LightReader

Chapter 7 - Ch. 07

"Jika melihat keadaan kita sekarang ini, memang sudah tidak mungkin untuk mencarinya lebih jauh lagi. Akan sangat berbahaya sekali jika keberadaan kita tercium oleh para penduduk desa itu, Tuan." Paman Lan berucap sambil mengikuti arah pandangan tuannya.

"Maafkan paman, Tuan Besar! Bukannya paman tidak mencemaskan keadaan tuan muda, tetapi kita semua juga mengetahuinya." Paman Lan takut jika ucapannya tadi akan menyinggung sang majikan.

An Se hanya bisa menarik napas sesaat, untuk kemudian mengembuskannya secara perlahan guna melepaskan keresahan hatinya. "Paman memang benar. Kalau begitu, mintalah mereka semua untuk pulang kembali ke lembah. Biar kita lanjutkan pencarian esok hari."

"Siap, laksanakan perintah!" Paman An Lan yang merupakan salah seorang tetua dari Keluarga An segera memanggil salah seorang dari para pengikut An Se agar memberitahukan kepada semua orang, bahwa pencarian dihentikan untuk sementara waktu.

An Se mendesahkan napas berat sambil berbalik badan dan berjalan dengan diiringi Paman An Lan pengikut setianya. Betapa kenestapaan terus menyelimuti Tuan Lembah Pakisan yang jarang diketahui oleh orang biasa.

"An Zi, maafkanlah paman yang terpaksa menghentikan pencarianmu. Mudah-mudahan malam ini kamu baik-baik saja dan ada yang menjagamu."

Meskipun dengan sangat berat hati, akhirnya mereka semua harus kembali ke Lembah Pakisan dan bertekat untuk melanjutkan pencarian esok hari.

An Se melangkahkan kaki dengan perasaan sedih yang teramat dalam hingga cahaya suram di wajahnya berhasil membuat orang lain ikut bersedih hati.

Dia merasa tak ubahnya seperti seorang jenderal yang kembali dari medan pertempuran dalam keadaan kalah. Pria itu bak peri yang kehilangan sepasang sayap hingga merasa separuh tubuhnya lumpuh dan tak bisa lagi menegakkan lehernya.

Gelap malam kian menyelubungi kisi-kisi langit yang masih mencurahkan hujan walau tak sebegitu deras, mengiring perginya pemilik wajah-wajah gelisah, sedih dan sepi terus mengikuti langkah An Se yang terayun perlahan.

Sebenarnya, siapakah orang yang sedang mereka cari dan berada di mana dia sekarang ini?

"An Zi, maafkanlah paman." An Se berucap lirih dalam hati dengan kehancuran yang tidak dapat lagi digambarkan. "Semoga kamu baik-baik saja dalam penjagaan Yang Kuasa."

*****

Sementara itu di tempat lain.

Hutan Sawo Alas sudah kian menggelap dengan suasana angkernya yang kental dan membuat bulu kuduk mahluk bernama manusia akan langsung meremang. Hujan mungkin telah mereda dan sayap-sayap para kelelawar pun mulai berkepakan ke segala arah.

Mereka sibuk menikmati buah-buahan yang telah basah oleh air hujan, untuk mengisi perut kecil mereka setelah seharian tertidur di tempat persembunyian.

Pada saat itu juga, sekelebat bayangan putih bagaikan terbang dengan kecepatan tinggi, melesat keluar dari Hutan Sawo Alas sembari memanggul tubuh seorang pemuda belia yang sedang tertidur.

Namun, sesosok bayangan lain ternyata juga bergerak tak kalah gesit, menyusul serta menghadangnya di tengah perjalanan.

Bayangan berjubah putih berhenti tepat di hadapan si penghadang dan berseru, "Siapa Anda ini, dan mengapa menghadangku?"

"Dan siapa pula Anda, yang telah menyusup memasuki daerahku dengan kelakuan seperti seorang penculik saja?" Bayangan berpakaian serba ungu tua balik bertanya sambil masih membelakangi orang yang tengah dihadangnya.

Jika diperhatikan dari suaranya, kemungkinan pria ini memiliki usia sekitar empat puluh tahunan.

"Penculik?" Lelaki muda berjubah putih yang sedang memanggul anak lelaki itu tampak menjadi tersinggung dengan kata 'penculik' dari bibir orang tua ini.

"Sial! Ternyata menjadi orang baik itu tidaklah semudah seperti membalikkan telapak tangan!" geram Jatayu dalam hati dengan perasaan jengkel. "Menolong seseorang juga masih dikatakan menculik!"

Jatayu terdiam sesaat guna meredakan gejolak amarah. Bagaimanapun juga, saat ini ia memang sedang membawa tubuh Langit yang sengaja dibuat tidur agar mudah untuk dibawa olehnya.

"Aku bukan seorang penculik, dan Anda juga tidak perlu mengetahui siapa aku, Tuan! Dan karena aku sedang terburu-buru, maka pertanyaan Tuan yang seolah menuduhku sebagai pencuri itu bisa aku lupakan!" Jatayu berkata sembari bersiap untuk pergi. "Saya harap Tuan segera memberikan aku jalan!"

Pria tua mengusap jenggotnya yang panjang dan berwarna putih. Sikapnya terlihat tenang, tapi sepertinya cukup berhati-hati dan waspada.

"Merasa diri bukan seorang penculik, tetapi ada seseorang dalam panggulanmu yang sedang dicari oleh keluarganya." Pria berbusana serba ungu itu berhasil mengejutkan Jatayu dengan kata-katanya. "Soal untuk bisa keluar dari hutan ini, itu perkara mudah. Tetapi serahkan dulu pemuda itu padaku, dan aku tidak akan menghalangi kepergianmu lagi."

Jatayu kembali merasa geram dan berseru, "Maaf, Tuan. Aku tidak bisa! Anak ini dalam keadaan sakit dan aku harus segera membawanya ke tempat yang lebih layak daripada tinggal di hutan ini."

"Jadi tolong, Tuan tidak menghalangiku terlalu lama, karena anak ini harus segera mendapat perawatan," ujar Jatayu dengan harapan pria ini akan segera menyingkirkan diri dari hadapannya. "Tuan, mohon pengertiannya."

"Sopan sekali penculik kecil ini," gumam orang asing seraya mengusap jenggotnya. "Tapi meskipun kamu sangat sopan, sayangnya kamu tetaplah seorang penculik."

"Anak ini, aku mengenalnya dan kalau kamu benar-benar ingin menolongnya, maka berikan dia kepadaku untuk kuantarkan kembali kepada keluarganya," ujar pria penghadang yang sekarang berbalik badan menghadap kepada Jatayu.

Jatayu bisa melihat dengan jelas rupa wajah dan aroma orang yang sedang berhadapan dengannya, begitu pula dengan orang yang berdiri sebagai lawan. Keduanya saling tertegun satu sama lain dalam pemikiran yang berbeda namun juga hampir serupa.

"Siapa sebenarnya orang ini?" Jatayu bertanya dalam hati sembari mencoba untuk mengenali aroma tubuh orang tua yang ada di depannya. "Dari aroma tubuhnya, sudah jelas sekali tercium kalau dia adalah sebangsa dengan kami."

"Anak muda ini bukanlah manusia biasa seperti orang bumi kebanyakan." Pria setengah tua itu membatin sambil mencoba mengenali aroma dari tubuh anak muda di hadapannya saat ini. "Aroma dari tubuhnya memancarkan kekuatan gelap yang sangat pekat, tetapi juga ada aroma lain yang sangat tersembunyi dan seperti aku kenali."

"Benar-benar seorang anak muda yang misterius," pikir lelaki berjubah ungu. "Bagaimana bisa, ada dua kekuatan jahat dan baik yang saling bertentangan satu sama lain menyatu dalam tubuh satu orang?"

"Mengapa aku merasa seperti sedang ditelanjangi oleh orang ini?" Jatayu merasa ada suatu kekuatan gaib yang sedang membungkus tubuhnya dan merasuk hingga ke dalam. "Jelas-jelas orang ini bukanlah seseorang yang bisa aku anggap remeh. Siapakah orang ini sebenarnya?"

Keduanya masih saling terdiam sambil menjajaki kemampuan lawan dengan ilmu gaib yang tentunya tidak akan terlihat, atau terlacak oleh pandangan mata manusia pada umumnya.

Walaupun tampak tenang dan diam, tetapi sebenarnya mereka sedang dalam keadaan berperang, saling menyerang satu sama lain hingga menyebabkan udara di sekitarnya mengalami suatu pergolakan hebat.

Keduanya dalam posisi diam namun berusaha saling mematikan lawan.

Diam, tapi mematikan!

More Chapters