LightReader

Chapter 21 - True God

Tuhan yang benar adalah Allah atau disebut juga sebagai YHWH.

Dialah yang menciptakan seluruh dunia, makhluk, semuaNya—tanpa terkecuali. Dia yang menciptakan seluruh elemen di dunia dan dia yang menguasai Nya. Dia tak dapat didefinisikan oleh konsep matematika apapun, semua Large Cardinals, Aleph, loteng Cantor tak akan dapat mendefinisikan Nya. Dia mustahil untuk dipahami, dunia bagiNya hanyalah ketiadaan, "ketiadaan" disni bukan bermaksud mengabaikan seluruh ciptaan-Nya melainkan sebagai gambaran bahwasanNya Dialah Sangat MahaKuasa, dapat dibuktikan dengan Dia yang mengutus para Nabi, dan beberapa Nabi yang terkenal seperti Ibrahim, Isa, Muhammad dapat dibuktikan bahwa mereka ada dalam catatan sejarah, bahkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam dalam buku "100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia" Beliau ditetapkan sebagai Orang paling Berpengaruh di Dunia.

Seiring perkembangan zaman, banyak manusia yang mulai tak percaya akan Tuhan yang benar. Mereka sedari dulu mencari celah dan berusaha menjelaskan bahwa Tuhan itu tidak ada. Namun, semua argumen mereka melupakan konsep "Transenden", Transenden disni berarti berada di atas dan tidak bergantung pada; naik di atas, melampaui, berhasil." Menurut definisi ini, Tuhan adalah satu-satunya Wujud yang benar-benar transenden. "TUHAN Allah Yang Mahakuasa" (dalam bahasa Ibrani, El Shaddai) menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi, di bawah bumi, dan di langit di atas, namun Dia ada di atas dan tidak bergantung pada mereka. Segala sesuatu ditegakkan oleh kuasa-Nya yang besar. Sehingga menyebabkan beberapa argumen mereka malah terlihat seperti argumen kosong.

Permasalahan Ketuhanan merupakan sebuah pembahasan pelik yang takkan pernah ada habisnya untuk dibahas. Begitu banyak misteri yang masih sangat gelap pada persoalan ketuhanan. Sejak dahulu para Failasuf, baik Failasuf timur maupun barat terus berdebat dan mengeluarkan tesis-tesisnya dalam menjawab persoalan-persoalan ketuhanan. Tapi selalu saja tak ada kata sepakat, bahkan sekian banyak pendapat tentang ketuhanan yang mereka ajukan tampak saling bertolak belakang.

Permasalahan bagaimana dzat Tuhan, bagaimana sifat Tuhan, bagaimana hubungan Tuhan dengan alam misalnya, ketika pertanyaan ini disodorkan kepada para Failasuf Barat maka mereka tentu menjawab dengan tesisnya sendiri, yang jawaban itu berbeda dengan jawaban Failasuf timur atau Islam misalnya jika disodorkan padanya pertanyaan yang sama. Sekali lagi, persoalan ketuhanan memang persolan pelik yang kita dituntut untuk cermat-cermat dalam memahaminya. Mereka semua memiliki epistemologi masing-masing dalam mencermati segala hal tentang Tuhan, sehingga hal inilah yang membuat sekian ragam pendapat tentang persoalan-persoalan Ketuhanan.

Tidak benar jika dikatakan bahwa para Failasuf sangat berpegang pada konsep transendensi Tuhan dari alam saja, pada faktanya tidak sedikit Failasuf yang juga sangat berpegang pada konsep Imanensi Tuhan (kebersatuan antara Tuhan dengan alam). Meskipun kebanyakan Failasuf ada yang beranggapan bahwa Tuhan itu transenden atau sangat jauh bahkan diluar alam bahkan mengatasi alam, tapi tak bisa kita pungkiri ada juga Failasuf yang memandang sebaliknya, dalam pandangan Failasuf yang lain, Tuhan justru amat sangat dekat dengan alam bahkan bisa dikatakan bahwa alam adalah nama lain dari Tuhan itu sendiri atau disebut Panteisme.

Banyak atheis di media online berusaha membantah bahwa Alam Semesta diciptakan oleh Tuhan, mereka tidak Terima karena sejauh ini hukum sebab-akibat mencangkup kesegala objek di Alam Semesta, terkecuali Tuhan. Mereka berusaha membuat argumen yang berujung seperti tembok untuk bahan debat dengan orang beriman, Namun argumen mereka ini sangat cacat dikarenakan Tuhan adalah Necessary Being. Keberadaan Yang Mutlak Ada merupakan konsep konsep metafisika yang merujuk pada Entitas yang harus ada dan tidak bisa tidak ada (mustahil tidak ada). Keberadaan Entitas ini adalah yang eksistensinya diwajibkan ada untuk semua hal yang ada dan juga untuk semua alasan yang ada di dunia. Entitas ini adalah Sebab Utama dan Sebab Pertama. Entitas ini tidak tergantung pada apa pun di luar dirinya (eksternal) dan juga merupakan Sumber dari keseluruhan eksistensi yang ada di alam semesta.

Sifat-sifat dari Keberadaan Yang Mutlak Ada (Necessary Being) ini adalah keabadian (eternity), keterpaduan atau kesempurnaan (perpetuity), dan adanya kesederhanaan yang esensial (essential simplicity). Secara umum, essential simplicity dalam konteks Necessary Being mengacu pada pemahaman bahwa Dia memiliki sifat-sifat yang sederhana tapi mendalam. Ini berarti bahwa Tuhan tidak perlu kompleksitas atau kerumitan untuk menjadi Sempurna dan Maha Kuasa. Sebaliknya, kesederhanaan-Nya justru mencerminkan kesempurnaan dan kekuatan mutlak-Nya.

Pertama, Necessary Being haruslah abadi, tanpa permulaan (tanpa asal-usul) dan tanpa akhir (tanpa kehancuran). Jika entitas ini tidak abadi, maka ia akan menjadi sesuatu yang "bergantung" pada sesuatu atau sebab lain eksistensinya, yang berarti ia bukanlah Necessary Being lagi. 

Semua entitas yang tidak memiliki keberadaan sebelumnya pasti membutuhkan sebab untuk menjadi "ada", tetapi Keberadaan Yang Mutlak Ada (Necessary Being) tidak memiliki "sebelum" atau "setelah", karena ia selalu "ada". Necessary Being pasti tidak memiliki permulaan (preexistence), yaitu tidak diciptakan atau berasal dari sesuatu yang lain. Ia tidak mengalami fase "tidak ada" sebelum "menjadi ada". Jika keberadaan yang diperlukan tidak abadi, maka ia akan mengalami kondisi "menjadi ada" dari kondisi "tidak ada", yang menuntut adanya penyebab eksternal. Hal ini akan menghilangkan sifat "Necessary"-nya karena bergantung pada penyebab lain.

Kedua, Keberadaan Yang Mutlak Ada (Necessary Being) selalu ada dalam kondisi eksistensinya yang sempurna. Tidak mungkin bagi entitas ini untuk "tidak ada" pada suatu waktu tertentu. Jika kita berpikir bahwa Keberadaan Yang Mutlak Ada (Necessary Being) bisa tidak ada, maka itu berarti kita menegasikan keberadaan tersebut dengan sendirinya, yang merupakan hasil dari sebuah kontradiksi.

Ketiga, Keberadaan Yang Mutlak Ada (Necessary Being) tidak terdiri dari bagian-bagian apa pun dan mana pun. Jika ia terdiri dari bagian-bagian, maka bagian-bagian tersebut harus ada sebelum keseluruhannya. Masing-masing bagian pun, jika demikian, akan memiliki esensi yang berbeda dari keseluruhannya. Ini bertentangan dengan sifat Keberadaan Yang Mutlak Ada (Necessary Being) yang seharusnya berdiri sendiri dan mandiri dalam eksistensinya. Maka dari itu, Keberadaan Yang Mutlak Ada (Necessary Being) adalah entitas yang keberadaannya adalah keharusan yang mutlak ada dan mustahil tidak ada (Absolute Necessity).

Oleh karena itu, Keberadaan Yang Mutlak Ada tidak dapat memiliki kompleksitas dalam eksistensialnya, karena kompleksitas berarti bergantung pada elemen-elemen yang lebih mendasar, yang bertentangan dengan konsep kemandirian absolutnya. Karena Keberadaan Yang Mutlak Ada adalah satu kesatuan yang sederhana, ia tidak dapat dibagi ke dalam dimensi apa pun. Jika ia dapat dibagi, maka setiap bagian akan mewakili aspek yang berbeda dari keseluruhan dan ini akan menciptakan kompleksitas. Dalam hal ini, Necessary Being pasti tidak terbagi-bagi (indivisibility).

Dengan arti lain, Necessary Being pasti memiliki sifat yang keberadaannya harus tanpa sebab eksternal. Apabila terdapat penyebab eksternal yang mengakibatkannya ada, maka entitas tersebut tidak lagi Necessary (Mutlak Ada), karena keberadaannya bergantung pada sesuatu yang lain. 

Lalu, Necessary Being sebagaimana disebut sebelumnya, mustahil bagi Entitas ini untuk Tidak Ada. Artinya, tak mungkin bagi Necessary Being untuk tidak ada, pada suatu waktu atau kondisi tertentu. Menolak eksistensinya, berarti menolak esensinya, yang mana secara logis amatlah mustahil. 

Terakhir, Necessary Being pasti tidak terbatas. Karena keberadaan dari yang Necessary tidak memiliki bagian-bagian atau batas-batas, sehingga ia tidak dapat terbagi atau dibagi dalam dimensi ruang dan waktu. Adanya pembagian akan menuntut lebih dari satu entitas yang diperlukan, sehingga menyebabkan adanya ketidakteraturan dan konflik dalam tatanan eksistensial.

Selanjutnya ada Monadisme filsafat inti dari Gottfried Wilhelm Leibniz yang menjelaskan realitas sebagai tersusun dari unit-unit fundamental tak terbatas yang disebut monad, substansi spiritual murni yang tak bisa dibagi, tanpa jendela (saling berinteraksi secara harmonis), dan memantulkan alam semesta dari sudut pandang mereka sendiri, menciptakan harmoni ilahi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Tuhan, Sang Monad Agung.

Dia melampaui semua Dunia yang Mungkin yang berjumlah tak terbatas, Dia melampaui segala ciptaan-Nya. Semua-Nya atau totalitas. Dunia Realitas, Dunia Perang Salib Parit, Dunia Para Hewan agung, Dunia Kehampaan, Dunia Para Cendikiawan, Dunia Mitologi, Dunia para dewa—tak ada satupun yang menggapai Sang Pencipta.

More Chapters