LightReader

Chapter 4 - Ibu Tiri yang Baik Hati

Bab 4: Dinding Dingin Bernama Nadine

Hubungan Diah dan Raka mulai mencair, perlahan tapi pasti. Setiap pagi kini diwarnai sapaan pendek dari si bungsu, bahkan sesekali senyum kecil yang cepat-cepat disembunyikan. Namun Nadine… masih seperti tembok kokoh tanpa celah.

Di usianya yang remaja, Nadine menyimpan luka lebih dalam dari yang terlihat. Ia menyaksikan ibunya terbaring lemah di rumah sakit, mendengar suara tangis ayahnya di balik pintu kamar, dan melihat dunia berubah saat wanita asing bernama "Diah" hadir dalam hidup mereka.

Baginya, Diah bukan sekadar orang asing—Diah adalah simbol dari kehilangan yang belum sempat ia terima.

Hari itu, Nadine pulang lebih awal karena sakit perut. Diah yang sedang menyapu teras langsung menyambut khawatir.

"Nadine? Kamu kenapa?" tanyanya panik.

"Bukan urusanmu," jawab Nadine, berjalan cepat ke kamarnya. Tapi baru beberapa langkah, tubuhnya oleng.

Diah menangkapnya tepat waktu.

"Nadine! Astaga…"

Dengan sigap, Diah membawa Nadine ke sofa, menyelimuti tubuhnya, dan menyiapkan air hangat serta minyak kayu putih. Nadine mengeluh, tapi tak bisa menolak saat Diah menempelkan handuk hangat ke perutnya.

"Aku gak mau kamu sakit, Nadine…" bisik Diah.

Gadis itu menoleh. "Kenapa kamu peduli?"

Diah menatapnya. Tak ada amarah di matanya. Hanya ketulusan.

"Karena kamu anak dari orang yang sangat aku cintai. Dan karena aku ingin mencintaimu juga, kalau kamu mengizinkan."

Hening. Nadine menatap atap rumah. Lalu menutup matanya.

Tak ada jawaban. Tapi Diah tidak berharap banyak. Ia hanya menatap wajah pucat itu dan mengusap rambutnya dengan lembut.

Malam itu, Nadine terbangun dan melihat secangkir teh hangat di meja kamarnya. Di bawah cangkir itu, selembar kertas kecil:

"Aku tahu aku belum sempurna. Tapi izinkan aku mencoba. – Diah"

Nadine menatap tulisan itu lama. Ia tak menangis. Tapi untuk pertama kalinya, hatinya goyah.

Dan di pagi berikutnya, ia turun ke dapur… dan untuk pertama kalinya, duduk diam di meja makan bersama Diah dan Raka. Masih tanpa kata. Tapi kehadirannya sudah cukup membuat Diah tersenyum lega.

More Chapters