LightReader

Chapter 4 - 04

Slamet baru aja duduk lagi setelah menohok Rico, eh tiba-tiba sebuah mobil hitam mewah berhenti. Dari dalam turun Davin, jas rapi, sepatu mengkilap, tatapannya dingin tapi berwibawa. Semua tamu langsung merapat, jelas ini orang penting.

> Davin: (menoleh ke kerumunan) "Ada apa ini ribut-ribut di depan acara resmi? Tidak sopan."

Rico langsung pasang muka serius, seolah jadi korban.

> Rico: (suara dibuat berat) "Oh, Pak Davin, kebetulan sekali Anda datang. Tadi saya melihat Aurora… datang sendirian. Ternyata alasannya sederhana: suaminya—" (menunjuk Slamet dengan jari telunjuk penuh gaya) "—dihalangi satpam karena dianggap… tidak pantas masuk."

Kerumunan mulai berbisik. Slamet masih kalem, bahkan masih ngunyah kacang rebus dari warung kopi sebelah.

> Davin: (melirik tajam ke Slamet) "Anda suaminya Aurora?"

Slamet: (ngangguk pelan, senyum tipis) "Katanya sih begitu, Pak. KTP bisa dicek kalau nggak percaya."

Beberapa orang langsung cekikikan. Rico makin geram.

> Rico: (nyamber cepat, kompor jalan) "Pak Davin, bukankah memalukan seorang wanita berkelas seperti Aurora datang ke pesta besar ini hanya untuk ditemani lelaki… lusuh begini? Bahkan satpam pun ragu."

Davin: (menatap Slamet dengan wajah penuh keraguan) "Kalau benar suaminya Aurora… maka saya kecewa. Wanita sekuat dan secerdas dia pantas dapat pendamping yang setara."

Kerumunan makin panas. Ada yang setuju, ada juga yang melirik-lirik Slamet dengan penasaran. Slamet tetap nggak kebawa arus, malah ambil kacang lagi, buka kulitnya santai.

> Slamet: (tenang, sambil nyengir) "Setara itu ukurannya siapa yang bikin, Pak? Kalau ukurannya jam tangan, parfum, atau mobil… ya jelas saya kalah telak. Tapi kalau ukurannya hati yang bisa bikin Aurora ketawa di tengah capeknya kerja… coba tanya langsung sama dia, siapa yang setara."

Suasana langsung hening. Rico panas dingin, Davin mendengus, jelas nggak nyangka Slamet jawab setajam itu dengan gaya santai.

> Davin: (datar tapi sinis) "Lidahmu memang pintar, Tuan Slamet. Tapi di dunia bisnis, kata-kata tanpa bukti… hanyalah angin lewat."

Slamet: (masih kalem, berdiri dan merapikan bajunya) "Betul, Pak. Karena itu saya nggak banyak ngomong di bisnis. Saya lebih suka main di… belakang layar."

Davin mengernyit, Rico langsung melirik bingung, tapi kerumunan langsung bisik-bisik heboh.

More Chapters