LightReader

Chapter 5 - Suara Gamelan di Ujung Gua Terlarang

Bab 5: Nada Terakhir yang Terkunci

Tama memukul satu demi satu bilah gamelan kuno itu.

Jarinya bergerak bukan karena hafal, tapi seperti dituntun oleh sesuatu yang lebih tua dari dirinya.Setiap dentang menggema dalam gua, namun bukan gema biasa—gema yang membawa suara lain bersamanya.

Suara tangis.Suara doa.Suara-suara dari masa lalu.

Satu per satu roh tanpa wajah muncul di sekeliling ruangan.Mereka berdiri diam, mengenakan pakaian tradisional Jawa, wajahnya buram seperti kabut.

Tama melanjutkan. Ia memainkan nada demi nada dengan tenang meski peluh membasahi wajahnya.Dan ketika nada terakhir hendak dipukul—

Gamelan itu berhenti bersuara.

"Kenapa… kenapa diam?" tanya Tama bingung.

Perempuan berselendang putih muncul kembali. Wajahnya kini terlihat sepenuhnya—muda, cantik, dan bersedih.

"Karena nada terakhir tidak bisa dimainkan dengan tangan…""…tapi dengan keputusan."

Tama memandang ke sekeliling.

"Keputusan?"

"Jika kau ingin mengakhiri suara ini, kau harus tinggal. Menjadi penjaga baru gua.Jika tidak… suara gamelan akan terus memanggil, dan roh-roh ini akan keluar.Memanggil orang lain. Menarik mereka masuk.Dan kutukan itu… akan berulang."

Tama terdiam.Ia sadar, inilah alasan kenapa namanya sudah ditulis sebelum ia datang.Kenapa suara itu selalu memanggilnya.

Ia bukan hanya pewaris.Ia adalah penebus kesalahan masa lalu—ibunya, tetua desa, dan semua jiwa yang mengorbankannya.

"Kalau aku tinggal… apa yang terjadi dengan dunia luar?"

"Dunia akan lupa kamu. Tapi mereka akan tenang."

"Dan kalau aku pergi?"

"Mereka akan terus bermimpi buruk. Mendengar gamelan di malam hari. Dan akan datang ke gua ini… satu per satu… hingga habis."

Tama menatap tangan dan gamelan di depannya.

Lalu ia berkata:

"Kalau begitu…biar aku jadi yang terakhir mendengar suara ini."

Ia memukul nada terakhir.

Suara menggelegar memenuhi gua.

Seluruh roh tersenyum… dan menghilang.

Dinding gua menyatu. Cahaya menutup pintu masuk.Dan di luar, dunia kembali tenang.

Epilog

Desa Soko Jati kini sunyi.Tak ada lagi suara gamelan.Tak ada lagi kabut aneh atau larangan malam Jumat Kliwon.

Tapi di dalam gua yang terkunci oleh akar dan batu tua,terdengar detak pelan, seperti napas.

Dan kadang… sangat jarang…bila kau melewati hutan itu sendiri,kau bisa mendengar satu dentang gamelan—sekali saja.

Itu tanda bahwa penjaga masih terjaga.

TAMAT

More Chapters