LightReader

Chapter 9 - Tanpa Pemakaman

Awalnya ku kira aku sedang mondar-mandir di ruangan itu.

Ternyata, aku hanya berputar di atas abu.

Kukira pintu-pintu itu tertutup bagiku,

Ternyata akulah yang menumpuk puingnya.

Kursi-kursi memang sudah lama retak,

Cangkir-cangkir sudah lama berkerak.

Aku hanya duduk, aku hanya meneguk.

Jendela tak pernah menghalangi matahari,

Akulah yang tertutup tirai.

Akulah yang dibelakangi masuknya pagi.

Aku berjalan di antara reruntuhanku sendiri. Menyaksikan keroposnya kayu-kayu tanpa malu-malu.

Langit-langit tak pernah runtuh menimpaku,

Aku memberi penopang dari tulang dalam tubuhku.

"Apakah ku terluka?"

Jalanan yang kulaknat karena buntu, ternyata digambar oleh tanganku yang gemetar.

Jalanan yang kulaknat itu, adalah langkah yang sekiranya salah.

"Ternyata, aku manusia"

Karpet-karpet itu tak menungguku tersandung,

Ia hanya terlipat ujungnya.

Jam-jam itu tak pernah mencuri waktuku,

Akulah yang mencabut baterainya hingga dayanya habis sendiri.

"Dan aku tersungkur"

Kukira rumah ini yang menghantui,

Ternyata gema itu berasal dari nurani yang sudah tak berisi.

Racun itu tak pernah tiba-tiba larut dalam air. Seseorang telah meraciknya, dan aku dipaksa menelannya.

Aku bukan tamu di tempat yang runtuh ini. Akulah lantai yang retak, pintu yang menganga, kursi dingin yang kehilangan kakinya.

Akulah tumpukan bingkai yang tak ada wajahnya.

Akulah debu yang lupa tempatku dimana.

Akulah reruntuhan yang menangkis beban itu sendiri.

Aku tak pernah tinggal di rumah itu. Rumah itulah yang meninggal tanpa pemakaman.

More Chapters