LightReader

Chapter 5 - Bab 5 – Darah Emas yang Membuka Gerbang Luka

Hujan semalam belum sepenuhnya surut. Lumpur masih menggenang di tepi mulut gua, menyisakan bekas-jejak pertempuran dan kegelisahan. Gohan terbangun dengan rasa hangat merambat—rasa yang belum pernah ia rasakan. Bukan sekadar darah yang memulih, tapi kekuatan asing yang merambat di nadinya.

Ia duduk perlahan. Pedang emas-hitam menancap di tanah, aura-nya memancarkan kilau lembut. Gohan mengernyit: "Apa ini... darahku terasa berbeda."

Kilasan pertama datang. Kilatan cahaya emas mengalir dari tubuhnya—darahnya yang biasa kini berwarna emas pekat, berdenyut seperti aliran sungai suci. Batu perban rapuh lama itu pecah, memperlihatkan luka panjang di lengan kanannya yang terus meregenerasi dan berlumuran kilau logam cair.

"Edan... ini sihir jenis apa..." batinnya panik sekaligus terpukau.

Potongan masa lalu tiba-tiba menerjang. Maestro, di tengah gurun tandus saat hujan pasir disepuh cahaya kuning, berkata: "Jika darahmu berubah emas, gerbang terluka akan membuka—gerbang yang menghubungkan Bumi ke Mitian... di antara dunia langit dan dunia abadi."

Kemudian, kilasan naga hijau raksasa muncul, membungkus Gohan, berbisik: "Gerbang ini adalah luka di tubuh dunia. Jika kau membuka... maka kau bukan hanya pewaris... tapi penyembuh atau penghancur."

Gohan terkejut membayang. Ia tergeletak di gua kecil — namun dunia di luar semakin nyata, semakin besar, dan semakin menyentuh garis antara hidup dan bencana besar.

Saat hujan mulai berhenti, Gohan berdiri dan melangkah mendekat ke pedang. Darah emas mengalir turun, menetes ke sela batu. Seketika, retakan panjang muncul di tanah gua—mirip dengan guratan naga. Berkilau dan menyala, berwarna biru keemasan, retakan itu menjalar ke atas dinding gua seperti luka yang terbuka.

"Oh… my god…" Gohan terkesiap keras, nafasnya terhenti. Cahaya biru-emocah keemasan menjelma jadi sebuah gerbang berbahaya—itu adalah Gerbang Mitian. Di dalamnya sanggup terlihat panorama dunia rahasia: pohon raksasa bercahaya, bangunan terapung di udara, dan aura mistis melayang; namun sisi lain gerbang—gelap, kosong, nyaris memancarkan antusiasme kematian.

Desahan halus terdengar saat Yue Xiulan memasuki gua. Matanya berbinar menyaksikan retakan itu. "Kau melakukannya..." suaranya bergetar. "Biar bagaimanapun kau belum menyadari... darahmu memilih jalannya sendiri."

Gohan menatap Yue, lalu mengalihkan pandang ke pintu gerbang—tangannya gemetar di pedang: "Apa sekarang kita masuk ke sana...?"

Tiba-tiba, gigitan dingin terasa di hati. Ia tahu, kini ancaman baru menyusup: Zhao Wuji—pemburu pewaris—akan datang setelah gemuruh darah emas ini tercium. Dan gerbang... bisa dipantau oleh sekte-sekte tinggi yang menunggu kesempatan.

Qin Rouye muncul dengan suara berat, penuh rasa penasaran dan amarah terselubung. "Kau membuka gerbang… artinya kau menginginkan akses ke Mitian. Tanahku... tanah pewaris naga... tapi kau mengklaim itu milik klan Li."

Gohan menatap tajam. Yue segera memisahkan mereka, menyentuh bahu Gohan. "Tenang... dia hanya ingin tahu. Tapi kita tidak pantas egois sekarang."

Pedang di tangan Gohan bergetar, mengeluarkan kilau hijau samar—perasaan pertahanan dan serangan yang bersatu. Gohan merasakan darah emas mengalir pesat, dan buru-buru menjauh dari gerbang: "Aku... belum siap untuk masuk ke Mitian! Aku masih trauma setelah..." Suaranya perlahan, dan matanya dipenuhi kesedihan karena kehilangan ibu angkatnya tadi.

Qin menarik nafas panjang, wajahnya melembut sekejap: "Baik. Tapi gerbang akan tumbuh. Mitian tidak menunggu. Sekali kau membuka—dunia akan menuntut jawaban."

Malam tiba dan cahaya gerbang meredup. Gohan duduk bersila, bekerja sama dengan Maestro dan Yue, melatih darah emas. Ia disuruh menggunakan pedang sebagai pesona menstimulasi luka—menyelaraskan darah yang baru tumbuh dengan energi pedang.

Setiap kali luka disentuh, kilatan cahaya muncul, seperti bintang yang meledak dalam mikro. Gohan merasakan suara mantra halus dalam darahnya yang terhubung dengan pedang. Ia tersentak: "Aku bisa mendengar... bisa merasakan... ada dunia lain dalam nadiku."

Yue dan Maestro menatap terpesona. Qin berdiri di sudut, ekspresinya sulit ditebak—bangga sekaligus cemas. "Ingat, penggunaan darah ini bisa membuka rahasiamu... atau membiarkannya menjebakmu."

Angin malam membawa aroma bunga malam—aromanya mengingatkan Gohan pada sosok dalam mimpinya: gadis misterius yang sering muncul. Yue menghela napas: "Aku sudah katakan.... kita butuh waktu... tapi aku juga melihat bayangannya—sesuatu / seseorang yang datang untukmu."

Kilasan: bayangan itu muncul di gerbang Mitian—sepasang bola mata merah, sosok bersiluet panjang. Gohan terkejut: "Dia... yang dulu berbisik 'jangan percaya darahmu'... dia kembali!"

Maestro menunduk: "Semakin lama kau tunda—bahaya akan menimbulkan dirinya. Naga teratai hitam akan bangun... dan itu awal dari kontrak jiwa."

Gohan menggigil. Ia sadar: ia tidak hanya belajar kekuatan, tapi juga memasuki perang spiritual yang jauh lebih gelap.

Tiba-tiba, suara halus berbaur dengan kemelut malam: "Gohan... aku tahu kau dengar. Buka hatimu... dan aku akan tunjukkan apa yang ibu kau sembunyikan... apa yang engkau takuti. Tapi... kau harus memberikan setetes darahmu sebagai kontrak."

Darah emasnya berdenyut liar. Gohan terdiam terpaku. Ia tahu ini jebakan—kontrak jiwa bisa mengikatnya pada entitas iblis, tapi tawarannya membisikan dunia iblis teratai yang tersegel dalam diri Yue. Ia menoleh ke Yue—mata mereka bertemu, pandangan itu... penuh kecemasan dan kabut ketidakpastian.

Pertempuran batin Gohan membuncah. Pedang di tangan terasa berat. Ia teringat nasihat Bu Ah sebelum mati: "Jangan percaya darahmu." Kini ia bertanya: siapa yang harus ia percaya?

Suasana tegang. Qin maju, suara mantap: "Jika kau tak kuat pegang darahmu, jangan teriak orders. Atau dunia akan tahu betapa lemahnya klan Li."

Gohan mencengkeram pedang. Aura darah emasnya memancarkan kilau cerah. "Baik." Suaranya pelan, mantap. "Aku akan membuktikan... aku bisa memimpin dan melindungimu... tanpa membuat kutukan itu bangkit."

Yue tersenyum sedih. "Aku akan ada di sampingmu... yang dulu hanya di mimpi."

Gerbang Mitian memancarkan sekali kilauan terang—seolah menyetujui keputusan mereka.

Namun tiba-tiba tanah berguncang. Cahaya gerbang Meruntuhkan retakan baru, dan suara gemuruh terdengar dari dalamnya—seperti naga mengepak sayapnya, mengepung redup. Guntur terakhir bergemuruh keras. Gohan mengangkat pedangnya, darah emas memancar kuat, suara hawa menjadi dingin mendadak.

Dari gemuruh terdalam Gerbang Mitian... muncullah sosok berkepala naga—sirip-sirip hitam dengan sisik hijau bercahaya, mulutnya menganga, dan sorot matanya tajam: "Si pewaris... kau telah menyentuh segel. Sekarang kau harus membayar..." Bisikan itu mengguncang jiwanya.

Gongan batin Gohan berdentang keras: ia bersiap untuk melangkah ke dalam gerbang—atau apakah ia akan mundur? Tapi satu hal jelas: tak ada jalan kembali. Dunia Mitian memanggil, dan darah emasnya adalah kuncinya.

Dan malam itu, di bawah cahaya gerbang yang memudar, nasib Gohan Lee—Pewaris Langit Ketujuh—semakin mendekati ambang pertempuran antara penyelamatan dan kehancuran yang abadi.

More Chapters