LightReader

Chapter 19 - Bab 21 (Alkein-Ruhosi)

Bab 21 – Jantung Hutan dan Bisikan Kehidupan

Ruhosi melangkah maju, mengikuti jalur yang dibuka oleh akar-akar kuno, menuju Pohon Penjaga. Udara di sini terasa lebih segar, lebih hidup, seolah setiap napas yang ia hirup adalah esensi murni dari alam. Lensa Kabut di sakunya berdenyut lembut, memancarkan cahaya biru yang kini terasa seperti detak jantung yang selaras dengan denyutan Pohon Penjaga di kejauhan.

Akhirnya, ia tiba di sebuah area terbuka yang luas, di mana sebuah pohon raksasa menjulang tinggi, menembus kanopi hutan hingga puncaknya menyentuh awan. Batangnya begitu besar, dihiasi ukiran alami yang tampak seperti wajah-wajah kuno, dan daun-daunnya memancarkan pendaran hijau keemasan yang menenangkan. Aura kehidupan yang terpancar dari pohon itu begitu kuat hingga Ruhosi bisa merasakannya di setiap sel tubuhnya. Ini adalah Pohon Penjaga, jantung dari Hutan Valdoria.

"Whoaa… pohon ini gede banget! Pasti umurnya udah jutaan tahun ya?" gumam Ruhosi takjub, mendongak hingga lehernya pegal. Ia mendekat perlahan, menyentuh kulit pohon yang terasa hangat dan berdenyut.

Saat tangannya menyentuh batang pohon, batu giok daun yang ia temukan di kuil reruntuhan tiba-tiba melayang keluar dari sakunya, berputar pelan di udara, lalu menempel di kulit pohon. Seketika, ukiran di batang pohon bersinar terang, dan dari dalam pohon, sebuah suara lembut namun agung menggema di benak Ruhosi.

> "Selamat datang, Sang Pengembara… Darah yang menyatukan… Kau telah menemukan Kunci Kehidupan."

Ruhosi terkejut. "Kunci Kehidupan? Jadi ini dia? Bentuknya kayak pohon?"

Suara itu tertawa pelan, seperti gemerisik daun di musim semi.

> "Bukan aku Kunci itu, Anakku. Aku adalah penjaganya. Kunci Kehidupan adalah esensi yang mengalir dalam dirimu… dan dalam setiap makhluk hidup di Alkein. Kau telah membangunkannya dengan sentuhanmu."

Dari dalam Pohon Penjaga, sebuah cahaya hijau keemasan melesat, menyelimuti Ruhosi. Ia merasakan gelombang energi yang menenangkan namun kuat mengalir ke dalam dirinya, menyatu dengan aura hitam dan putih yang sudah ada. Retakan di kulitnya tidak lagi hanya mengeluarkan asap hitam; kini, di beberapa titik, muncul pendaran hijau samar yang berdenyut selaras dengan detak jantungnya.

"Rasanya… kayak habis minum jus buah paling enak sedunia!" seru Ruhosi, matanya terpejam menikmati sensasi itu.

> "Kau kini terhubung dengan denyut nadi kehidupan Alkein. Kau akan merasakan penderitaan… dan kebahagiaan… dari setiap makhluk hidup. Gunakan kekuatan ini untuk menjaga keseimbangan, bukan untuk menghancurkan."

Kilasan-kilasan visi kembali menyerbu pikirannya: hutan-hutan yang terbakar, sungai-sungai yang mengering, dan makhluk-makhluk yang sekarat. Lalu, ia melihat Elara, gadis kecil berambut pink perak, memancarkan cahaya penyembuhan yang menenangkan. Visi itu begitu singkat, namun meninggalkan jejak kehangatan di hatinya.

"Gadis itu… siapa dia?" bisik Ruhosi.

Suara Pohon Penjaga menjawab, kini dengan nada yang lebih serius.

> "Dia adalah pecahan cahaya… yang akan menuntunmu pada keutuhan. Takdir kalian terjalin… seperti akar dan daun. Namun, jalan menuju pertemuan itu… penuh duri. Dia yang Menginginkan Kehampaan… semakin kuat. Dia mencari Kunci-Kunci… untuk memutus semua ikatan."

Cahaya dari Pohon Penjaga perlahan meredup. Batu giok daun kembali melayang, lalu masuk ke dalam saku Ruhosi. Lensa Kabut di tangannya kini memancarkan cahaya hijau lembut, dan peta bintang di dalamnya menunjukkan titik baru yang berkedip di arah barat daya, di sebuah konstelasi yang menyerupai bunga mekar.

"Jadi, ada kunci lain lagi, dan aku harus ketemu gadis itu?" Ruhosi menghela napas, lalu nyengir. "Oke deh, petualangan baru! Semoga gadis itu nggak terlalu cerewet."

Beberapa tahun berlalu…

Ruhosi, kini menginjak usia empat belas tahun, telah menjadi pengembara sejati. Tubuhnya lebih tinggi dan berotot, dengan bekas luka yang menceritakan petualangan-petualangan yang tak terhitung jumlahnya. Rambut hitamnya yang dulu acak-acakan kini sedikit lebih panjang, dengan beberapa helai putih bercahaya yang semakin jelas. Matanya yang dulu hanya memancarkan kekonyolan kini juga menyimpan kebijaksanaan dan ketajaman seorang pemburu.

Ia telah menjelajahi berbagai wilayah di Alkein, menghindari pasukan Vorgash yang terus memburunya, dan sesekali berpapasan dengan ras-ras baru yang unik. Kemampuan Napas Anginnya telah mencapai tingkat mahir; ia bisa melayang di udara dengan hembusan angin, menciptakan pusaran kecil untuk mengalihkan perhatian, atau bahkan menyamarkan kehadirannya hingga nyaris tak terlihat. Kekuatan dari retakan di kulitnya, yang kini ia sebut 'Aura Senja', juga semakin terkendali. Ia bisa menggunakannya untuk memperkuat pukulannya, menciptakan perisai bayangan, atau bahkan menyembuhkan luka-lukanya sendiri dengan pendaran hijau dari Kunci Kehidupan yang kini menyatu dalam dirinya.

Ia masih konyol, seringkali membuat monster-monster yang ia lawan kebingungan dengan celetukan-celetukan anehnya, atau membuat penduduk desa yang ia temui tertawa dengan tingkah lakunya yang spontan. Namun, di balik semua itu, ada tujuan yang jelas: menemukan Kunci-Kunci lainnya, dan mencari tahu lebih banyak tentang gadis bercahaya dalam visinya. Lensa Kabutnya, yang kini memancarkan cahaya hijau dan biru secara bersamaan, terus menuntunnya ke arah barat daya, menuju Konstelasi Bunga Mekar.

More Chapters