LightReader

Chapter 40 - Chapter 40 – Jian Sixie's Information

Matahari siang menjelang sore menyinari kota Holuang dengan hangat. Sejak siang tadi, Lawzi Zienxi dan Vuyei sudah meninggalkan rumah paman dan bibi mereka. Kini mereka berada di pusat kota yang ramai, berjalan beriringan di antara deretan pedagang makanan dan penjual barang-barang biasa. Bau rempah dari makanan di kiri jalan menyatu dengan aroma kayu bakar dari penjual roti kering di kanan. Beberapa anak kecil berlarian di dekat mereka, tertawa sambil membawa permen tebu.

"Aku lapar," keluh Vuyei sambil melirik pot besar yang mengepul sup.

"Kamu baru makan tadi siang, Yei‘er," balas Zienxi sambil menahan senyum. "Lagipula kita ke sini untuk mencari informasi, bukan makanan."

"Tapi kalo informasi itu ada di dalam semangkuk sup daging, kan tidak salah juga," ujar Vuyei dengan wajah serius pura-pura.

Zienxi tertawa pelan, "Kau ini memang..."

Saat mereka melewati persimpangan kecil, suara riuh rendah dari arah kanan menarik perhatian mereka. Sejumlah orang tampak berkumpul mengelilingi seseorang yang berdiri di atas peti kayu, berbicara dengan semangat sambil menggenggam tongkat pendek. Zienxi dan Vuyei saling pandang.

"Ayo, kita lihat," ajak Vuyei penasaran.

Begitu mereka mendekat, suara laki-laki itu semakin jelas.

"...dan itu adalah pertarungan terbaik yang pernah aku lihat sepanjang hidupku, aku bersumpah demi roti bakar ibuku!" katanya lantang, membuat beberapa orang tertawa.

"Siapa yang menang, Kultivator Bai?!" tanya seorang pria tua di kerumunan.

"Ya! Katanya hampir seimbang, tapi siapa yang keluar sebagai pemenang?" sambung seorang wanita muda.

Pria yang dipanggil Kultivator Bai itu mengangguk serius, lalu mengangkat tangannya seolah meminta suasana tenang.

“Namanya… Jian Sixie,” katanya dengan nada dramatis.

Kerumunan mendadak hening.

Lawzi Zienxi dan Vuyei langsung saling menatap. Mata Zienxi menyipit, sementara Vuyei tampak bingung, seolah ingin memastikan ia tidak salah dengar.

“Jian… Sixie?” gumam Zienxi pelan.

“Kak, itu… Jian Sixie kita?” bisik Vuyei.

“Mungkin benar, kita dengar dulu penjelasannya,” kata Zienxi pelan.

Kultivator Bai melanjutkan, semangatnya tidak surut sedikit pun.

“Beberapa waktu lalu, di Sekte Utama Twilight Wind Sect di Gunung Awan Kelabu sana diadakan kompetisi besar antar murid cabang dan murid utama. Salah satu murid cabang, wanita muda, cantik, kelihatan kalem, tapi… gilaaa waktu bertarung, dia seperti badai datang dari utara!”

“Badai dari utara, ya?” celetuk seseorang, membuat kerumunan tertawa kecil.

“Beneran! Dia ngalahin satu per satu peserta dari sekte cabang dan bahkan murid utama mereka sendiri. Di final… dia melawan Mei Yui murid hebat dari cabang lain. Pertarungan mereka panas sekali! Api dan angin, gebrakan dan kilatan, seperti langit mau runtuh!”

Kultivator itu melambai-lambaikan tangannya, menggambarkan ledakan energi yang ia ceritakan.

“Pertarungan mereka berlangsung lama. Mereka hampir seimbang serangannya sama cepatnya, pertahanannya sama kuatnya. Tapi… pada akhirnya, si wanita tenang itu, Jian Sixie berhasil unggul di detik terakhir. Dengan satu teknik lembut tapi mematikan, dia membalikkan keadaan dan menjatuhkan Mei Yui. Penonton waktu itu sampai berdiri semua. Bahkan salah satu tetua sekte berdiri dan mengumumkan langsung bahwa dia akan dibawa ke sekte utama.”

“Woaaah…” gumam para pendengar hampir serempak.

“Gila juga generasi zaman sekarang…” bisik seorang lelaki paruh baya.

Vuyei akhirnya tak tahan dan menyela, suaranya agak ragu, “Maaf, rekan kultivator… maksudnya Jian Sixie sekarang berada di mana?”

Kultivator Bai menoleh ke arah suara itu, mengangguk sopan, “Oh, dia sekarang sudah diterima di Sekte Utama Twilight Wind Sect. Tempatnya agak jauh dari sini, di tengah Gunung Awan Kelabu, sebelah barat. Tempatnya indah tapi bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”

Vuyei menatap Zienxi, matanya berbinar.

“Kak… itu beneran Jian Sixie kita, kan? Haruskah kita pergi ke sana, bertemu dengannya?”

Zienxi mengusap dagunya sebentar, lalu geleng kepala pelan.

“Tidak perlu, lagi pula kita bukan anggota sektenya, tidak bisa sembarangan masuk. Lagi pun… biarkan dia jalani jalannya sendiri dulu. Jika memang takdir mempertemukan kita, pasti ada waktunya.”

“Tapi aku ingin bertemu dengannya…” gumam Vuyei dengan suara nyaris tak terdengar.

Zienxi menepuk pelan kepala adik sepupunya, lalu tersenyum.

“Aku juga Vuyei, tapi terkadang… orang-orang hebat memang harus pergi jauh dulu, sebelum akhirnya kembali.”

Setelah mendengar nama Jian Sixie dan percakapan penuh kejutan itu, Lawzi Zienxi dan Vuyei memutuskan melanjutkan perjalanan. Matahari masih menggantung di atas kepala, sinarnya membias hangat di sela-sela dedaunan dan bangunan kuno kota Holuang. Suasana kota tetap hidup dan ramai, suara-suara pedagang bercampur dengan tawa anak-anak dan dengung langkah kaki para pendatang yang datang dan pergi.

Keduanya berjalan menyusuri jalanan utama yang menuju gerbang luar kota. Mereka tak banyak berbicara, masih menyimpan bayangan wajah Jian Sixie dalam ingatan masing-masing, terkesan akan pencapaian yang luar biasa itu.

Saat mereka sudah hampir mencapai pintu keluar kota Holuang, langkah mereka terhenti saat seorang wanita berdiri tepat di tengah jalan setapak. Ia mengenakan jubah panjang berwarna putih bersih yang berkilau lembut di bawah cahaya siang. Aura tenang tapi sedikit waspada terpancar darinya. Rambutnya diikat rapi, dan di pinggangnya tergantung sebuah pedang berukir motif awan tipis.

Wanita itu mengangkat tangan dan sedikit membungkuk sopan, lalu bertanya,

“Maaf, rekan kultivator. Boleh aku tahu, kalian berdua hendak pergi ke mana?”

Zienxi menoleh cepat ke Vuyei, memberikan isyarat halus agar ia yang menjawab. Vuyei melangkah setengah langkah ke depan dan tersenyum sopan.

“Kami… belum menentukan tujuan pasti, senior. Tapi kemungkinan akan pergi ke kota lain. Kami ingin melihat-lihat wilayah sekitar. Kalau bisa… mencari tempat yang bisa memberi kami sedikit pengalaman dan tantangan,” jawab Vuyei dengan nada ramah tapi tetap berhati-hati.

Wanita berpakaian putih itu mengangguk perlahan, lalu menatap keduanya sejenak sebelum membuka suara lagi.

“Begitu ya. Kalian sepertinya baru memulai perjalanan sebagai kultivator pengembara, bukan? Kalau boleh memberi saran, cobalah menuju ke arah utara. Di sana ada sebuah kota bernama Feifei,” ujarnya.

Zienxi mengernyit sedikit. “Feifei?” gumamnya, baru pertama kali mendengar nama itu.

Wanita itu tersenyum kecil, lalu menjelaskan lebih lanjut.

“Ya, kota Feifei. Tidak terlalu jauh dari sini, sekitar dua hari perjalanan kaki jika kalian tidak beristirahat terlalu lama. Kota itu cukup ramai, meskipun tidak sepadat Holuang. Tapi suasananya lebih tenang, dan kalian akan menemukan beberapa sekte kecil di sana. Mereka tidak seterkenal Sekte Daun 7 Sisi atau Twilight Wind Sect, tapi cukup terbuka untuk para pengelana.”

Vuyei terlihat tertarik. “Ada sekte juga di sana? Apakah mereka menerima murid baru atau maksudku, apakah terbuka untuk berdiskusi atau belajar meski tidak resmi bergabung?”

Wanita itu mengangguk sambil tersenyum lebih lebar.

“Sebagian dari mereka cukup terbuka, ya. Terutama Sekte Kabut Tengah, mereka sering mengadakan forum terbuka setiap akhir bulan untuk berbagi pemahaman dan pengalaman. Dan… ada satu desa kecil di timur kota Feifei, tidak besar, tapi sangat damai. Aku rasa kalian akan menyukainya.”

Zienxi menyilangkan tangan di dada. “Kedengarannya lebih cocok untuk melatih ketenangan dan fokus… daripada ikut-ikutan mencari keributan di tengah kota besar seperti Holuang.”

Vuyei tertawa kecil. “Kau bilang begitu padahal tadi sempat tertarik beli pedang di tengah pasar.”

“Aku cuma lihat-lihat,” kilah Zienxi dengan nada ringan.

Wanita itu ikut tersenyum menyaksikan interaksi keduanya yang tampak akrab.

“Kalian tampaknya cocok sebagai tim perjalanan. Jika memang tidak terburu-buru, singgahlah di Feifei. Kadang kota yang lebih tenang bisa memberi lebih banyak jawaban daripada tempat yang terlalu bising.”

Vuyei membungkuk sedikit. “Terima kasih banyak, senior. Kami sangat menghargai sarannya.”

Wanita itu mengangguk dan melangkah melewati mereka, kembali menyusuri jalanan kota.

Zienxi menatap punggung wanita itu sejenak sebelum berkata pelan, “Orang seperti itu biasanya menyimpan banyak cerita yang tidak terlihat di permukaan.”

Vuyei menjawab sambil memandangi arah utara, “Dan mungkin suatu saat kita akan jadi seperti dia.”

Zienxi menyeringai. “Asal bukan jadi pendiam dan terlalu anggun, aku setuju.”

Mereka tertawa kecil dan kembali berjalan, meninggalkan gerbang kota Holuang dengan arah tujuan yang mulai jelas menuju utara, ke kota Feifei, mencari ketenangan... dan mungkin petunjuk baru dalam perjalanan panjang mereka.

Setelah berjalan cukup jauh melewati jalanan bebatuan, Vuyei terlihat mulai kelelahan dan langkahnya sedikit melambat.

“Kak…” gumamnya sambil menarik napas panjang, “kenapa kita tidak terbang saja? Jalan terus seperti ini melelahkan…”

Zienxi menoleh sekilas, sudut bibirnya terangkat kecil. Ia tak langsung menjawab, hanya membiarkan keheningan sesaat menyapu di antara desir angin sore yang menyapa wajah mereka.

“Kau berjalan sebentar saja sudah mengeluh?” jawabnya santai. “Berjalan seperti ini bukan tanpa tujuan. Kita bisa menikmati pemandangan, mengenal jalan, dan yang paling penting… tidak menarik perhatian.”

Vuyei mengerutkan kening. “Menarik perhatian?”

“Kalau kita terbang terus di langit terbuka,” lanjut Zienxi sambil tetap melangkah, “bisa saja kita diperhatikan oleh kultivator lain. Belum tentu semua orang baik, Vuyei. Kita belum tahu siapa kawan siapa lawan. Semakin rendah kita terbang atau bahkan tidak terbang semakin kecil pula kemungkinan kita diserang secara tiba-tiba.”

Vuyei menunduk, memikirkan kata-kata kakaknya sejenak. Ia lalu menghela napas dan mengangguk pelan.

“Baiklah… aku mengerti, Kak.”

Zienxi hanya tersenyum tipis, dan keduanya kembali melanjutkan langkah, menyusuri jalan panjang menuju arah utara.

More Chapters