Malam itu, Fahrul menatap buku catatannya sambil menarik napas panjang. Ia membaca ulang pelajaran yang tadi siang sempat dilupakan karena sibuk panitia. Matanya berat, badannya lelah, tapi pikirannya tetap bergolak.
Aku harus bisa. Acara besok penting, sekolah juga penting. Aku nggak boleh pilih salah satu saja, gumamnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 23.00. Fahrul menutup bukunya perlahan, mematikan lampu, lalu berbaring. Namun, matanya tak langsung terpejam. Ia memikirkan semua yang sudah ia lalui: persiapan dekorasi, kesalahan kecil kemarin, teman-teman yang mendukung, dan tentu saja, ibunya yang selalu mengingatkan dengan lembut.
Saat akhirnya tertidur, ia bermimpi sedang berdiri di panggung besar, dengan sorotan lampu dan banyak orang yang bertepuk tangan. Tapi tiba-tiba, panggung itu goyah, dekorasi jatuh, dan semua orang menoleh padanya. Fahrul terbangun dengan keringat dingin.
Astaga… mimpi apa tadi?! pikirnya. Ia menatap langit-langit kamar. Besok harus sempurna. Aku harus percaya sama tim.
Pagi harinya, Fahrul sudah bangun sejak Subuh. Ia mandi, berpakaian rapi, dan membawa catatan dekorasi. Ibunya menyiapkan sarapan dan bekal kecil.
"Nak, jangan lupa sarapan ya. Jangan cuma sibuk kerja," kata ibunya sambil menyodorkan roti isi dan air minum.
"Siap, Bu. Makasih banyak," jawab Fahrul sambil tersenyum.
Sesampainya di lokasi, suasana sudah ramai. Tim panitia datang lebih pagi untuk memastikan semua siap. Kak Amel menghampiri Fahrul.
"Siap, Rul? Hari ini waktunya kita kasih yang terbaik."
Fahrul mengangguk mantap. "Siap, Kak! Kita pasti bisa."
Dia melihat ke arah teman-temannya: Bayu sedang memeriksa sound system, Nina menempel hiasan terakhir, Tiara mengecek daftar tamu. Semua bekerja sama. Untuk pertama kalinya, Fahrul merasa bukan cuma seorang anak yang ikut-ikutan… tapi benar-benar bagian penting dari tim.
Dalam hati, ia berbisik, Hari ini akan jadi hari yang nggak akan aku lupakan.