LightReader

Chapter 8 - Cinta di Balik Jendela Kedai Kopi

Bab 8 – Goresan Baru dan Awal yang Tidak Lagi Sunyi

Pagi hari kini memiliki makna berbeda di kedai kecil itu.

Tak lagi sekadar rutinitas. Tak hanya aroma kopi dan denting lonceng.Kini ada dua orang yang selalu duduk di dekat jendela.Dua cangkir. Dua hati yang belum sepenuhnya utuh… tapi mulai belajar pulih bersama.

Buku Sketsa yang Baru

Adrian meletakkan buku sketsanya di atas meja.

Berbeda dari sebelumnya, halaman pertama kini kosong.

"Kenapa nggak mulai langsung dari tengah?" tanya Hana sambil menyeruput kopinya.

Adrian tersenyum, menatap kosongnya halaman. "Karena ini bukan lanjutan dari yang dulu. Ini bukan bab berikutnya… tapi cerita yang benar-benar baru."

Hana menatapnya dalam diam.

Ada luka di balik kalimat itu. Tapi juga keberanian.

Pelan Tapi Bersama

Hari-hari berlalu. Mereka tidak buru-buru.Kadang hanya duduk, saling membaca buku diam-diam.Kadang hanya membahas aroma kopi yang terlalu pahit atau terlalu manis.Kadang hanya duduk dalam diam — tapi sekarang, diam itu hangat.

Sampai suatu hari…

Adrian menggambar Hana sedang tertawa.

Ia menyelipkan satu kalimat di bawah sketsa itu:

"Ternyata, suara tawa adalah warna yang paling sulit kugambar. Tapi kamu membuatnya mudah."

Pelanggan yang Bertanya-tanya

Para pelanggan mulai sadar.

"Wah, Mbak Hana udah nggak sendiri terus ya sekarang."

"Ini siapa, Mas? Kayaknya sering nongkrong tapi nggak pernah pesen menu selain kopi vanilla."

Adrian hanya tersenyum, dan Hana menjawab ringan,"Dia orang yang paling tahu cara bikin kedai ini terasa seperti rumah."

Nama di Gelas Kopi

Satu sore yang cerah, Hana menyiapkan dua gelas kopi untuk dibawa ke meja. Kali ini, ia menuliskan nama di setiap gelas.

Biasanya tidak. Tapi hari itu istimewa.

Gelas pertama: "Adrian."

Gelas kedua:Bukan "Hana."Tapi:

"Kita."

Adrian membaca nama itu, lalu menatap Hana dengan pandangan yang tak butuh kata-kata.

Hana hanya berkata, pelan:

"Karena aku rasa… sekarang, cerita ini bukan cuma tentang aku atau kamu. Tapi tentang kita."

Akhir dari Sunyi, Awal dari Cinta

Malam datang. Adrian menutup buku sketsanya.

"Kalau nanti kamu berubah pikiran… kalau kamu merasa ini terlalu cepat…" katanya ragu.

Hana memotong pelan, "Aku gak akan berubah pikiran, Adrian."

Dan untuk pertama kalinya sejak mereka saling pandang dari balik kaca, Hana menggenggam tangannya.

Hangat. Nyaman. Seolah dunia memang sedang pelan-pelan menyatukan mereka.

More Chapters