LightReader

Chapter 16 - Saat Tirai Dibuka

Hari itu, matahari bersinar cerah, seolah ikut merayakan acara yang akan segera dimulai. Fahrul berdiri di samping panggung, memegang daftar rundown acara. Jantungnya berdegup kencang. Ia memeriksa sekali lagi: dekorasi sudah rapi, sound system sudah dites, kursi tamu sudah disusun.

Satu per satu tamu mulai berdatangan. Ada anak-anak dari sekitar kampung, ibu-ibu yang ikut membantu semalam, para donatur, dan tamu penting dari sponsor. Fahrul menyambut mereka dengan senyum ramah sambil membagikan tanda pengenal.

"Rul, semua aman?" tanya Kak Amel sambil menepuk pundaknya.

"Alhamdulillah, aman, Kak," jawab Fahrul. Tapi dalam hati, ia masih gugup.

Tiba waktunya pembukaan. MC naik ke panggung, musik latar diputar, semua mata tertuju ke depan. Fahrul berdiri di samping, mengintip dari balik tirai. Saat MC memanggil namanya untuk memberi sambutan singkat sebagai ketua panitia, lututnya terasa lemas.

"Fahrul, ayo," bisik Tiara sambil mendorong pelan.

Dengan napas ditahan, Fahrul naik ke panggung. Ia memandang ke arah hadirin yang tersenyum, menunggu. Tiba-tiba, ia melihat ibunya duduk di barisan depan, memberi anggukan penuh semangat.

Fahrul menarik napas panjang.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh…," suaranya sedikit gemetar di awal, tapi lama-lama semakin mantap. "Pertama-tama, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah mendukung acara ini… terutama kepada teman-teman panitia, para donatur, dan masyarakat sekitar yang sudah bersama-sama bekerja keras…."

Suasana ruangan tenang, semua mendengarkan dengan saksama. Saat Fahrul selesai berbicara, tepuk tangan terdengar riuh. Ia membungkuk pelan, tersenyum lega, lalu turun dari panggung.

Tiara langsung menghampirinya. "Keren banget, Rul! Kamu sukses banget tadi."

Bayu menepuk bahunya. "Gila, deg-degan nggak?"

Fahrul hanya bisa tertawa kecil. "Banget!"

Saat acara berlanjut dengan hiburan dan penampilan anak-anak, Fahrul duduk sebentar di belakang. Matanya hangat, hampir berkaca-kaca. Semua kerja keras, lelah, marah, salah paham, begadang, terbayar hari ini.

Ia menatap ke arah panggung sambil tersenyum. Dalam hatinya, ia berkata, Ternyata… rasanya jadi pemimpin itu bukan soal hebat sendiri. Tapi soal percaya pada orang lain, dan mau belajar dari kesalahan.

More Chapters