LightReader

Chapter 10 - Nisan Tak Bertuan

Sebenarnya, aku pernah pulang ke serambi yang merangkul kukit sampai mengigil.

Bersama pintu-pintu yang berderit seperti meratap, yang dindingnya menghafal luka.

Atapnya menggantungkan anyaman melalui bayang.

Seperti kisah yang enggan dilanjutkan, sementara lantai menyimpan jejak kesalahan langkah yang tak pernah benar-benar sampai.

Aku duduk bersama meja tua

yang selalu menghidangkan sunyi, padahal ada manusia di sekitar.

Aku duduk dengan kursi yang gemetar, seolah lelah menopang tubuh-tubuh asing yang melampiaskan keluh-kesahnya.

Sementara itu, aku menemukan retakan sempit tempat cahaya tersekap, dengan nafas yang nyaris putus.

Setiap malam,

Rumah ini memanggil ingatanku dengan napas dingin, membisikkan mimpi yang hilang dengan nada yang kuhafal betul dalam tulang.

Kusangka, ini tempatku pulang. Rupanya aku hanya menjadi salah satu dari sekian nisan yang lupa ditulisi.

More Chapters