Bab 15 – Pewaris Angin dan Langkah Pertama Menuju Revolusi
Fajar menggigit perlahan dari balik cakrawala, tapi angin di dataran tinggi Elvarien tidak pernah menunggu cahaya. Ia datang lebih dulu, membawa bisikan, dan kali ini… membawa nama.
Pewaris Angin.
Tanda yang Meniup Takdir
Kael berdiri di puncak bukit, menatap lembah hijau yang terhampar jauh. Di dadanya, tanda pewaris kini berubah — menyala biru muda, bergerak seperti pusaran angin kecil, dan berdenyut setiap kali arah angin berubah.
"Dia bangkit," gumam Kael. "Dan dia belum sadar… bahwa dunia mencarinya."
Runa muncul dari balik bebatuan.
"Kita yakin ini bukan jebakan?"
Kael mengangguk pelan. "Tidak ada yang bisa menjebakku… kalau aku lebih dulu menyiapkan perangkapnya."
Elvarien: Tanah Para Pengembara
Elvarien dulunya adalah tempat peristirahatan para penjelajah. Tapi sejak pendudukan militer atas nama 'keamanan', tanah ini kini dipenuhi pos pemeriksaan, sensor sihir, dan patroli tak dikenal.
Namun Kael dan timnya menyusup ke dalam tanpa suara — melalui jalur udara yang hanya bisa dibuka dengan mantra bayangan milik Bayangan.
Di tengah padang rumput tinggi, mereka menemukannya.
Seorang gadis remaja. Duduk sendiri di atas batu.
Rambut putih selembut awan. Mata hijau toska. Dan di sekelilingnya, angin tidak pernah diam.
Namanya Adalah Aeris
Kael melangkah pelan mendekat. Gadis itu membuka mata — dan seketika angin di sekitar mereka mengamuk. Debu beterbangan, rerumputan menari liar, dan Runa sampai harus mundur dua langkah.
Kael tetap tenang.
"Aku tidak akan menyakitimu," katanya. "Aku seperti kamu."
Aeris menatapnya, ketakutan. "Aku tidak tahu… siapa aku…"
Kael menunjukkan tanda di dadanya. "Kau salah satu dari kami. Pewaris. Dan kekuatanmu… bisa menyelematkan dunia. Atau menghancurkannya."
Pengepungan Mendadak
Sebelum Aeris sempat menjawab, tanda peringatan milik Runa bergetar.
Patroli kerajaan. Empat arah. Dua unit elit. Satu penembak sihir.
"Mereka sudah tahu kita di sini," kata Runa.
Salva tertawa sinis. "Mereka bergerak terlalu cepat… atau kita yang terlalu lambat."
Kael berdiri di depan Aeris. "Aku akan melindungimu. Tapi aku perlu kau percaya padaku. Biarkan anginmu memilih."
Aeris gemetar. "Aku… aku tidak bisa mengendalikannya."
Kael menatap lurus ke matanya. "Bukan kendalikan. Arahkan. Biarkan dia tahu siapa tuannya."
Lahirnya Sayap Pertama
Saat pasukan mendekat dan anak panah sihir ditembakkan dari kejauhan, Aeris menjerit.
Tapi jeritannya bukan ketakutan. Itu adalah tanda kebangkitan.
Angin di seluruh dataran tinggi menggila. Awan di atas pecah. Kilat menyambar bukan ke tanah — tapi ke udara, membentuk formasi pelindung.
Dan tiba-tiba, Aeris terbang.
Tidak dengan sayap. Tapi dengan angin itu sendiri.
Dia melayang di atas kepala Kael dan berteriak:
"Pergi dari sini! Ini bukan medan kalian!"
Pasukan kerajaan terseret mundur. Bahkan kuda-kuda tempur tak mampu berdiri.
Kael, sambil mengamankan Salva dan Runa, berbisik sendiri:
"Dia bukan hanya Pewaris. Dia adalah tiupan revolusi."
Tiga Pewaris, Satu Tujuan
Malam itu, di persembunyian darurat Elvarien, Kael memandangi Aeris dan Valeth yang kini duduk berdampingan, masih dalam proses pemulihan.
"Ada lima," katanya pada dirinya sendiri.
"Satu adalah aku. Dua telah bangkit. Dua lainnya… masih tersembunyi."
Salva mendekat. "Dan Regan sedang menyusun deklarasi perang terbuka. Rakyat mulai bertanya siapa yang bisa mereka percayai."
Kael menatap bintang di langit.
"Maka kita beri mereka jawabannya. Kita bukan sekadar Pewaris. Kita adalah mereka yang akan menulis ulang sejarah kerajaan."