LightReader

Chapter 6 - Ch. 06

Namun pria itu tidak memedulikan keadaannya saat ini, karena pikirannya sedang dibuat sangat tidak menentu atas hilangnya seseorang yang sangat penting baginya. Walau keluh kecil sekalipun tidak terlontar, tetapi nyala api obor berhasil menampilkan sirat wajah penuh kekhawatiran dan kesedihan.

Dia adalah An Se, seorang pria keturunan keluarga bangsawan dari daratan Tiongkok yang tak sengaja terdampar di Pulau Jawa bersama dengan beberapa kerabat dan para pengikutnya dua belas tahun yang lalu. Hal itu dikarenakan adanya suatu tragedi yang terjadi pada keluarganya, dan mengharuskan mereka semua melarikan diri sejauh mungkin dari negerinya.

Seluruh Keluarga An dibantai secara keji oleh sekelompok orang suruhan yang menjalankan tugas dari orang yang menginginkan Keluarga An binasa hanya demi suatu persaingan bisnis perdagangan.

Beruntungnya, An Se dan kakaknya, An Mei, berhasil diselamatkan. Mereka pergi hanya dengan sekelompok kecil pengikut setia hingga sampai di Tanah Jawa ini, tepatnya di wilayah Kerajaan Pangkuran.

Rupanya, nasib baik berpihak kepada mereka. Pada suatu hari di sebuah perayaan persembahan laut, seorang pangeran tak sengaja melihat An Mei dan langsung jatuh hati padanya. Sang pangeran segera menyunting gadis cantik berkulit seputih giok salju, bermata kelopak bunga persik dengan bentuk wajah serupa biji kwaci.

Hingga pada suatu hari, lahirlah An Zi yang merupakan anak titipan dari An Mei sang kakak kandung dari An Se. Mereka harus berpisah tempat tinggal karena ada suatu hal yang membuat kakak beradik tersebut tidak bisa tinggal bersama.

An Zi harus dirawat dan dijaga oleh sang paman di sebuah lembah terpencil yang bernama Lembah Pakisan. Namun, sudah beberapa kali An Zi melarikan diri keluar dari pengawasan para pelindungnya seperti hari ini.

Mengapa An Zi harus selalu diawasi?

"Ke mana perginya anak itu sebenarnya?" tanya An Se sang pria muda berhanfu putih dengan rambut hitam, lurus dan panjang hingga batas pinggang bertanya dalam hati sembari mengingat-ingat sesuatu. "Bagaimana bisa dia menerobos keluar dari array pelindung yang masih kuat terpasang itu?"

An Se memerhatikan dengan saksama suasana tempat mereka mencari An Zi. Kegelapan malam telah membuat pandangan mata tidak bisa dengan leluasa melihat keadaan sekitarnya. Terlebih lagi, mereka semua tidak bisa dengan bebas keluar masuk lembah seperti orang desa kebanyakan.

Salah seorang dari para pencari datang melaporkan. Sangat jelas dari wajahnya, jikalau dia sudah kelelahan akibat terus diperintahkan mencari An Zi.

"Tuan Besar! Kami tidak menemukan tuan muda di mana pun," ucap pria itu dengan tubuh menggigil.

"Benar sekali, Tuan Besar. Bagaimana ini? Kami sudah hampir setengah hari mencarinya, akan tetapi Tuan Muda An Zi belum juga kami ketemukan." Seorang wanita juga berkata dengan wajah cemas dan tampak lelah.

Yang ditanya tidak segera menjawab, melainkan tampak sedang memikirkan sesuatu.

Para pelayan yang bersama-sama mencari keberadaan An Zi sekarang memilih berkumpul untuk beristirahat.

"Kalian semua tenanglah dan jangan dulu mengganggu tuan kita. Biarkan tuan berpikir dan memutuskannya," sahut Paman An Lan kepada orang-orang yang bertanya.

Orang-orang pun segera terdiam dan tidak berani lagi untuk bertanya. Mereka jelas tidak rela jika An Zi dibiarkan saja tanpa diketahui rimbanya, akan tetapi tubuh tidak pernah bisa berbohong walaupun seseorang berusaha untuk tetap berdiri tegak.

Tak bisa dipungkiri, kalau mereka pun sudah merasa lelah yang teramat sangat dan tak sanggup lagi jika terus berjalan jauh.

'Hari sudah semakin gelap dan mereka sudah kelelahan. Rasa-rasanya aku sangat tidak tega untuk bersikeras memaksa mereka mencari keponakanku itu.' An Se bergumam dalam hati sambil masih tegak berdiri di bawah naungan payung yang dipegangi oleh seorang pria setengah tua. 'Tetapi aku juga tidak bisa tenang tanpa An Zi terlihat di depan mataku.'

'Bagaimana jika dia kelaparan dan kedinginan?' gumam An Se dalam hati sambil membayangkan keponakan satu-satunya itu tengah meringkuk di suatu tempat dalam keadaan menyedihkan. 'Bagaimana kalau sakit perut dan demamnya kambuh dan siapa yang menolongnya?'

An Se tidak bisa untuk tak menitikkan air mata. Hatinya terasa sangat pedih dan tidak rela jika semua hal mengerikan itu terjadi.

Pria muda itu berteriak dalam hati. 'Alangkah nakalnya bocah itu! Berani sekali membuat pamannya ini ketakutan dan tidak bisa tenang walau dalam sekejap mata saja!'

"Paman Lan, An Zi masih belum juga diketemukan tetapi keadaan kita tidak memungkinkan kita mencari lebih jauh dari tempat ini. Bagaimana menurut Paman?" An Se bertanya sambil menatap puluhan nyala api obor yang menyebar ke segala arah dan sesekali tampak berlarian ke sana dan ke mari. "Apakah tidak sebaiknya kita hentikan dulu pencarian ini?"

More Chapters