LightReader

Cinta di Kerajaan Duniabet

Tara_5323
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
41
Views
Synopsis
Ketika Aruna, seorang gadis biasa dari dunia modern, tanpa sengaja masuk ke dalam gerbang misterius, ia terbangun di dunia lain—Kerajaan Duniabet, negeri penuh sihir dan intrik politik. Di sana, ia ditetapkan sebagai pengantin titipan bagi Pangeran Rayven, pewaris takhta yang terkenal berhati dingin. Aruna hanya ingin pulang, namun semakin lama ia berada di Duniabet, semakin ia menyadari bahwa dirinya bukan sekadar tamu... Aruna adalah kunci dari ramalan kuno, penentu antara cahaya dan kegelapan yang mengancam kerajaan. Antara cinta yang tumbuh dengan sang pangeran dan takdir besar yang menantinya, Aruna harus memilih: cinta atau dunia.
VIEW MORE

Chapter 1 - Cinta di Kerajaan Duniabet

Gerbang Misterius

Hujan deras mengguyur malam kota, membuat jalanan tampak sepi. Aruna berlari kecil sambil memeluk buku catatannya, berusaha melindunginya dari air hujan. Gadis itu baru saja keluar dari perpustakaan kampus setelah menyelesaikan tugas, tidak menyangka akan pulang di tengah badai.

Namun langkahnya terhenti di sebuah gang sempit. Ada sesuatu yang aneh—sebuah cahaya biru keemasan berpendar dari dinding bata tua. Perlahan, cahaya itu membentuk sebuah gerbang batu raksasa, dengan ukiran kuno yang berkilau seakan hidup.

"Apaan ini…?" bisiknya, bulu kuduknya meremang.

Tanpa sempat berpikir panjang, sebuah angin kencang menyedot tubuhnya. Ia menjerit, namun suara itu lenyap ditelan pusaran cahaya.

Ketika Aruna membuka mata, ia terbaring di rerumputan hijau dengan langit biru keemasan membentang di atasnya. Di kejauhan, sebuah istana megah dengan menara-menara emas menjulang, memantulkan cahaya mentari senja.

Belum sempat ia berdiri, derap kaki kuda dan langkah pasukan bersenjata mendekat. Mereka berbaris rapi, menunduk hormat pada sosok yang muncul dari kereta kuda hitam berlapis emas.

Seorang pria muda turun dengan langkah anggun namun dingin. Rambut hitam panjangnya tergerai, matanya tajam bagai es. Ia mengenakan jubah hitam dengan hiasan bordir emas yang berkilau.

"Selamat datang di Kerajaan Duniabet," ucapnya dengan suara berat."Aku, Pangeran Rayven. Dan mulai hari ini, kau… adalah pengantinku."

Aruna terdiam, tubuhnya gemetar.Baru saja ia sadar, dunianya telah berubah untuk selamanya.

Istana Duniabet

Aruna masih belum bisa mencerna kata-kata yang barusan didengarnya.Pengantin? Dia bilang aku pengantinnya?

Namun pasukan yang mengiringi pria bernama Pangeran Rayven itu tampak serius, seolah ucapan tadi adalah keputusan mutlak yang tak bisa diganggu gugat.

"B–Bentar… tunggu! Aku nggak ngerti! Aku bukan siapa-siapa. Aku cuma mahasiswa biasa, aku—" suara Aruna tercekat ketika dua prajurit mengangkat tubuhnya dengan hati-hati.

Pangeran Rayven menatapnya tajam, dingin, tanpa ekspresi."Bawa dia ke istana."

Aruna ingin berontak, tapi kakinya lemas. Entah karena masih terkejut atau karena aura pria itu yang terlalu menekan. Ia akhirnya pasrah dibawa menaiki kereta kerajaan.

Perjalanan menuju istana terasa seperti mimpi. Dari balik jendela kereta, Aruna melihat bentangan alam yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya: padang rumput luas, hutan dengan pohon-pohon bercahaya, dan sungai berkilau seperti perak cair.

Dan ketika kereta memasuki gerbang besar kerajaan, napasnya tercekat.Istana Duniabet berdiri megah, menjulang tinggi dengan menara emas yang memantulkan sinar senja. Dindingnya terbuat dari batu putih yang kokoh, dihiasi ukiran-ukiran misterius.

Aruna bahkan hampir lupa bernapas."Indah sekali…" gumamnya lirih.

Namun kekagumannya segera sirna ketika pintu istana terbuka. Para pelayan menunduk hormat, sementara Rayven berjalan tanpa menoleh, aura dinginnya membuat semua orang diam membeku.

Di aula utama, seorang wanita paruh baya dengan gaun mewah menyambut mereka. Wajahnya anggun tapi tegas."Rayven, kau sudah kembali. Jadi… inikah gadisnya?"

Pangeran itu hanya mengangguk singkat."Ibu, dia yang dipilih oleh Gerbang Cahaya. Dialah pengantin titipan."

Aruna mengerutkan kening.Gerbang Cahaya? Apa maksud mereka?

Wanita itu—yang ternyata adalah Ratu Amara, penguasa Kerajaan Duniabet—mendekati Aruna. Ia menatapnya dalam, seolah mencoba membaca isi hatinya."Gadis asing… takdir telah membawamu kemari. Mulai malam ini, hidupmu tidak lagi milikmu sendiri."

Aruna menelan ludah, merasakan ketakutan sekaligus rasa penasaran yang semakin membesar.Apa sebenarnya yang terjadi di kerajaan ini? Dan kenapa dirinya… harus menjadi pengantin seorang pangeran yang bahkan baru ia kenal?

Malam itu, Aruna duduk di ruangan besar yang bahkan terlalu mewah untuk sekadar kamar. Tirai sutra berwarna keemasan menjuntai hingga menyentuh lantai, lilin-lilin beraroma mawar menyala di setiap sudut, dan ranjang empat tiang berhias ukiran naga berdiri gagah di tengah.

Namun semua kemewahan itu tidak membuatnya nyaman.Justru membuatnya semakin sesak.

"Kenapa aku ada di sini?" bisiknya sambil menggenggam erat buku catatan yang entah bagaimana ikut terbawa ke dunia ini.

Suara pintu terbuka membuat Aruna tersentak. Seorang pelayan muda masuk, membawa baki perak berisi surat bersampul merah tua."Nyonya, ini perintah dari Yang Mulia Ratu Amara."

Aruna mengernyit. "Nyonya? Aku bukan siapa-siapa."

Pelayan itu menunduk sopan. "Mulai malam ini, Anda adalah pengantin titipan untuk Pangeran Rayven. Surat ini adalah perjanjian resmi kerajaan."

Dengan tangan gemetar, Aruna membuka surat itu. Tulisan emas di atas kertas perkamen berbunyi:

"Atas nama Kerajaan Duniabet, gadis yang terpilih melalui Gerbang Cahaya wajib menjadi pengantin titipan sang pangeran. Hanya dengan begitu ramalan kuno dapat terpenuhi, dan kerajaan terselamatkan dari kegelapan."

Aruna terbelalak."Ramalan kuno? Apa hubungannya denganku? Aku bahkan tidak tahu di mana ini sebenarnya!"

Tiba-tiba, suara berat terdengar dari pintu."Hubunganmu lebih besar dari yang kau kira."

Pangeran Rayven berdiri di ambang pintu, menatap Aruna dengan sorot dingin namun mengandung sesuatu yang tak bisa ia artikan."Gerbang Cahaya tidak pernah memilih orang yang salah."

Aruna berdiri, menatap balik penuh keberanian meski hatinya bergetar."Aku tidak mau menikah dengan orang asing! Aku bahkan tidak kenal siapa kau!"

Rayven melangkah mendekat, setiap langkahnya terasa berat dan penuh wibawa."Aku pun tidak menginginkan pengantin. Tapi jika ramalan berkata kau adalah kuncinya… maka aku tidak punya pilihan. Dan kau pun tidak."

Aruna mundur selangkah, punggungnya menempel pada dinding dingin. Matanya berkaca-kaca."Tidak… ini tidak adil."

Rayven menatapnya dalam, lalu berbalik pergi. Namun sebelum meninggalkan ruangan, ia berucap lirih:"Mulai saat ini, kau milik Kerajaan Duniabet. Dan cepat atau lambat, kau juga akan… milikku."

Pintu tertutup dengan dentuman pelan. Aruna terduduk lemas.Ia sadar, kehidupannya tidak akan pernah sama lagi.

Aruna tidak bisa tidur semalaman. Kata-kata Pangeran Rayven terus terngiang di telinganya:"Gerbang Cahaya tidak pernah memilih orang yang salah."

Ia berjalan mondar-mandir di dalam kamar mewah itu, mencoba mencari jalan keluar, hingga suara pintu berderit pelan membuatnya terhenti.Seorang pria tua berjubah putih masuk, wajahnya dipenuhi keriput, namun matanya memancarkan kebijaksanaan.

"Aku Sage Elion, penasihat kerajaan," katanya sambil menunduk hormat."Aku tahu kau merasa terjebak, Putri Aruna."

Aruna mengangkat alis. "Jangan panggil aku Putri. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya ingin pulang!"

Elion tersenyum samar. "Jika kau ingin kembali, kau harus tahu alasan mengapa Gerbang Cahaya membawamu kemari. Tidak ada yang kebetulan."

Aruna menghela napas berat. "Baiklah… ceritakan padaku. Apa sebenarnya yang kalian sembunyikan?"

Sage Elion mengibaskan tangannya, dan tiba-tiba udara di ruangan itu bergetar. Cahaya biru muncul, membentuk bayangan seperti cermin air. Dari sana, Aruna melihat gambaran sebuah buku kuno terbuka, huruf-huruf emas berpendar di udara.

"Ratusan tahun lalu, Kerajaan Duniabet diselamatkan dari kehancuran oleh seorang gadis dari dunia lain—seorang Pengantin Cahaya. Ia menikah dengan raja pertama Duniabet, dan dengan kekuatannya, ia mengusir kegelapan yang hendak melahap negeri ini."

Aruna ternganga. "Jadi… kalian pikir aku reinkarnasi gadis itu?"

Elion mengangguk perlahan."Ramalan menyebutkan: Ketika bayangan kegelapan bangkit, Gerbang Cahaya akan terbuka sekali lagi, dan pengantin terpilih akan menjadi kunci penentu—penyelamat atau penghancur."

Aruna menelan ludah."Penyelamat… atau penghancur?"

"Ya," jawab Elion serius. "Takdirmu bisa membawa keselamatan… atau kehancuran, tergantung pada pilihanmu."

Belum sempat Aruna bertanya lebih jauh, dentuman keras terdengar dari luar istana. Suara terompet perang menggema, disusul jeritan prajurit.

Elion menegang. "Tidak mungkin… musuh bergerak secepat ini!"

Aruna berlari ke jendela. Dari kejauhan, ia melihat langit malam terbelah oleh api hitam, seperti kabut pekat yang hidup. Siluet makhluk-makhluk raksasa bergerak menuju gerbang kerajaan.

"Makhluk apa itu…?" Aruna bergidik ngeri.

Elion menggenggam bahu Aruna."Inilah alasanmu ada di sini. Dan inilah awal dari takdirmu, Putri Cahaya."

Aruna terdiam, tubuhnya bergetar. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar menyadari—dirinya bukan lagi gadis biasa.Ia adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar.

Hati yang Membeku

Aruna masih berdiri terpaku di dekat jendela, menatap kobaran api hitam yang mengepung kota luar Kerajaan Duniabet. Dentuman demi dentuman terdengar, seolah bumi ikut bergetar.

Pintu kamarnya terbuka keras. Pangeran Rayven masuk dengan langkah cepat, jubah hitam emasnya berkibar, sorot matanya tajam penuh kewaspadaan."Bersiaplah. Kau harus ikut bersamaku ke ruang perlindungan."

Aruna menoleh, wajahnya pucat. "Apa itu… makhluk-makhluk yang menyerang?"

"Pasukan bayangan," jawab Rayven singkat. "Mereka dikirim oleh Raja Kegelapan. Dan mereka datang untukmu."

Aruna terperanjat. "Untukku? Kenapa aku?"

Rayven mendekat, jaraknya hanya sejengkal dari wajah Aruna. Tatapan matanya menusuk, seakan mencari jawaban dalam sorot matanya."Karena kau adalah Pengantin Cahaya. Dan entah aku suka atau tidak, kau adalah kunci dari ramalan itu."

Aruna menelan ludah. "Tapi… aku tidak bisa apa-apa. Aku hanya gadis biasa."

Untuk pertama kalinya, wajah dingin Rayven sedikit berubah. Ada keraguan, ada sesuatu yang samar, nyaris menyerupai rasa iba."Tidak ada yang biasa tentang orang yang dipilih oleh Gerbang Cahaya," katanya lirih.

Mereka berdua berjalan cepat melalui lorong panjang istana, diiringi pasukan pengawal. Suara pertempuran semakin dekat. Aruna bisa mendengar raungan makhluk-makhluk aneh di luar sana.

Di sebuah tikungan, salah satu dinding hancur ditembus makhluk bayangan berwujud serigala hitam raksasa. Prajurit berteriak, pedang mereka terhunus.

Aruna menjerit dan spontan meraih lengan Rayven. Untuk sepersekian detik, waktu seakan berhenti bagi sang pangeran. Sentuhan itu terasa asing—hangat—berbeda dari dinginnya dunia yang selalu ia kenal.

Rayven menghunus pedangnya, bilah perak yang berkilau. Dalam satu tebasan cepat, makhluk itu terbelah menjadi kabut hitam dan lenyap.

Aruna masih gemetar, namun tidak melepaskan lengannya dari Rayven. Ia berbisik, hampir tak terdengar."Kalau aku benar-benar kunci… bisakah aku… menyelamatkanmu juga?"

Rayven terdiam, menatapnya lama. Sorot dingin itu retak, menyisakan kilatan emosi yang tak bisa ia sembunyikan.

Namun sebelum ia sempat menjawab, ledakan lain mengguncang istana. Rayven menarik Aruna lebih erat."Pegang aku erat-erat. Selama aku ada, tidak ada yang akan menyentuhmu."

Untuk pertama kalinya, Aruna melihat sisi lain dari sang pangeran.Sisi yang beku perlahan mulai mencair.

Ancaman Kegelapan

Suara dentuman terus menggema di seluruh istana. Api hitam menjilat dinding batu, menelan lorong demi lorong. Para prajurit berusaha bertahan, namun pasukan bayangan terus bermunculan seolah tak ada habisnya.

Rayven memimpin langsung di garis depan. Pedangnya yang bercahaya perak menebas makhluk-makhluk itu dengan presisi mematikan. Setiap gerakannya dingin, cepat, dan penuh wibawa.Namun jumlah musuh semakin banyak.

Aruna bersembunyi di balik pilar besar, tubuhnya gemetar. Apa aku hanya akan jadi beban di sini? pikirnya.

Tiba-tiba, seekor makhluk bayangan berbentuk naga kecil menerobos ke arahnya. Aruna menjerit, menutup mata. Namun alih-alih terluka, cahaya putih keemasan meledak dari tubuhnya.

Naga bayangan itu menjerit, lalu hancur menjadi abu hitam.

Aruna membuka mata dengan terengah. Tangannya bergetar, tapi di telapak tangannya masih ada sisa cahaya yang berkilauan."A-apa… ini?"

Rayven, yang melihat kejadian itu dari kejauhan, terdiam sejenak. Matanya membelalak, lalu berubah menjadi sorot penuh keyakinan."Cahaya itu… akhirnya muncul."

Pertempuran semakin kacau. Ratu Amara memasuki aula, diiringi para penyihir kerajaan. Dengan tongkat kristal di tangannya, ia berteriak lantang:"Pertahankan istana! Lindungi Pengantin Cahaya!"

Aruna panik. "Tidak, jangan lindungi aku! Aku tidak bisa mengendalikan ini—"

Namun cahaya dari tubuhnya semakin kuat, semakin terang, hingga memenuhi seluruh ruangan. Pasukan bayangan terhenti, meraung kesakitan, lalu satu per satu lenyap.

Seluruh aula terdiam, hanya suara napas berat para prajurit yang tersisa.

Rayven menghampiri Aruna, menatapnya lekat-lekat. "Sekarang kau tahu kenapa mereka datang untukmu. Kau… satu-satunya yang bisa menghancurkan mereka."

Aruna menatap tangannya sendiri, cahaya itu perlahan mereda. Matanya berkaca-kaca."Tapi aku tidak mengerti apa pun… aku bahkan tidak tahu cara mengendalikannya."

Rayven meletakkan tangannya di bahu Aruna, untuk pertama kalinya tanpa jarak dingin yang biasanya ia jaga."Maka mulai sekarang… aku akan memastikan kau belajar. Aku tidak akan membiarkan siapapun mengambilmu."

Aruna menatap matanya, menemukan ketegasan dan sesuatu yang lebih dari sekadar tugas.Untuk pertama kalinya, ia mulai percaya… mungkin dirinya benar-benar punya peran besar di dunia ini.

Cinta dan Pilihan

Malam itu, istana Duniabet sunyi. Api-api sihir menyala di sepanjang lorong, menyisakan bayangan panjang di dinding. Setelah pertempuran siang tadi, suasana kerajaan penuh kewaspadaan.

Aruna berdiri di balkon kamarnya, memandang bulan yang tampak lebih besar daripada yang pernah ia lihat di dunia asalnya. Angin malam menyapu rambutnya, menenangkan hati yang kalut.

Kenapa aku? pikirnya.Kenapa harus aku yang dipilih Gerbang Cahaya? Aku hanya ingin hidup normal… bukan jadi bagian dari ramalan aneh.

Langkah kaki berat terdengar mendekat. Aruna menoleh dan mendapati Rayven berdiri di pintu balkon, wajahnya setengah diterangi cahaya bulan."Tidak bisa tidur?" tanyanya datar.

Aruna menghela napas. "Bagaimana aku bisa tidur, kalau seluruh dunia ini bergantung padaku?"

Rayven mendekat, berdiri di sampingnya. Untuk pertama kalinya, ia tidak menjaga jarak."Kau tidak sendirian," katanya pelan. "Aku akan selalu berada di sisimu."

Aruna menatapnya, mencoba membaca kesungguhan di balik wajah dingin itu. "Kenapa kau begitu yakin? Kau bahkan tidak menginginkan pengantin… bukankah begitu?"

Rayven terdiam sejenak. Angin membawa jubahnya berkibar."Aku tidak pernah percaya pada cinta. Tapi… sejak Gerbang Cahaya memilihmu, aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda."

Aruna merasakan jantungnya berdegup kencang. Pipinya memanas, meski ia berusaha tetap tenang."Rayven…"

Sebelum kata-kata itu berlanjut, suara teriakan prajurit menggema dari bawah. Seorang pengawal berlari ke arah balkon dan berlutut."Tuan! Utusan dari Kerajaan Noxmere telah tiba. Mereka menuntut agar Pengantin Cahaya diserahkan, atau mereka akan menghancurkan seluruh kota!"

Aruna terkejut. "Apa? Mereka ingin aku?"

Rayven mengepalkan tangan, matanya menyala dengan amarah."Mereka pikir aku akan menyerahkanmu begitu saja? Tidak. Selama aku hidup, tidak akan ada yang bisa mengambilmu dariku."

Aruna menatapnya, dilema menguasai hatinya.Jika ia tetap berada di Duniabet, perang akan terus berkobar. Tapi jika ia menyerahkan diri, mungkin ribuan nyawa bisa terselamatkan.

Air matanya menetes tanpa sadar."Apa yang harus kulakukan? Menjadi penyebab perang… atau mengorbankan diriku sendiri?"

Rayven menggenggam tangannya erat, sorot matanya tajam sekaligus lembut."Jangan pernah bicara soal pengorbanan itu. Karena bagiku, kau bukan sekadar pengantin titipan. Kau… adalah hidupku sekarang."

Aruna terdiam, hatinya bergetar hebat.Untuk pertama kalinya, ia sadar: pilihan yang akan ia buat bukan hanya soal takdir…tapi juga soal cinta.

Antara Cinta dan Takdir

Langit di atas Kerajaan Duniabet berwarna merah darah. Petir hitam menyambar dari awan gelap yang menggantung berat, seolah langit itu sendiri marah. Dari kejauhan, pasukan Kerajaan Noxmere dan makhluk-makhluk bayangan mengepung, siap melancarkan serangan terakhir.

Aruna berdiri di aula utama, di hadapan Ratu Amara, Rayven, dan para penasihat kerajaan. Wajah semua orang tegang.

"Tidak ada cara lain," ujar salah satu penasihat. "Jika Pengantin Cahaya menyerahkan diri, peperangan ini akan berhenti. Ribuan nyawa bisa terselamatkan."

Aruna menunduk, hatinya hancur. Itu artinya mengorbankan dirinya sendiri.Namun sebelum ia menjawab, Rayven menghantam meja dengan tangannya."Tidak! Aku tidak akan membiarkan Aruna jatuh ke tangan mereka. Lebih baik aku hancurkan seluruh pasukan Noxmere dengan tanganku sendiri!"

Aruna menatap Rayven, matanya basah. "Rayven… kalau aku tetap di sini, mereka tidak akan berhenti. Semua orang bisa mati karenaku."

Rayven mendekat, menggenggam wajahnya dengan kedua tangan."Dengar aku. Aku pernah hidup tanpa cinta, dan itu membuatku kosong. Tapi sejak kau datang… aku tahu aku tidak bisa lagi kehilanganmu. Kau bukan beban, Aruna. Kau adalah alasan aku bertarung."

Aruna terisak, hatinya terbelah.Di satu sisi, cinta yang baru ia temukan.Di sisi lain, takdir besar yang menuntut pengorbanan.

Tiba-tiba, gemuruh besar terdengar dari luar. Gerbang utama kerajaan hancur diterjang naga bayangan raksasa. Api hitam menyapu masuk, pasukan Duniabet terpukul mundur.

Ratu Amara berdiri, suaranya lantang."Putri Cahaya, waktunya telah tiba. Pilihan ada di tanganmu: gunakan kekuatanmu untuk mengusir kegelapan… atau biarkan dunia ini jatuh."

Aruna menutup matanya. Air mata menetes deras.Apakah aku benar-benar siap?

Rayven menggenggam tangannya erat. "Kau tidak sendirian. Aku akan bertarung di sisimu, sampai akhir."

Aruna membuka matanya. Cahaya putih keemasan mulai menyelimuti tubuhnya, lebih terang dari sebelumnya. Rasa takutnya masih ada, tapi di baliknya ada tekad baru.

"Aku tidak akan menyerah. Aku tidak akan mengorbankan diriku begitu saja. Aku akan bertarung. Dan aku akan melindungi Duniabet—bersama Rayven."

Cahaya itu meledak, menerangi seluruh istana. Pasukan bayangan menjerit, naga hitam meraung sebelum meledak menjadi abu. Langit yang merah darah perlahan memudar, digantikan biru fajar yang menenangkan.

Ketika semuanya berakhir, Aruna terhuyung, hampir jatuh. Namun Rayven menangkapnya, memeluknya erat.

"Kau melakukannya…" bisiknya lembut.

Aruna menatapnya, tersenyum lemah. "Tidak… kita yang melakukannya."

Rayven mendekat, untuk pertama kalinya tanpa ragu. Bibirnya menyentuh bibir Aruna, di tengah cahaya fajar yang menandai awal baru bagi Kerajaan Duniabet.

Cinta dan takdir akhirnya menyatu.

Cahaya Baru di Duniabet

Beberapa bulan telah berlalu sejak pertempuran besar yang hampir menghancurkan Kerajaan Duniabet. Istana yang dulu penuh bayangan kini kembali berkilau, dinding-dindingnya diperbaiki, dan taman kerajaan bermekaran lebih indah daripada sebelumnya.

Rakyat merayakan kedamaian. Lagu-lagu kemenangan terdengar di pasar, dan bendera emas Duniabet berkibar megah di setiap sudut kota.

Di balkon tertinggi istana, Aruna berdiri mengenakan gaun putih sederhana. Rambutnya terurai, diterpa angin pagi. Ia memandang jauh ke arah horizon, tempat matahari terbit membawa harapan baru.

"Masih merindukan duniamu yang lama?" tanya suara yang kini begitu akrab baginya.

Aruna menoleh. Rayven berdiri di sampingnya, mengenakan jubah kerajaan berwarna hitam keemasan. Namun kini, tatapannya tak lagi sedingin dulu. Ada kehangatan yang hanya ditunjukkannya pada Aruna.

"Kadang aku merindukannya," jawab Aruna pelan. "Tapi… aku merasa di sinilah tempatku sekarang. Bersamamu."

Rayven tersenyum tipis—senyum yang jarang sekali muncul di wajahnya. Ia menggenggam tangan Aruna, jari-jarinya hangat dan kokoh."Dan aku berjanji, mulai sekarang, tidak ada lagi yang bisa memisahkan kita."

Di bawah sana, rakyat bersorak, menyambut pengumuman yang baru saja disampaikan:Aruna, Pengantin Cahaya, kini resmi menjadi Permaisuri Kerajaan Duniabet.

Aruna menarik napas panjang, matanya berkaca-kaca. Perjalanan yang awalnya penuh ketakutan kini membawanya pada sebuah takdir yang tak pernah ia bayangkan—cinta, keluarga, dan dunia baru yang harus ia lindungi.

Rayven meraih wajahnya, menatap dalam."Kau datang ke hidupku sebagai takdir… tapi tetap di sisiku sebagai cintaku."

Aruna tersenyum, lalu menutup jarak di antara mereka. Di bawah cahaya mentari pagi, cinta mereka berdua menjadi cahaya baru yang menyinari seluruh Kerajaan Duniabet. 

TAMAT.