LightReader

Chapter 75 - Chapter 75 – Fellow Cultivators

Chapter 75 – Fellow Cultivators (Rekan Kultivator)

Setelah penjelasan dari pria Sekte Wedian yang menyingkap betapa ganasnya binatang buas di Negeri Zhongluan, semangat para kultivator dalam aula kembali menyala. Bisik-bisik penuh rasa ingin tahu bergema dari sudut ke sudut, seperti kobaran api yang menyebar dalam kesunyian yang menipis. Semua menanti mungkin dengan harapan, mungkin dengan keberanian akan ada lagi kisah berharga yang dibagikan. Dan benar saja, hanya berselang beberapa saat, seorang pria muda dari barisan barat aula perlahan melangkah maju. Jubahnya berwarna merah marun dengan sulaman perak membentuk simbol bulan sabit di bagian dada tanda khas dari Sekte Bulan Merah di wilayah selatan. Wajahnya terlihat tegas, namun ada bekas luka samar di pelipis kirinya yang seolah menjadi saksi dari perjalanan berbahaya. Dengan langkah mantap, ia sampai di tengah aula dan membungkukkan tubuhnya dengan penuh hormat.

"Salam kepada Ketua Sekte dan para Tetua Sekte," ucapnya lantang, suaranya jernih dan bulat. "Junior berasal dari Sekte Bulan Merah, wilayah selatan. Junior ingin memberikan sedikit pengalaman mengenai Lembah Arashi."

Ketua sekte yang duduk di kursi tengah mengangguk pelan, menandakan persetujuan. Para tetua sekte juga memperlihatkan minat terselubung, terutama setelah mendengar nama ‘Lembah Arashi’. Sang pemuda membalikkan tubuh, menghadap para kultivator dari berbagai sekte yang kini mulai tenang kembali, sorot mata mereka penuh perhatian.

“Rekan-rekan kultivator sekalian,” ia memulai dengan nada lebih dalam, “aku ingin membagikan pengalamanku saat memasuki Lembah Arashi, dan pertemuanku dengan makhluk yang disebut Arashi Wyrm.”

Begitu nama itu disebut, seolah riak halus menyebar di permukaan air yang tenang. Bisikan-bisikan kecil seketika pecah dari beberapa penjuru aula. Namun di antara ratusan pasang mata yang menatap pria itu, sepasang mata menyipit tajam milik Zienxi. Ia menoleh sedikit, dan Vuyei yang berdiri tak jauh di sampingnya segera menangkap perubahan ekspresi di wajah kakaknya. Zienxi tak pernah menyangka bahwa seseorang akan mengungkapkan kisah langsung tentang tempat yang begitu penting bagi dirinya.

Pemuda dari Sekte Bulan Merah melanjutkan ceritanya dengan penuh ketegasan, suaranya seperti menelusuri kembali kenangan pahit yang tersisa dalam batinnya.

“Beberapa tahun yang lalu, aku dan empat orang teman melakukan perjalanan ke Lembah Arashi. Di luar lembah, kami menemukan tempat yang disebut Pinggir Arus, di mana air spiritual mengalir tenang di antara bebatuan putih kebiruan. Suasananya menenangkan, hampir membuat kami lengah. Tapi begitu kami melangkah lebih dalam... suasananya berubah drastis.”

Ia menarik napas dalam, lalu melanjutkan.

“Di bagian awal lembah, terdapat dataran kecil dikelilingi pilar-pilar batu tua. Di sana, angin dan petir bertabrakan liar, menciptakan raungan yang nyaris menenggelamkan pikiran. Energinya… stabil, lembut, namun dalam kelembutan itu ada sesuatu yang menyimpan bahaya. Kami terus melangkah, menyusuri jalur yang dipenuhi tanaman herbal aneh dengan cahaya samar. Tapi saat kami melewati batas tengah lembah, itulah saat segalanya berubah.”

Hening menyelimuti aula, dan para pendengar menahan napas.

“Seekor makhluk muncul dari balik pusaran kabut dan petir. Makhluk itu tidak sepenuhnya nyata, namun tak bisa dianggap ilusi. Tubuhnya panjang, sekitar seribu kaki, berwarna perak pucat dan mengalir seperti bayangan di bawah cahaya kilat. Ular itu Arashi Wyrm bergerak secepat cahaya, dan dalam sekejap menghancurkan formasi pertahanan kami.”

Suara gemuruh pelan menyertai keterkejutan dari para pendengar. Beberapa murid menutup mulut mereka, para tetua Sekte Kabut Tengah saling melirik dengan sorot serius. Bahkan Ketua Sekte mencondongkan tubuh sedikit ke depan, matanya mengamati tajam.

“Beberapa temanku… mati seketika. Tubuh mereka terbakar oleh percikan petir dari napas makhluk itu. Aku berlari sekuat tenaga bersama dua temanku yang tersisa. Aku melihat sendiri bagaimana Arashi Wyrm melahap salah satu dari kami saat ia terpeleset di antara batu retak. Itu adalah mimpi buruk yang tidak bisa kuhapus...”

Wajahnya menunduk, suaranya merendah, penuh rasa duka yang tak bisa disembunyikan.

“Dari lima, hanya tiga yang kembali. Guru kami berkata kami harus bersyukur telah diberi kehidupan, tapi kehilangan itu… masih membekas.”

Kesunyian menyelimuti aula setelah kata-kata terakhirnya menggantung di udara. Beberapa kultivator masih bergeming, seolah belum bisa mengalihkan pikiran dari gambaran mengerikan yang baru saja tergambar di benak mereka. Sebagian senior mengangguk pelan, memahami bahwa kisah ini bukan sekadar pamer keberanian, melainkan peringatan keras.

Zienxi masih menatap ke arah depan, ekspresinya telah kembali tenang. Ia sudah melihat langsung Arashi Wyrm di Lembah Arashi, bahkan pernah merasakan kekuatan makhluk itu dari kejauhan. Namun mendengarkan langsung dari korban yang selamat membuat gambaran tentang Lembah Arashi dan isinya semakin dalam tertanam dalam pikirannya. Di sampingnya, Vuyei menggenggam tangan kakaknya. Ia bisa merasakan jantung kakaknya berdenyut lebih cepat, dan meskipun Zienxi tak mengatakan apa-apa, Vuyei tahu... kakaknya punya urusan yang belum selesai dengan lembah itu.

Setelah membungkuk memberi hormat kembali, pria dari Sekte Bulan Merah perlahan kembali ke tempat duduknya. Pandangan beberapa kultivator mengikutinya, sementara sebagian lainnya mulai membicarakan apa yang baru saja mereka dengar tentang Lembah Arashi, dan tentang bahaya yang tersembunyi di dalamnya.

Beberapa bisikan terdengar jelas.

“Makhluk semi-roh… sekelas itu… bisa jadi penjaga wilayah…”

“Apa itu tinggal satu… atau ada lebih dari satu Wyrm…?”

“Aku dengar Lembah Arashi punya hubungan dengan energi unsur alam… mungkinkah itu tempat pelatihan yang tersembunyi?”

Tetua tertua dari Sekte Kabut Tengah, Tetua Nengsu, mengetuk ringan meja batu di depannya dan berkata lirih kepada sesama tetua, “Arashi Wyrm… makhluk dari masa lalu… legenda lama itu ternyata bukan sekadar dongeng.”

Ketua Sekte pun bersandar dan menatap ke depan dengan tatapan dalam. Lembah Arashi mulai tampak sebagai tempat yang menyimpan lebih dari sekadar bahaya ia menyimpan peluang, kunci, dan kemungkinan rahasia besar dunia kultivasi.

Suara bisikan dan gumaman masih terdengar samar di seluruh penjuru aula megah Sekte Kabut Tengah. Suara-suara itu seperti angin halus yang berputar tanpa arah, dipenuhi oleh tanya dan kekaguman. Di tengah gemuruh pikiran para kultivator, Zienxi duduk diam dengan wajah tenang. Ia mendengar bisikan itu, menyimak tanpa benar-benar mendengarkannya. Namun dalam diam, hatinya bergetar pelan seperti permukaan danau yang terusik setetes embun. Ia teringat pada Lembah Arashi, pada hembusan angin dan aroma tanahnya yang pekat akan energi alam. Sebuah dorongan dalam hatinya tumbuh perlahan; ia ingin kembali ke sana. Menjelajah lebih dalam. Memahami lebih jauh. Menyatu dengan elemen dan menemukan bisikan Dao yang lebih murni.

“Apakah ada lagi yang ingin membagikan pemahaman dan pengalaman?” tanya Ketua Sekte Kabut Tengah, suaranya tenang namun menggema ke seluruh ruangan.

Keheningan langsung turun seperti kabut tebal yang menyelimuti. Para kultivator saling pandang, ada yang gelisah, ada yang menunduk, dan sebagian lain hanya menunggu. Sebagian besar dari mereka masih muda, masih meraba-raba dunia kultivasi, dan belum memiliki pengalaman mendalam. Tak ada yang bergerak maju.

Namun, dari sisi timur aula, langkah ringan terdengar. Seorang wanita muda dengan pakaian elegan berwarna kuning bercampur biru melangkah ke tengah ruangan. Jubahnya berkilau pelan dalam cahaya formasi penerangan aula, dan setiap geraknya dipenuhi keanggunan yang halus namun percaya diri. Ia membungkuk hormat kepada para Tetua dan Ketua Sekte.

“Junior adalah Weyu Suyi, dari Sekte Xejin. Junior mungkin akan memberikan sedikit pemahaman Dao,” ucapnya lembut, dengan nada suara yang sejuk dan penuh keyakinan.

Ketua sekte mengangguk perlahan, memberikan isyarat untuk melanjutkan. Weyu Suyi lalu membalikkan tubuhnya ke arah para kultivator. Matanya tajam namun tenang, menyapu kerumunan dengan tatapan menelusuri. Tatapannya kemudian berhenti pada sosok Zienxi yang duduk diam dengan wajah tanpa ekspresi, seperti patung yang tidak terganggu oleh gelombang emosi. Dalam hatinya, wanita itu berbisik, "Orang itu cukup menarik."

Zienxi menyadari tatapan itu, namun ia tidak menoleh, tidak menunjukkan ketertarikan sedikit pun. Baginya, penilaian orang lain adalah angin lalu, dan dirinya adalah batu yang tak tergoyahkan.

“Aku ingin membagikan pemahaman Dao, mungkin bisa membantu sedikit para kultivator yang hadir di sini,” ucap Weyu Suyi, nadanya semakin mantap.

Para kultivator mulai memperhatikannya. Mereka ingin belajar. Ingin menggenggam sepotong kebenaran dari seorang yang tampaknya telah memijak jejak Dao lebih dalam dari mereka. Vuyei pun memfokuskan pandangannya, matanya bersinar lembut dengan rasa ingin tahu. Sementara Zienxi hanya melirik sekilas, lalu kembali memandang lurus ke depan.

Weyu Suyi mulai menjelaskan. Suaranya lembut namun meresap, seperti aliran sungai yang menyejukkan hati.

“Dao… adalah jalan. Tapi bukan sekadar jalan yang bisa dilihat atau dilalui dengan kaki. Dao adalah arah hidup yang tidak berbentuk namun ada. Dao bukan sekadar energi, melainkan esensi dari semua perubahan. Tanpa Dao, kultivasi hanya kekosongan. Tanpa Dao, kekuatan hanyalah alat, bukan pemahaman. Dao adalah akar dari semua elemen, semua jiwa, dan semua kehendak. Dalam kehidupan, Dao adalah nafas semesta. Dalam diri kita, Dao adalah suara hati yang tak pernah berbohong. Ketika kau memahami Dao, maka segala hal yang rumit menjadi sederhana. Kau tidak lagi hanya berjalan menuju kekuatan, tapi menuju pemahaman. Dan pemahaman… adalah bentuk tertinggi dari kekuasaan.”

Suasana aula menjadi hening, terikat oleh kedalaman kata-katanya. Bahkan para tetua sekte tampak menyimak dengan seksama.

More Chapters