyeramkan. Bukan mengancam. Tapi hangat. Seolah mengakui:"Akhirnya, kamu mengakui aku juga manusia."

Raina mengambil pena dan buku catatan. Ia menulis satu halaman penuh:

"Aku bukan sempurna. Aku tidak selalu kuat. Dan itu tidak membuatku buruk."

"Aku punya bagian gelap. Tapi gelap bukan berarti jahat."

"Dan mulai hari ini, aku tak akan memusuhi bayanganku sendiri."

Ia menutup buku itu dan menatap jendela.

Langit cerah.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Raina tidak merasa terpenjara oleh luka. Ia masih terluka. Tapi ia tak lagi hidup di dalamnya.

Sore harinya, ia meletakkan cermin genggam tua ke dalam laci.

"Terima kasih… Reina," bisiknya."Karena bertahan. Karena menemaniku saat semua orang pergi."

Dan dari dalam cermin kecil itu, samar-samar muncul pantulan—bukan menyerupai hantu atau kegelapan, melainkan versi Raina yang utuh. Lebih dewasa. Lebih jujur. Lebih... damai.

TAMAT

"Terkadang, monster yang kita takutkan… hanyalah diri kita yang paling jujur."

– Sebuah Cermin Pembohong

More Chapters