Chapter 65 – Auction and Chase to Arashi Valley (Pelelangan dan Kejaran ke Lembah Arashi)
Zienxi berdiri beberapa saat di depan bangunan itu. Ia memandangi gerbangnya yang terbuka sebagian, tempat dua penjaga berjubah hitam berjaga dengan aura kuat.
“Tiga hari lagi…" gumamnya pelan. "Apa yang akan kutemukan di pelelangan nanti selain tungku pil?”
Setelah memastikan lokasi itu dengan baik, Zienxi memutuskan untuk mencari tempat berkultivasi. Ia menjauh dari keramaian kota, melewati gang-gang yang lebih sunyi, dan mencari tempat yang sepi dan bersih dari aura negatif.
Langit mulai berwarna jingga saat ia mendekati bagian pinggir kota. Di sana, sebuah taman kecil dengan pohon-pohon tua dan batu meditasi berdiri sepi, jarang dikunjungi. Tempat itu terasa cukup bersih dan cocok untuk menstabilkan energi spiritual.
Zienxi duduk bersila di bawah pohon pinus tua. Angin lembut menyibak jubahnya, dan daun-daun berjatuhan perlahan. Ia menarik napas dalam-dalam dan mulai bermeditasi, membiarkan pikirannya tenang.
Dalam diam, ia menyiapkan diri. Bukan hanya untuk pelelangan, tapi untuk segala kemungkinan yang mungkin datang bersamanya.
Hari pelelangan pun tiba.
Langit siang di atas kota Shandai bersih dan terang, meski angin membawa hawa yang menyelusup hingga ke tulang. Zienxi berdiri di depan gerbang megah Paviliun Merah, jubahnya berkibar lembut tertiup angin. Pintu-pintu besar dari kayu hitam dan kuningan terbuka lebar, membiarkan para kultivator dari berbagai penjuru negeri melangkah masuk ke dalam. Sebuah perasaan berat menggantung di udara, perpaduan antara ekspektasi dan ketegangan.
Zienxi melangkah ke dalam aula utama. Ruangan itu luas dan berlapis ubin giok merah, langit-langitnya menjulang tinggi dengan lampion kristal menggantung dari atas. Di tengah aula, sebuah panggung lelang bundar telah disiapkan. Di sekelilingnya, para kultivator duduk di kursi kayu berlapis kain sutra. Beberapa di antaranya adalah kultivator dari tingkat Meridian Awakening, bahkan ada yang sudah berada di tahap Spirit Root Cultivation. Aura mereka kuat, membebani ruangan dengan tekanan spiritual yang tak kasat mata.
Zienxi mengambil tempat duduk di sisi barat, dari sana ia bisa melihat seluruh panggung dan juga mengamati para pesaingnya. Ia menarik napas dalam-dalam, menyadari bahwa hari ini, kesalahan sedikit saja bisa mengundang bahaya.
Setelah penantian yang cukup panjang, suara lonceng terdengar dari arah belakang panggung. Seorang tetua berjubah merah dengan rambut putih diikat ke belakang melangkah maju. Suaranya menggema di seluruh aula saat ia berbicara.
"Pelelangan Paviliun Merah dimulai!"
Para kultivator langsung hening. Suasana berubah menjadi formal dan penuh kewaspadaan.
"Barang pertama, sebuah pedang roh kualitas menengah! Ditempa dengan perak hitam dari Pegunungan Utara, mampu menyerap energi spiritual dan menyalurkannya dalam serangan. Nilai awal 100 batu logam atau 10 batu roh!"
Suara penawaran segera bergema:
"60 batu logam!"
"70 batu logam dan satu batu roh!"
"80 batu logam dan 7 batu roh!"
Penawaran terakhir disambut ketukan palu dari tetua. “Terjual pada kultivator paruh baya di barisan ketiga!”
Zienxi menyipitkan mata. Itu hanya barang pembuka, tetapi antusiasme sudah cukup tinggi.
"Selanjutnya, giok warisan keluarga Lian. Tampak biasa, namun menyimpan jejak formasi kuno dan energi lembut yang menenangkan. Harga awal 120 batu logam atau 15 batu roh."
Kali ini, tidak ada suara. Hening.
Namun beberapa saat kemudian…
"20 batu roh," ucap seorang wanita anggun dengan pakaian kuning cerah dari kursi depan.
Mata para kultivator tertuju padanya. Bahkan Zienxi menoleh. Wanita itu tampak tenang, senyum tipis di bibirnya. Giok itu langsung menjadi miliknya, dan para kultivator mulai berbisik, menduga latar belakangnya.
Beberapa barang lain muncul, dan ketegangan terus meningkat.
"Pil tingkat lima dari Klan Alkemis Utara. Kualitas tinggi, bisa meningkatkan kekuatan kultivator tahap Spirit Root satu tingkat penuh. Nilai awal 130 batu logam atau 22 batu roh."
"140 batu logam!"
"145 batu logam dan 2 batu roh!"
"150 batu logam dan 5 batu roh!"
Palu kembali diketuk. Barang demi barang terus berpindah tangan.
Sampai akhirnya, yang ditunggu Zienxi tiba.
"Berikutnya, tungku pil tingkat tinggi. Mampu menstabilkan energi hingga pil tingkat lima. Dibuat dari batu bintang langka Weishan. Nilai awal 180 batu logam atau 30 batu roh!"
Hening sejenak.
Lalu:
"185 batu logam!"
"190 batu logam!"
"191!"
"192 dan 31 batu roh!"
Zienxi menggenggam lututnya. Harganya melonjak cepat.
Ia berdiri. Suaranya tenang namun jelas, menggema di seluruh aula.
"Apakah bisa ditukar dengan harta kualitas menengah?"
Kepala para kultivator langsung menoleh. Beberapa mengernyit. Siapa orang ini?
Tetua Paviliun memandang ke arahnya. “Itu bisa dipertimbangkan. Namun harus ada tambahan batu logam atau batu roh.”
Zienxi mengangguk. "Aku tambahkan 30 batu logam dan 5 batu roh."
Tetua berpikir sejenak, lalu mengangguk. “Disetujui. Terjual pada kultivator muda dari sisi barat.”
Ruangan hening.
“Menukar pedang kualitas menengah untuk sebuah tungku? Dia pasti sudah gila,” gumam seseorang di barisan belakang.
Zienxi tak peduli. Ia menerima tungku itu, menyimpannya ke dalam kantong spiritualnya, lalu beranjak keluar.
Begitu melewati gerbang Paviliun Merah, dia langsung melesat terbang, menuju tempat berkultivasi sebelumnya di pinggiran kota. Tapi belum lama ia meninggalkan kota, suara melesat terdengar dari belakang.
“Berhenti!”
Zienxi menoleh. Seorang pria tua dengan jubah hijau tua mengejarnya, auranya menandakan tahap Spirit Root Cultivation. Mata pria itu dipenuhi niat membunuh.
“Kau yang membeli tungku itu, bukan? Aku menawarnya sebelummu, tapi batu rohnya kurang. Berikan padaku… atau mati!”
Zienxi menggertakkan gigi. Perbedaan kekuatan terlalu besar. Ia melesat ke arah lain, menghindar, kabur secepat mungkin.
“Kalau aku melawannya sekarang, aku mati. Tapi… jika aku bisa menariknya ke Lembah Arashi…”
Ia memutuskan untuk membawa pengejarnya ke sana. Jika ia bisa menarik perhatian Arashi Wyrm, maka nasib pria itu akan berakhir tragis.
Perjalanan berlangsung empat hari, dan si pengejar tak pernah menyerah. Jarak mereka kadang dekat, kadang jauh, tapi pengejar itu tidak kehilangan jejak.
Akhirnya, Zienxi tiba di Lembah Arashi. Langit di atas lembah dipenuhi awan kelabu dan pusaran angin. Petir menyambar tanah sesekali, dan aroma listrik menyengat.
Zienxi langsung masuk ke bagian dalam, melalui dataran di mana angin dan petir menggila.
Pengejar terus mengikuti, namun tampak ragu.
“Tempat macam apa ini…?” gumam pria itu.
Zienxi mendarat di salah satu dataran penuh batu petir. Ia melontarkan mantra ke tanah.
Ledakan kecil terjadi. Tanaman dan energi spiritual terpencar.
Lalu, dari balik kabut… seekor makhluk raksasa muncul.
Tubuh panjang dan ramping, diselimuti sisik perak pucat. Matanya menyala biru kehijauan, penuh kilat. Ia melayang tanpa suara, tubuhnya nyaris seribu kaki panjangnya.
“Arashi Wyrm…” bisik Zienxi.
Makhluk itu melihatnya sekilas, lalu menoleh ke belakang. Matanya langsung fokus ke pengejarnya.
“Tidak…!” seru pria tua itu. “Tidak mungkin! Itu...!”
Terlambat. Wyrm itu melesat dengan kecepatan kilat, mengeluarkan raungan petir yang membuat tanah bergetar.
Kilatan menyambar, tubuh pria itu tersentak. Mantra petir menghantamnya, membuatnya memuntahkan darah.
Ia mencoba kabur, tapi Arashi Wyrm melesat lagi, membuka mulut lebarnya dan menelan pria itu dalam satu gerakan.
Tak ada sisa. Bahkan jiwanya tidak sempat kabur.
Zienxi menyaksikan semua dari kejauhan. Jantungnya berdegup kencang.
“Arashi Wyrm… kekuatannya lebih dahsyat dari yang kupikir…”
Makhluk itu menatap Zienxi sekali lagi, lalu menghilang ke balik kabut.
Zienxi menarik napas. Ia melesat kembali ke arah luar lembah, menuju tempat kultivasi di Pinggir Arus.
Ia selamat. Tapi harga dari sebuah tungku hampir membawanya ke liang kubur.
Dan ia sadar… semakin tinggi ia mendaki dunia kultivasi, semakin besar pula taruhannya.
Ia menarik napas pelan, lalu mengangkat tangan kanannya. Dari kantong spiritualnya, sebuah cahaya lembut memancar seiring munculnya sebuah tungku kecil yang melayang perlahan di hadapannya. Tungku itu berwarna perunggu kehitaman, permukaannya terukir rumit dengan pola naga melingkar dan simbol-simbol kuno yang berdenyut lemah seolah menyimpan kekuatan dalam diam.
Zienxi menatap tungku itu lama, memperhatikan setiap detil ukirannya dengan saksama. Matanya memantulkan cahaya lembut dari ukiran naga, namun sorot itu terasa tenang, nyaris hampa.
Ia bergumam, pelan namun terdengar tegas,
“Aku belum cukup ahli dalam hal alkemia. Jika aku memaksakan membuat pil sekarang… maka hasilnya hanya kegagalan.”
Tungku itu tetap melayang di hadapannya, seolah menunggu keputusan.
Zienxi memandangi sekelilingnya, pepohonan, aliran air, batu-batu yang basah oleh embun. Dunia terasa sunyi, seolah memberi waktu untuk merenung.
“Tetua Miwa tidak mengajarkan ini padaku… dan aku belum punya dasar yang kuat untuk memulai,” gumamnya lagi, kali ini dengan nada yang nyaris seperti penyesalan, “Lagipula… bahan-bahan untuk membuat pil masih terasa kurang. Masih belum cukup.”
Ia mengangkat tangan perlahan, dan tungku itu kembali menyatu ke dalam kantong spiritualnya dalam seberkas cahaya redup.
Keheningan kembali menyelimuti tempat itu, hanya suara alam yang menemani.
Zienxi memejamkan mata sebentar, membiarkan dirinya larut dalam suara air dan desir angin. Ia membuka mata kembali dengan tatapan yang lebih teguh, lalu berdiri perlahan, membersihkan debu di pakaiannya.
“Sudah tiga bulan lebih aku pergi… Sudah waktunya untuk pulang,” ucapnya pelan, namun penuh keputusan.