Bab 7: Yang Tak Pernah Ada dalam Rencana Waktu
Hujan masih turun, pelan-pelan berubah menjadi gerimis. Lana berdiri di antara dua garis: satu, jalan menuju Rael—yang tergeletak, berdarah, masih hidup tapi terluka; dan satu lagi, jalan yang menjauh dari semua itu, menuju dunia yang tidak ia kenal… tapi mungkin lebih jujur.
Di detik itu, semuanya hening di dalam hatinya.Tidak ada waktu. Tidak ada masa depan.Hanya dirinya.
Ia melangkah.
Tapi bukan ke arah Rael.
Melainkan… ke tengah.
Lana berlutut, tidak di dekat Rael, tapi di tempat dia bisa melihat semuanya. Menutup mata. Memegang Core Time Fragment yang entah kenapa—masih bersinar samar di telapak tangannya, meski seharusnya sudah digunakan.
"Tunjukkan aku… kebenaran.""Bukan masa depan. Bukan masa lalu. Tapi aku."
Dan untuk pertama kalinya, Core itu bergetar.
Waktu tak lagi bergerak maju atau mundur. Tapi pecah ke dalam dirinya.
Lana terseret ke dalam pusaran cahaya. Tapi kali ini, tidak ada kenangan. Tidak ada versi lain. Hanya dirinya sendiri, berdiri dalam ruang putih tanpa arah.
"Apa kau siap tahu semua jawaban?" tanya suara dari dalam kepalanya.
"Tidak," jawab Lana. "Tapi aku siap menanyakan pertanyaan yang benar."
"Pertanyaan seperti apa?"
"Jika aku tidak mencintai Rael, apakah aku masih akan datang ke masa depan?""Jika aku tidak ingin menyelamatkan dunia, apakah aku masih punya hak untuk hidup di dalamnya?""Dan jika aku bisa mengulang semuanya, haruskah aku tetap jadi penyelamat… atau hanya manusia?"
Suara itu diam lama.
Lalu menjawab, perlahan.
"Manusia tidak pernah diciptakan untuk menyelamatkan waktu.""Mereka diciptakan… untuk memilih."
Lana membuka matanya kembali. Ia masih di tempat yang sama. Gerimis telah berhenti.
Rael kini duduk bersandar di dinding, napasnya berat, tapi sadar.
Ia menatap Lana.
"Kenapa… kau tidak menolongku?"
Lana menatapnya balik, pelan berkata:
"Karena aku sudah menolongmu… di banyak versi diriku yang lain.""Sekarang… biarkan aku menolong diriku sendiri."
Rael tak menjawab. Tapi ia menunduk. Menerima.
Mungkin tidak semua cinta harus dimenangkan.
Mungkin tidak semua masa depan harus diperbaiki.
Karena terkadang, kesalahan adalah jalan terbaik menuju keutuhan.
Lana berjalan pergi. Tidak membawa siapa pun. Tidak mengubah sejarah. Tidak menyelamatkan dunia.
Tapi… ia pulang.
Dan untuk pertama kalinya, ia tahu persis siapa dirinya—bukan mesin waktu. Bukan korban. Bukan eksperimen.
Tapi seorang perempuan…yang berani memilih.
Selesai "Suatu Hari di Masa Depan" adalah kisah tentang cinta, kehendak bebas, dan keberanian untuk tidak menjadi sempurna demi menjadi manusia yang utuh.