BAB 25 – Jalan yang Tak Ditulis
Kabut hitam melingkari Aeryn seperti jerat.
Tubuhnya berlutut di lantai toko, napasnya terengah. Runa hitam di kulitnya bersinar menyakitkan, seperti bara yang membakar dari dalam.Siluet kegelapan di sekitarnya berputar, berbisik tak henti:
"Balaskan dendammu.""Hancurkan dia.""Itulah tujuanmu hidup kembali."
Tapi di dalam dadanya, suara lain berbisik.Suara lembut, hangat—berasal dari tempat yang pernah mati dalam dirinya.
"Aeryn…""Aku minta maaf…""Aku masih mencintaimu…"
Wajah Kael.Pelukan itu.Tangisnya.Liontin biru di tangannya.
Air mata Aeryn jatuh lagi. Tapi kali ini, bukan karena amarah.Karena ia tahu jawabannya.
Ia berdiri perlahan, tubuhnya gemetar, tapi matanya bersinar tenang.
"Aku tidak akan memilih di antara cinta dan dendam.""Aku akan memilih jalanku sendiri."
Siluet gelap di hadapannya berteriak, menggema di ruangan:
"Tidak ada jalan lain! Kau terikat padaku!"
Aeryn merentangkan tangannya.
"Kalau begitu… aku akan memutus perjanjian ini."
Ia menatap belati hitam yang masih tertancap di dinding. Dengan langkah tegas, ia mencabutnya.Runa menyala liar, mencoba melukai tangannya, tapi Aeryn menggenggamnya kuat.
"Dengan darahku, aku bangkit.""Dan dengan kehendakku, aku bebas."
Belati itu ia hunus ke dada sendiri. Tapi bukan untuk menyakiti. Melainkan untuk melepaskan.
Ledakan cahaya hitam meledak dari tubuh Aeryn.
Kabut menjerit. Siluet gelap pecah seperti kaca. Runa-runa di kulitnya meleleh.Semuanya… hancur.
Dan ketika cahaya itu meredup—Aeryn jatuh terduduk, tubuhnya lemah, tapi bebas.
Pagi harinya.
Kael berdiri di luar toko ramuan, jantungnya berdegup keras. Ia merasakan sesuatu semalam—guncangan di dalam jiwanya.
Ia mendorong pintu.Dan di sana, ia melihat Aeryn tertidur di kursi, pucat dan lemah, tapi hidup.
Belati hitam itu tergeletak hancur di lantai.Runa-runa padam.
Kael mendekat, memeluk tubuhnya erat.Dan ketika Aeryn membuka mata, untuk pertama kalinya dalam lima tahun, senyumnya bukan senyum dendam. Tapi damai.
"Kael…""Aku lelah."
"Istirahatlah," jawab Kael, air mata jatuh. "Kau tak perlu melawan sendirian lagi."
Epilog – Beberapa bulan kemudian.
Elvaria perlahan kembali damai. Kabut hitam tak pernah muncul lagi. Sosok gelap menjadi legenda—dan sebagian menganggapnya mimpi buruk, sebagian percaya itu penebusan.
Aeryn tidak menjadi ratu. Tidak pula kembali sebagai tabib.Ia dan Kael tinggal di rumah kecil di tepi kota, di mana bunga-bunga bermekaran dan matahari selalu menyapa jendela.
Setiap malam, Kael menggenggam tangan Aeryn.Dan setiap pagi, Aeryn terbangun dengan damai.Bukan karena dendam. Tapi karena ia tahu—Ia telah memilih jalan yang tak ditulis, dan menang.
TAMAT