LightReader

Chapter 5 - Chapter 5

Bel masuk kembali berdentang nyaring, membuyarkan momen manis antara Ichigo dan Asuka di kelas 2-B.

Suara para siswa kembali riuh menyiapkan buku pelajaran.

suara langkah kaki guru dari koridor mulai terdengar pelan-pelan.

Namun, tidak seperti biasanya, Ichigo masih belum membuka bukunya.

Dia duduk bersandar santai, matanya setengah tertutup seakan ada yang mengganjal dalam pikirannya.

Asuka meliriknya cepat dari samping, lalu mencondongkan tubuh sedikit.

"Asal kau tahu ya..."

Asuka menyikut pelan sisi Ichigo dengan tangan kirinya.

"...itu pertama kalinya aku disuapi orang di kelas, apalagi cowok."

Wajahnya menoleh tapi matanya tidak fokus, seperti mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.

"Hanya karena kau yang melakukannya, aku bisa tahan malu."

Ichigo hanya menggeser pandangannya ke luar jendela.

Udara pagi masih terasa segar, langit bersih tanpa awan.

Namun, matanya tak mencerminkan ketenangan.

Dengan nada datar, dia membalas, "Aku tidak akan mengulanginya lagi kalau kau mulai bertingkah lebay."

Dia menyandarkan kepala ke tangan.

Asuka mendecak pelan.

"Lebay apanya? Aku cuma mengapresiasi momen manis!"

Tangannya meraih pulpen, mengetuk-ngetuk buku pelajaran tanpa ritme.

"Tapi ya... kalau kau benar-benar tidak mau, aku akan lupa."

Dia mengangkat bahu pura-pura cuek.

Seketika pintu kelas terbuka dengan kasar.

"BRAK!!"

Semua siswa di dalam kelas sontak menoleh.

Tiga orang siswa laki-laki masuk dengan langkah tak sopan, seragamnya berantakan, dasi longgar, satu dari mereka mengunyah permen karet sambil tersenyum miring.

Ketiganya langsung menarik perhatian semua orang.

Ichigo tidak bergerak sedikit pun.

Matanya menatap ke arah papan tulis, tapi sorotnya sedikit mengerut.

Asuka memutar matanya ke arah mereka bertiga, lalu berbisik lirih ke Ichigo.

"Kenapa mereka bisa masuk ke sini sih? Itu kan anak kelas 2-D... kelompok troublemaker."

Dia memelototi mereka dari bangkunya.

Salah satu dari mereka, yang rambutnya dicat merah marun, melangkah paling depan.

Namanya Renzou Kirihara.

Dia menyeringai ke arah kelas, terutama ke arah barisan tempat Ichigo dan Asuka duduk.

"Aku dengar ada yang menarik di sini~" ucap Renzou sambil menjentikkan jari.

Langkahnya terhenti dua meja di depan Ichigo.

Asuka menegang.

Dia setengah berdiri dari bangku, nada suaranya naik.

"Apa urusanmu masuk seenaknya ke sini, hah?"

Dia mencondongkan tubuh ke depan, tangan kirinya terkepal di atas meja.

"Kau mau cari ribut, Renzou?"

Renzou terkekeh.

Suara tawanya kasar, penuh ejekan.

"Tenang, tenang... aku cuma ingin lihat langsung..."

Matanya mengarah ke Ichigo, lalu ke Asuka.

"...kebenaran soal rumor pasangan misterius yang makin dekat setiap hari~"

Dia mengangkat alis, senyum licik menempel di wajahnya.

Ichigo akhirnya mengangkat kepala.

Tatapannya perlahan mengarah ke Renzou.

Tak ada senyum, tak ada perubahan emosi.

Tapi tekanan dari mata itu—dingin, tajam, dan... menghantam langsung ke dada.

"Kalau kau datang hanya untuk buang waktu dan ribut soal gosip..."

Nada Ichigo naik sepersekian.

"...keluar."

Renzou tertawa keras.

Kedua temannya juga ikut tertawa, seolah melihat tontonan lucu.

"Astaga, lihat yang satu ini... berani juga sekarang."

Dia maju satu langkah, mencondongkan wajah ke arah Ichigo.

"Apa karena kau merasa kuat? Karena duduk di samping cewek populer seperti Asuka Valkryie?"

Asuka berdiri penuh.

"Jaga ucapanmu, Renzou."

Tangan kanannya menunjuk tajam ke arah wajah cowok itu.

"Kalau kau sentuh Ichigo satu kali saja, aku sendiri yang lempar kau keluar jendela."

Nada suaranya rendah, tajam, dan sangat dingin.

Seluruh kelas diam.

Beberapa murid menahan napas.

Guru belum masuk—dan ketegangan ini seperti bom waktu.

Ichigo masih duduk. Tapi kini, kedua tangannya sudah di atas meja, posisi siaga.

Dia menatap Renzou tanpa berkedip.

"Kalau kau mau main fisik..."

Ichigo membuka mulutnya perlahan.

"...jangan lakukan di kelas ini. Aku tidak ingin darah menjatuhi bento-ku tadi pagi."

Suaranya tenang, tapi nada dinginnya membuat ruangan seakan menurun beberapa derajat.

Renzou mencibir.

Mulutnya menggembung oleh permen karet, lalu dia tiup sampai meletus.

"Seru juga kalau si kaku ini sudah mulai berani. Tapi baiklah..."

Dia melangkah mundur, lalu menoleh ke dua temannya.

"Kita lihat seberapa kuat pasangan anime satu ini. Kita tes... segera."

Beberapa siswa langsung berbisik pelan-pelan, membahas ketegangan barusan.

Ichigo duduk diam, memandangi papan tulis seperti sebelumnya.

Namun, ada sesuatu di mata itu—tenang namun waspada.

Asuka duduk kembali dengan tubuh sedikit gemetar.

Dia melirik Ichigo dari samping.

"...aku tidak suka saat kau jadi serius seperti itu."

Tangannya gemetar kecil, tapi suaranya tetap teguh.

"Itu membuatku... takut dan... penasaran sekaligus."

Ichigo tidak menoleh.

Tapi tangannya perlahan meraih botol air di dalam laci mejanya.

Dia menaruh botol itu ke meja Asuka.

"...minum. Biar tidak gemetar terlalu lama."

---

Suara pintu kelas yang ditutup kasar masih menggema.

Asuka duduk diam dengan wajah serius, matanya menatap kosong ke meja.

Ichigo menutup botol air yang tadi diberikan, lalu menoleh perlahan.

Tatapan mereka bertemu sejenak, sebelum Asuka mendekatkan wajahnya ke telinga Ichigo.

Suara napasnya lembut, tapi kata-katanya menusuk tajam.

"Ichigo... mereka kan tidak tahu..."

Asuka berbisik dengan nada tenang namun mengancam.

"...kalau kau itu punya kemampuan Immune to anything—kebal bacok, pukulan, racun..."

Dia menyunggingkan senyum tipis, mata tajam seperti kucing lapar.

"...bahkan sentuhan kematianku sendiri. Padahal aku kan Touch of Death."

Ichigo menghela napas pelan.

Tangannya naik, lalu menyentil dahi Asuka dengan dua jari.

"Asal kau tahu, ya... aku tahu itu."

Suaranya tetap tenang. Tapi sorot matanya mulai menyala.

"Dan sempat-sempatnya kau sombong."

Ichigo menyentil dahi Asuka

TAAK!

Asuka cemberut, sambil mengelus dahinya.

"Au... kau nyentilnya keras, tahu!"

Tapi kemudian dia tersenyum kecil, matanya menyipit penuh arti.

"Aku yakin kau bisa kalahkan mereka tanpa satu gores pun."

Dia menoleh ke depan, bibirnya berbisik pelan.

Langkah kaki terdengar dari luar kelas.

Suara sepatu menghentak keras, seperti menyampaikan tantangan.

Pintu didorong hingga terbuka.

Renzou Kirihara dan dua temannya kembali.

Senyum mereka mengembang penuh ejekan.

"Kami balik lagi," ucap Renzou dengan nada menantang.

Langkahnya masuk perlahan, menggertak.

"Tadi belum puas. Aku mau lihat langsung... sehebat apa sih Ichigo yang katanya jadi favorit cewek badass ini."

Dia menunjuk Asuka dengan dagu.

Kelas terdiam.

Ichigo berdiri.

Tanpa banyak bicara, dia mendorong kursinya ke belakang.

Langkahnya maju satu per satu, tenang namun penuh tekanan.

Tatapannya tak pernah lepas dari mata Renzou.

Seluruh suasana di kelas seakan membeku.

"Jangan sentuh satu pun barang di kelas ini," ujar Ichigo datar.

Suaranya tidak keras, tapi cukup membuat semua orang terdiam.

"Dan jangan sentuh teman sekelasku."

Langkahnya berhenti tepat satu meter di depan Renzou.

"Kalau tidak mau menyesal."

Renzou menyeringai.

"Berani juga. Tapi ini bukan soal keberanian, Ichigo..."

Tangannya meninju telapak tangan satunya.

"...ini soal posisi. Di sekolah ini, yang kuat itu yang bicara."

Dia mengangkat tangan, memberi isyarat pada dua temannya.

Teman pertama Renzou, Gonta, melangkah cepat ke kanan Ichigo.

Teman kedua, Suga, mengapit dari kiri.

Ichigo tidak bergerak sedikit pun.

Matanya hanya melirik ke samping.

"Asuka, mundur. Aku tidak ingin kau ikut terpental."

Asuka tersenyum kecil, tapi menuruti.

Dia melangkah mundur perlahan, duduk kembali ke kursinya.

Namun matanya terus mengamati Ichigo dari belakang.

Tangannya menggenggam meja erat.

"Kau boleh tunjukkan sedikit kekuatanmu... tapi jangan terlalu serius."

Gonta melompat terlebih dulu.

Tinju kanannya melesat ke arah kepala Ichigo dengan kecepatan tinggi.

Tapi—

“BRAKK!!”

Tinju itu berhenti di udara. Tertahan.

Ichigo hanya mengangkat satu jari, dan menahan pukulan itu dengan ringan.

Mata Gonta membelalak.

"Apa...?"

Dia mencoba menarik kembali tangannya, tapi tak bergerak.

Ichigo menatapnya datar.

"Lemah."

Satu tendangan memutar. Gonta mental ke belakang menabrak papan tulis.

Suga langsung maju dengan kuda-kuda rendah.

Dia menendang ke arah kaki Ichigo dengan teknik sapuan cepat.

Namun Ichigo melompat kecil, lalu mendarat di atas kaki Suga.

"Aku sudah bilang, jangan sentuh lantai kelasku."

Satu hentakan. Suga roboh menabrak meja paling depan.

Sisa hanya Renzou.

Namun wajahnya kini tak setertawa tadi.

Nafasnya sedikit terengah, tangan mengepal.

"Jadi... kau memang punya sesuatu yang disembunyikan."

Dia melangkah pelan ke depan.

Ichigo menatapnya.

Langkahnya tak gentar, tak buru-buru.

"Dan kau... terlalu banyak bicara."

Tangan Ichigo terangkat pelan, menunjuk dada Renzou.

"Satu sentuhan saja cukup untuk mengakhirimu."

Renzou tertawa miris.

"Berlagak seolah kau... tak terkalahkan."

Dia menyerang dengan telapak tangan terbuka, mencoba mendorong Ichigo mundur.

Tapi tangannya menyentuh dada Ichigo—dan seperti menabrak dinding baja.

Suaranya memekik. "AARRRGH!!"

Tangannya terpental mundur.

Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar.

"A-apa ini... tubuhmu... bukan manusia?"

Dia mundur dua langkah, matanya melebar.

Asuka bersandar di kursinya, menyilangkan kaki.

"Sudah kubilang... dia bukan manusia biasa."

Nada suaranya dingin, senyumnya mengembang tajam.

"Kau baru saja menyentuh seorang Immune Type. Kekuatan fisikmu tak akan bisa masuk."

Ichigo melangkah lebih dekat.

Sorot matanya kini serius, tekanan udaranya berubah.

"Ini peringatanku terakhir."

Dia berhenti di depan Renzou yang kini terduduk di lantai.

"Kau kembali ke kelasmu. Bawa dua temanmu. Dan jangan injakkan kaki ke sini lagi."

Renzou menggertakkan gigi, tapi anggukan kecil akhirnya keluar juga.

Dia bangkit dengan sisa-sisa harga diri yang tercabik.

Mengangkat Gonta dan Suga, lalu menyeret mereka keluar kelas.

Tanpa satu kata pun.

Kelas 2-B sunyi selama beberapa detik.

Kemudian suara desahan kagum dan tepuk tangan pelan mulai terdengar.

Asuka berdiri, berjalan perlahan ke arah Ichigo.

Dia menyenggol bahu cowok itu.

"Yah... kau memang luar biasa."

Ichigo melirik sebentar ke arahnya.

"Jangan terlalu kagum. Ini baru 5% dari kekuatanku."

Dia duduk kembali, menarik kursinya.

Sambil bersandar, dia menutup mata.

"Asal kau tahu... aku tak suka keramaian."

Asuka tertawa kecil.

"Sayangnya, setelah pertunjukan barusan..."

Dia menyengir lebar.

"...kau resmi jadi legenda baru di sekolah ini, Ichigo si kebal segalanya!"

---

Setelah bentrok singkat di kelas 2-B, suasana perlahan kembali normal.

Meja dan kursi yang tergeser mulai dibetulkan.

Namun sorot mata teman sekelas Ichigo masih menyimpan rasa kagum—dan takut.

Mereka baru saja melihat sisi Ichigo yang belum pernah muncul sebelumnya.

Dan Ichigo? Dia justru tampak... bosan.

Tangannya mengambil buku catatan, memasukkannya ke dalam tas selempang.

Langkahnya santai, tidak seperti seseorang yang baru saja membuat dua orang mental ke papan tulis.

Dia merapikan lengan bajunya, lalu menghela napas pelan.

"Fiuhh..."

Kepalanya menunduk sedikit sambil menggumam pelan.

"Aku tidak menyangka kalau aku harus berhadapan dengan trouble maker..."

Nada suaranya rendah, nyaris seperti ngomel pada diri sendiri.

"...huhhh. Padahal aku hanya ingin hidup tenang saja."

Tangan kirinya menepuk-nepuk tasnya, memastikan semua barang sudah masuk.

Sementara itu, dari bangku belakang—Asuka berdiri dan meraih ranselnya.

Langkah Ichigo menuju pintu kelas tanpa terburu-buru.

Saat dia menyentuh gagang pintu, suara langkah Asuka mengikuti di belakangnya.

Mereka berdua melangkah keluar dari ruang kelas 2-B.

Sinar matahari sore menyambut mereka dari jendela koridor.

Jam pulang sekolah pun resmi dimulai.

Murid-murid lain mulai berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing.

Beberapa melirik Ichigo dan Asuka, lalu cepat-cepat menunduk.

Ichigo melangkah tanpa peduli pada tatapan-tatapan itu.

Lalu—ia menoleh ke belakang, ke arah gadis berambut perak yang berjalan santai.

"Asuka, hoy... nanti mampir ke kombini dulu."

Asuka mengangkat alis, sedikit heran.

"Untuk apa?"

Ichigo mengangkat dua jari, seperti tanda damai.

"Aku ingin beli es krim."

Dia menyeringai tipis, nada suaranya enteng dan santai.

Asuka menyipitkan mata.

"Jarang-jarang sekali kau beli es krim."

Tangan Ichigo langsung terangkat, menunjuk ke arahnya.

"Ngomong sekali lagi, tidak jadi kubelikan es krim."

Tatapannya seolah menggertak, tapi bibirnya masih menyunggingkan senyum.

Asuka mendengus pelan, lalu mengangkat tangan tanda menyerah.

"Oke oke. Aku diam."

Dia menyusul langkah Ichigo, sejajar dengannya sekarang.

"Jadi... rasa apa yang akan kau pilih?"

Tatapan matanya kembali berkilat penasaran.

Ichigo menoleh sebentar, lalu menjawab tanpa ragu.

"Rasa melon. Es krim rasa melon adalah satu-satunya alasan aku tetap percaya dunia ini tidak sepenuhnya busuk."

Asuka tertawa, suara tawanya ringan dan jujur.

"Kalau aku... aku mau rasa soda. Yang ada gelembung-gelembung kecil itu."

Langkah mereka menyusuri koridor sambil mengobrol ringan.

Langit sore mulai berwarna jingga, menggambarkan waktu yang perlahan tenggelam.

Sesekali mereka melewati murid lain yang langsung memberi jalan.

Suasana jadi terasa seperti duo penguasa sekolah—meski mereka tak pernah mengklaim tahta itu.

Dan mereka tidak peduli.

Sampai akhirnya—

Di tikungan menuju gerbang sekolah, Ichigo berhenti.

Mata tajamnya langsung menoleh ke sisi kanan.

Asuka juga ikut berhenti.

Wajahnya langsung serius.

"Ada yang mengawasi," ujar Ichigo pelan.

Dia menurunkan tasnya sedikit.

"Asuka... tetap jalan seperti biasa. Jangan bikin gerakan aneh."

Suara Ichigo jadi lebih rendah, tapi jelas terdengar oleh Asuka.

Asuka melirik ke sekitar.

"Kau yakin?"

Dia mulai melangkah pelan, mengikuti instruksi.

"Siapa? Murid lain? Sisa geng Renzou?"

Langkahnya tetap stabil, tapi tangan kanannya sudah bersiap memanggil kekuatannya jika perlu.

Ichigo menggeleng pelan.

"Yang ini... bukan dari sekolah."

Dia menoleh sekilas, lalu mengedipkan sebelah mata.

"Kita tetap ke kombini. Tapi awasi cermin dan kaca di sepanjang jalan."

Senyum tipisnya kembali muncul, kali ini penuh ketegangan.

Asuka mengangguk kecil.

"Baiklah. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti aku hajar mereka duluan."

Dia melipat tangan di dada, lalu mendengus.

"Padahal aku cuma mau makan es krim."

Langkah keduanya berlanjut ke arah gerbang...

...tanpa mereka tahu, dari atas atap sekolah—seseorang tengah memperhatikan.

Matanya tertutup penutup satu sisi.

Telinganya dipasangi alat komunikasi kecil.

Dan di belakangnya... dua bayangan berdiri dalam diam.

More Chapters