LightReader

Chapter 3 - 04 ADA APA DENGAN MAURA?

"Maura, tumben lo nggak berisik. Kenapa, ada masalah?"

"Wanita bar-bar lagi sariawan gayss makanya cuma plongo-plongo doang dari tadi. Jadi, tolong dimaklumi lah teman-teman."

"Maura! Erlan ketemuan sama cewe. Bahkan mereka kelihatan mesra banget, Erlan juga ketawa-ketawa sama itu cewe gatel sok pinter!"

Begitulah seruan dari teman-temannya saat Maura melewati begitu saja tanpa ada sapaan ataupun mulut yang mengeluarkan suara. Ia hanya berjalan dengan lemas dan menatap lurus ke depan tanpa mau mendengarkan ocehan dari teman-temannya.

Pagi hari yang seharusnya dijalani dengan senyuman kini harus Maura jalani dengan muka yang masam dengan banyak pikiran. Huft, melelahkan sekali.

"Tumben nggak telat? Biasanya lo selalu—" sebelum Erlan menyelesaikan perkataannya Maura langsung melewati dirinya begitu saja tanpa mau menjawab atau sekedar mendengarkan.

Erlan yang merasa ada yang janggal dengan Maura langsung mengikuti dan melihat Maura. Ia mengira mungkin sedang sakit atau ada masalah sehingga membuat Maura jadi berubah seperti ini.

"Lo kenapa?" tanya Erlan sekali lagi. Manatau kali ini ucapannya direspon oleh Maura 'kan?

"Lo, ada masalah? Atau lagi datang tamu bulanan jadi perutnya sakit makanya diem?"

Maura hanya melihat sekilas lalu buru-buru untuk meninggalkan Erlan Bahkan, ia tidak merespon ucapan Erlan sama sekali.

'dih, itu cewe kenapa? Kesambet setan apaan jadi bisa mendadak bisu dan tuli begitu?' batin Erlan sambil menatap kepergian Maura dengan kesal karena dirinya merasa diabaikan. Padahal, niatnya kan baik.

"Kenapa lo? Heran dengan sikap Maura?"

Erlan menoleh, dia menatap Kenzo dengan tatapan yang bingung. Heran, kenapa ini bocah selalu ada dimana-mana udah seperti punya pintu Doraemon saja bisa kemana-mana dengan cepat.

"Mampus! Itu tandanya dia udah nggak cinta lagi sama lo." ucap Kenzo dengan maksud untuk memanas-manasi Erlan.

"Perempuan kalau nggak cinta begitu?" tanya Erlan.

Kenzo mengendikkan bahunya seraya menatap Erlan dengan tatapan menggoda, "kenapa, takut yah lo? Lo udah mulai cinta dan sayang sementara Maura nggak?"

Erlan hanya terdiam. Apa benar ia sudah mencintai Maura? Argh, tidak. Tidak boleh!

Di kelas XII - B,

Maura memasuki kelas dengan tetap mengunci mulutnya. Yang biasanya ia akan menyapa dan heboh kini hanya berjalan dengan lesu dan langsung duduk ditempatnya.

Ia juga langsung melipat kedua tangan di mejanya dengan mata yang sudah terpejam.

"Kenapa lo?"

Maura menoleh dan menatap Karina. Lalu, ia menggelengkan kepalanya dengan tanda bahwa 'ia tidak apa-apa dan jangan khawatir'.

"Kenapa? Jawab atau gue nggak bakal mau nemanin lo permisi untuk nemenin berak ataupun ke kantin bareng." Maura yang mendapatkan ancaman langsung gelagapan. Mana bisa ia ke kantin sendirian tanpa adanya Karina yang menemani dirinya.

"Sebenarnya, idola gue meninggal terus tahu engga kalau dia itu meninggal karena menyelamatkan pacarnya. Tulus banget 'kan? Gue masih nggak terima aja kalau nonton drakor udah nggak ada dia lagi kayak, ngerasa ada yang kurang pokoknya merasa kehilangan." jelas Maura dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Karina menganga. Hanya, hanya karena ini? Sikap Maura jadi berubah seratus persen dan mengabaikan Erlan. Gila! Tahu gitu Karina tidak usah perduli. Maura memang sangat suka menonton drakor, dracin dan drama-drama bucin lainnya sementara Karina, ia lebih suka menonton film horor daripada romansa-romansa seperti itu.

"Tolol! Gue kirain lo ada masalah." kesal Karina. Ntah kenapa merasa menyesal karena sudah perduli dengan sahabatnya yang ternyata galau karena idolanya meninggal dalam drama yang ditontonnya.

"Lah, itu juga masalah! Gue sampai belum makan karena masih nggak terima aja kalau dia udah nggak ada lagi kayak nyesek pake banget."

Karina yang mendengar hanya memutar bola matanya dengan malas. Terserahlah, Maura memang perempuan yang sangat, sangat, sangat aneh!

Selama pelajaran berlangsung Erlan terus mencuri-curi pandang ke arah Maura.

Maura yang merasa sedang diawasi langsung menoleh menatap Erlan dengan tatapan sinis.

"Baru nyadar kalau gue cantik? Ngeliatin-nya sampai bolak-balik gitu, emangnya lo nggak takut kalau kepala sama leher lo bakal lepas saking seringnya bolak balik?" tanya Maura dengan ketus.

"Pede!" cibir Erlan.

"Atau jangan-jangan lo emang udah terpesona sama gue dan tergila-gila akhirnya jatuh cinta?"

Erlan langsung gelagapan, "ng-nggak mungkin lah!" jawabnya dengan gugup. Kenapa bisa ia segugup ini hanya karena ditatap oleh Maura.

"Oke," Maura hanya menjawab dengan singkat lalu kembali menghadap ke depan sambil mendengarkan penjelasan dari guru yang sedang mengajar di kelas mereka.

***

Lapangan basket.

Saat ini Kirana dan Maura sedang berada di lapangan basket karena ingin mendukung kelas mereka yang melawan kelas sebelah.

"Lo nyadar nggak sih, kalau tadi itu Erlan bolak-balik ngeliatin lo bahkan tatapannya kayak kelihatan khawatir dan perduli gitu sama lo Maura."

Maura mengangguk, "gue boleh pede nggak sih? Gue mah beranggapan kalau Erlan udah mulai suka dan cinta sama gue. Kalau nggak suka 'kan dia nggak mungkin nanya-nanya dan perhatian gitu sama gue."

"Nah, mudah-mudahan kalian cepat-cepat jadian agar gue juga cepat dapat traktiran."

Mendengarnya langsung membuat Maura berdecak, "traktiran aja yang ada di otak lo!"

"Biarin. Daripada lo? Erlan aja!"

Skakmat! Ucapan Karina berhasil membuat Maura mati kutu. Karina tahu aja kalau yang ada dipikiran Maura hanya Erlan, Erlan, Erlan seorang.

Ting!

Sebuah notifikasi dari Bang Gio masuk ke dalam ponsel Maura.

ABANGKUU

bisa pulang dek? abang lagi dirumah sakit, mama kena serangan jantung abang nggak bisa jemput kamu. buruan yah kamu permisi saja.

Tanpa menunggu lama lagi, Maura langsung bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Erlan yang sedang bermain basket. Ia tidak memperdulikan bahwasanya permainan masih berlangsung yang dipikirkannya adalah 'harus cepat-cepat kerumah sakit'.

"Erlan!" teriak Maura.

Erlan yang namanya terpanggil langsung menoleh dan berjalan ke arah Maura.

"Kenapa?"

"Gue, gue pengen permisi untuk pulang cepat boleh kan? Soalnya genting banget udah jam pulang juga."

"Oke. Tapi, gue antar." putus Erlan.

"Engga mau!" tolak Maura. Mana bisa ia berdekatan dengan Erlan berlama-lama, bisa-bisa dia akan semakin jatuh cinta dengan pesona yang dimiliki oleh Erlan.

"Kenapa? Lo kelihatan lagi panik gitu," tanya Erlan dengan heran.

"Kenapa sekarang lo jadi perduli? Gue bisa sendiri dan terima kasih telah mengizinkan gue untuk pulang duluan. Ingat, jangan ngasih gue perhatian lebih soalnya gue orangnya agak nggak tahu diri bisa-bisa gue lebih cinta sama lo." setelah berkata Maura langsung pergi meninggalkan Erlan.

'iya, kenapa gue bisa perduli sama dia?' gumamnya sambil menatap punggung Maura yang semakin lama makin menjauh. Erlan semakin bingung dengan dirinya sendiri karena tiba-tiba mendadak perduli dengan Maura. Ada apa dengan dirinya?

BERSAMBUNG.

More Chapters