LightReader

Chapter 3 - Ch. 03

Pemuda itu berlari sambil memegangi perutnya yang tiba-tiba saja mengalami nyeri luar biasa. Meskipun hal ini sering ia alami sedari kecil, tapi bisakah penyakit sialan itu tidak datang sekarang?

"Itu dia! Kejaaaar!" seru salah seorang sosok berjubah hitam sambil menunjuk ke arah bayangan kecil yang berlarian menyeruak hutan.

Meskipun kaki-kakinya sesekali terpeleset dan hampir terjatuh, tetapi pemuda yang mengenakan pakaian hanfu biru muda itu tetap berusaha untuk bangkit dan kembali berlari meski tubuhnya sempoyongan.

"Kepung dia! Ingat, jangan sampai bocah sialan itu lolos lagi!" seru pimpinan pemburu yang harus membawa anak tersebut untuk dihadapkan kepada sang pimpinan.

Para pengejar segera melesat dengan gesit bagaikan terbang dan berhasil mengejar serta mengepung bocah lelaki buruan mereka.

"Jangan!" Pemuda itu mengangkat kedua tangannya ke atas dengan sikap memohon, sedangkan dia sendiri melangkah mundur dan memutar tubuhnya untuk melihat seberapa banyak para pengepungnya. "Tolong lepaskan aku, Tuan-Tuan! Aku tidak memiliki kesalahan apa pun pada kalian, tapi mengapa kalian terus mengejarku?"

Pemuda itu hanya bisa pasrah dan menangis ketakutan saat para pengepungnya semakin berjalan mendekat dengan sorot mata bersinar merah menyala sangat menakutkan.

Pemuda tersebut memejamkan matanya dan berkata, "Tolong jangan tangkap aku! Aku masih belum dewasa dan sangat kurus. Tidak ada daging yang bisa kalian makan dari tubuhku. Tulangku bahkan sangat keras dan tidak enak. Jadi, kumohon jangan tangkap aku!"

Pemuda itu terlihat sangat kasihan, tapi para pria berjubah hitam semakin melangkah maju tanpa merasa iba sedikit pun terhadap tampang buruan mereka.

Tubuh pemuda itu kian gemetaran akibat menahan kedinginan dan ketakutan secara bersamaan. Degup jantungnya bahkan terus bertalu-talu serupa genderang perang. Andai bisa memilih, ingin rasanya dia pingsan saja saat ini juga.

"Tuan-tuan yang baik, tolong jangan tangkap aku!" Pemuda itu terus memohon.

Para pengepung semakin mendekat dan salah seorang dari mereka hendak meraih tubuh mungil yang wajahnya sudah sepucat bunga kapas.

Pemuda pemilik bibir seputih kertas itu hanya bisa berbisik sambil mengepalkan kedua tangannya. "Ja--ja--jangan!"

Bola mata pemuda itu hanya bisa bergerak berputar sembari menatap ngeri ke wajah-wajah yang tertutup cadar hitam. Mereka sudah selayaknya sosok-sosok hantu yang siap mencekiknya hingga mati.

Pemuda itu merasa tubuhnya lemas hingga lutut pun serasa ingin jatuh ke tanah becek. Namun, ia berusaha untuk tetap bertahan sekuat tenaga.

"Ya, Dewa! Apa kesalahanku kepada mereka?" Pemuda itu bertanya dalam hati. "Apakah benar-benar tidak ada seseorang yang bisa menolongku?"

Pemuda itu berucap lirih. "Dewa, tolong aku!"

Demi mendengar ucapan lirih buruannya, beberapa orang berjubah terlihat sinis dan melepas tawa jahat.

"Kami sudah lama mengejarmu semenjak siang tadi, dan sekarang kamu sudah tak bisa lari lagi, Bocah Sialan!" Salah seorang pria berjubah hitam melangkah maju. "Dan kurasa, dewa bahkan tidak dapat menolongmu dari kematianmu malam ini!"

Pemuda itu hanya bisa pasrah jika dirinya harus mati malam ini juga. Rasa sakit di perutnya masih menyiksa, memaksa dia tak dapat melarikan diri lagi.

Pemuda itu memejamkan kedua matanya sambil berbisik dalam hati. 'Paman An Se, maafkan keponakanmu yang nakal ini. Mungkin aku sudah tidak dapat lagi kembali ke lembah. Semoga Paman An Se dan yang lainnya hidup dengan tenang dan bahagia tanpa ada orang yang berusaha lagi mendobrak pagar lembah hanya untuk menangkapku.

'Terima kasih atas segala kasih sayang dan semua kebaikan yang paman dan orang-orang lembah berikan padaku. Aku akan membalasnya di kehidupan berikutnya.' Pemuda itu masih berkata dalam hati dengan perasaan sedih yang teramat sangat.

"Bersiaplah untuk mati, Bocah Sialan!" Pria berjubah hitam mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dan siap menebaskan senjata tersebut ke tubuh pemuda di hadapannya.

Tiba-tiba, terdengar suara dari arah lain. "Lancang kalian semua!"

Pada saat kegentingan dan ketegangan kian memuncak, terdengar suara ledakan dahsyat disertai selarik cahaya putih terang membuat para pemburu berjubah hitam terpental dan saling berbenturan satu sama lain.

Namun anehnya, tidak ada satu pun dari mereka yang tampak ingin balik menyerang sosok yang baru saja menyerang mereka.

Para pria berjubah hitam segera bangkit. Mereka bahkan berjalan mundur sembari menyarungkan senjata masing-masing tanpa ingin melakukan perlawanan.

"Jangan menyentuhnya!" Suara bentakan keras muncul mengiringi penampakan seseorang berjubah putih dengan wajah yang tampan dan anggun. "Siapa pun yang berani melukainya barang segores saja, maka nyawa kalian akan melayang saat ini juga!"

'Akhirnya ada juga orang yang datang menolongku!' Pemuda itu merasa sangat lega. 'Terima kasih, Dewa!'

Tatapan berterima kasih muncul dari sinar mata pemuda tersebut dengan datangnya sosok berjubah putih ini. Secara tanpa sadar, ia pun berlari dan merapatkan tubuhnya pada orang tersebut. "Kakak Penolong! Kakak Penolong, tolong aku!"

"Kamu tenanglah. Kakak ini sudah berusaha mengurus mereka semua!" Sosok berjubah putih berkata dengan suara tenang tetapi bernada tajam.

Pria itu lalu menarik tubuh pemuda itu ke belakang. "Berlindunglah di belakangku!"

"Baiklah." Pemuda itu langsung bersembunyi di belakang punggung pria berbaju putih, bertingkah seperti seekor anak kucing yang manja.

'Kakak tampan ini benar-benar seorang dewa penolong!' bisiknya dalam hati.

More Chapters