LightReader

Chapter 3 - Sebuah Cermin Pembohong

Bab 3: Siapa yang Sebenarnya Hidup?

Sejak malam itu, Raina tak berani lagi menyentuh cermin.

Ia menutupi seluruh permukaan kaca di rumah dengan kain hitam—bahkan kaca jendela kamar mandi. Tapi tetap saja… perasaan itu tak hilang.

Perasaan diawasi.

Selama dua hari penuh, Raina mengurung diri. Ia mematikan ponsel, menolak panggilan dari kantor, dan hanya makan seadanya. Tapi malam ketiga, semuanya mulai runtuh.

Ia terbangun dengan darah di tangan.

Tangannya sendiri.

Bersama serpihan kaca kecil yang tertinggal di sela kuku. Dan di kamar mandi, kaca wastafel… pecah.

"Aku nggak ingat apa-apa…" bisiknya dengan suara gemetar.

Ia memandangi wajahnya di pantulan keramik—mata sembab, kulit pucat. Tapi yang membuatnya menggigil adalah bayangan di keramik lantai... tersenyum lebih dulu sebelum dirinya sendiri tersadar.

Esok harinya, Raina nekat pergi ke rumah sakit jiwa kecil di pinggiran kota. Tempat di mana—menurut arsip lama di kotak kayu—neneknya pernah dirawat.

Ia menemui seorang perawat tua yang masih bekerja di sana. Namanya Bu Lilis.

Ketika Raina menyebut nama neneknya—Siti Marlina—ekspresi wanita itu langsung berubah.

"Kamu cucunya, ya?""Iya… ada yang ingin saya tanyakan soal masa lalu beliau."

Bu Lilis menghela napas panjang, lalu memandangi Raina lama, sebelum akhirnya berkata:

"Dulu, almarhumah sering menjerit-jerit di malam hari. Katanya... bayangan di cermin ingin menggantikannya.""Dia percaya bahwa refleksinya punya nyawa… dan sedang menunggu waktu yang tepat."

Raina terdiam. Ia merasa seperti mendengar naskah hidupnya sendiri.

"Tapi yang paling menyeramkan," lanjut Bu Lilis, "Nenekmu juga punya trauma masa kecil. Waktu kecil… katanya dia pernah hilang selama dua hari. Dan ketika ditemukan, dia tidak lagi sama."

Raina menatap tangannya sendiri. Luka di jari masih terasa. Tapi luka dalam dirinya... mulai terasa lebih dalam.

Sepulang dari rumah sakit, Raina membuka kembali buku harian neneknya. Di halaman terakhir, ada tulisan yang nyaris tak terbaca:

"Jangan biarkan dia keluar. Jangan biarkan dia menang."

Dan di bawahnya—

"Raina… aku minta maaf. Dia juga darahmu."

More Chapters