LightReader

Chapter 21 - Bab 20 — Retakan di Langit

Pagi itu tidak terasa seperti pagi biasanya.

Cahaya matahari tampak terlalu pucat, dan udara bergetar samar, seolah dunia sedang menahan napas.

Liam berjalan menyusuri jalan menuju taman — langkahnya cepat, napasnya berat.

Ia sudah tiga hari tak melihat Zahra.

Tiga hari yang terasa seperti seabad.

“Zahra… tolong jangan menghilang begini,” gumamnya pelan, hampir seperti doa.

Ketika sampai di taman, ia terdiam.

Langit terlihat aneh.

Awan-awan bergerak mundur, seolah waktu berbalik. Suara burung terdengar terdistorsi, bergema seperti dari dimensi lain.

Pohon besar tempat mereka biasa duduk mulai kehilangan warna — hijau daun berubah kelabu, tanah di bawahnya mereka seperti kulit bumi yang rapuh.

“Apa yang terjadi dengan dunia ini…”

Liam berlari, mencari Zahra.

Suaranya menggema tanpa arah.

Dan tiba-tiba, di bawah pohon itu, ia melihatnya.

Zahra berdiri — dalam balutan cahaya samar.

Rambutnya tertiup angin, matanya menatap langit retak di atas mereka.

“Zahra!” Liam berteriak. “Kau ke mana saja?! Aku mencarimu!”

Zahra menoleh, tersenyum lembut. Tapi senyumnya tidak sepenuhnya nyata.

Tubuhnya… bergetar — seperti ilusi yang mencoba mempertahankan bentuknya.

“Liam…” suaranya lirih, terdistorsi. “Aku sudah tidak seutuhnya di sini.”

“Apa maksudmu?! Jangan bicara seperti itu!”

“Dunia kita mulai kehilangan keseimbangan… sesuatu mencoba menulis ulang keberadaan. Aku… bagian yang mulai terhapus.”

Liam mendekat, mencoba meraih tangannya — tapi jari-jarinya menembus udara kosong.

Tubuh Zahra hanya berupa cahaya yang bergetar.

“Zahra! Tidak… aku tidak mau ini terjadi lagi! Aku nggak mau kehilanganmu!”

Zahra menatapnya, air mata bercampur cahaya turun dari matanya.

“Liam… dengar aku. Ada sesuatu yang lebih besar dari kita. Sebuah entitas yang menulis ulang dunia ini.”

Langit mengeluarkan suara gemuruh aneh.

Seperti kaca raksasa yang pecah perlahan.

“Dewa Penghapus…” Zahra berbisik. “Ia mulai bergerak.”

“Siapa itu?! Apa yang dia inginkan?!”

“Dia ingin menghapus semuanya — termasuk cinta, kenangan, dan bahkan makna dari ‘ada’. Dunia ini akan menjadi kosong.”

Liam berlutut, tubuhnya gemetar.

“Tidak… tidak, aku baru saja belajar mencintai dunia ini karena kau. Jangan biarkan aku kembali ke kehampaan itu lagi.”

Zahra mendekat, menatap wajahnya dengan lembut.

Untuk sesaat, tangan mereka bersentuhan — hanya sekejap, sebelum cahaya Zahra mulai memudar.

“Liam…” suaranya gemetar, “janji padaku… apa pun yang terjadi nanti… jangan biarkan dunia ini kehilangan cinta.”

“Zahra… jangan pergi! Aku— aku belum sempat bilang sesuatu yang harus kau tahu!”

“Aku sudah tahu, Liam.” Zahra tersenyum tipis, air matanya jatuh perlahan. “Hatimu sudah mengatakannya sebelum bibirmu sempat mengucap.”

Langit benar-benar retak.

Cahaya putih turun seperti hujan, dan suara gemuruh membelah bumi.

Tubuh Zahra terangkat — berubah menjadi partikel cahaya yang berterbangan.

“ZAHRAAAA!!!”

Suara Liam menggema di seluruh taman yang kini berubah menjadi abu.

Hanya angin yang tersisa, membawa bisikan terakhir dari Zahra:

“Cinta… tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya menunggu untuk ditemukan kembali.”

Liam terjatuh di tanah, menggenggam udara kosong di mana Zahra tadi berdiri.

Langit pecah sepenuhnya — seperti kertas yang disobek tangan dewa.

Dan di tengah kehancuran itu, suara berat bergema dari langit.

“Segala yang ada… akan kembali pada nihil.”

Sosok raksasa mulai muncul di balik celah realitas — mata bercahaya tanpa emosi, kulitnya terbuat dari fragmen ruang dan waktu.

Dewa Penghapus.

" Di hadapan kehampaan yang mulai menelan langit, Liam berdiri seorang diri. Cinta yang ia janjikan kini menjadi satu-satunya hal yang menahannya dari kegilaan. Tapi ia tahu… pertempuran ini bukan lagi soal hidup atau mati — melainkan soal makna dari keberadaan itu sendiri".

More Chapters