"Awas kering itu gigi, senyum-senyum mulu gua liat-liat" Dion, sang asisten menyapa Daniel dan meletakkan Map dan segelas kopi yang baru dibelinya dihadapan Daniel.
"Kenapa sih, seneng banget gua liat-liat akhir ini. Eh itu tangan kenapa? Lo abis ngapain Daniel!?"
"Oh ini, kemaren gue pengen masak dan akhirnya keiris. Udah di obatin sama istri gua"
"Make ni orang! Lu nikah kapan? Jangan ngaco deh. Daniel, gua tau lu patah hati jadi gak usah ngaco dan halusinasi punya istri gini ya. Jodoh sudah ada yang ngatur" Dion menepuk pundak Daniel dan dibalas tatapan tidak suka.
"Gua gak halusinasi dan soal patah hati itu udah lama kali. Gua beneran sudah menikah Dion"
"Kalau udah mana buktinya? Trus bisa gitu konglomerat kaya lo nikah tanpa ada beritanya sedikitpun dan ini ya kemaren aja gua denger lo bawa cewek Kesini pas gua lagi tugas luar kota dan Bu Desi lagi cuti lahiran. Daniel jangan bilang lo berbuat hal mesum disini!"
"Jaga omongan lo Dion, emang gua cowok apaan?. Yang kemarin datang itu ya Istri Gua"
"Hah!" Daniel menutup telinganya yang tiba-tiba berdengung akibat teriakan kaget Dion.
"Wah parah lu, nikah gak undang gua. Lo udah gua anggap kaya abang sendiri tapi lo bohongin gua Daniel" Dion bertingkah dramatis.
Daniel dan Dion memang berstatus bos dan asisten namun, Daniel sudah menganggapnya sebagai adik, asisten sekaligus sahabat. Dion memang kerap berada disekitarnya dan selalu tau apa saja tentang Daniel termasuk hubungan asmaranya kecuali pernikahan Daniel.
"Drama banget l, ntar gua kenalin, tapi jaga sikap ya. Gua gak mau istri gua gak nyaman karna ada lo”
"Jadi beneran udah nikah? Wah gak sabar gua ketemu kakak ipar"
Siang itu Nina duduk diantara dua pria yaitu suaminya serta Dion, yang baru pertama kali dijumpai. Dion menatap pada dirinya dan Daniel secara bergantian dengan wajah datar dan sesekali memicingkan matanya setelah mendengar cerita bagaimana mereka bisa menikah. Nina merasa canggung ditambah lagi tangannya kerap digenggam oleh Daniel. Nina coba tetap tersenyum menahan kecanggungan diantara mereka.
"Mbak lo, gak di hamilin kan sama dia?" Sontak Nina menatap kaget atas pertanyaan tiba-tiba Dion.
"Gua tau mulut lo gak ada filter tapi gak gitu juga Dion, gua bukan cowok brengsek”
"Ya abisnya kok lo mau sih mbak sama mahkluk satu ini. Kerjanya ya cuman kerja, kerja, dan kerja"
"Maksud lo ngatain gua begitu apa?"
"Wow santai dulu bang, ni gua lagi berperan sebagai adik yang baik. Tapi kok lo bisa dijodohin sama cewek secantik ini sih. Gua harus bilang ke oma nih. Siapa tau masih ada stok cewek. Tapi selamat ya buat kalian berdua, walau gua rada kecewa sih gak diundang"
"Maaf ya Mas Dion, oh iya saya bawa makan lebih. Makan bareng kita aja. Kebetulan hari ini saya yang masak soalnya Chef Li lagi libur" Daniel menatap istrinya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Gak! lo makan di kantin aja" Daniel menatap tidak suka pada Dion dan melarangnya menyentuh kotak makanan dihadapan mereka.
"Iya iya elah, nyicip aja gak boleh? Oke oke gua cabut dulu" Dion akhirnya mengalah setelah diberi tatapan tidak suka oleh Daniel.
"Yaudah, kakak ipar gua pamit dulu. Takut, ada bucin sangar" Dion berlari kecil meninggalkan ruangan itu sementara Daniel masih menatap Nina dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Apa? kenapa?" Daniel tidak menjawab, malah beralih pada kotak bekal yang Nina bawa dan makan dengan diam. Nina merasa ada yang aneh dengan sikap suaminya yang tidak biasa. Sampai makanan habis, Daniel tidak berkomentar.
"kenapa sih? Makanannya gak enak? keasinan?" Lagi, Nina bertanya lagi.
"LO emang kayaknya gak ada rasa deh ke gua dan gak niat buat serius sama gua" Ekspresinya terlihat murung membuat Nina semakin bingung.
"Hah? lo ngomong apa sih Daniel"
"Dion lo panggil dengan sebutan Mas, sementara gua gak pernah tuh dipanggil gitu. Lo juga tawarin makanan buatan lo pertama kali sama dia bukan gua" Nina sedikit kaget dengan penuturan Daniel. Ternyata suaminya itu tengah menahan cemburu. Sontak, Nina tertawa membuat Daniel semakin kesal.
"Lo cemburu?"
"Hah! buat apa gua cemburu. Kekanak-kanakan"
"Yasudah, maaf ya mas Daniel. Aku cuman basa basi aja kok tadi. Jangan marah lagi ya" Nina berusaha membujuk suaminya yang sedang terbakar api cemburu itu dengan ekspresi wajah yang sangat menggemaskan bagi Daniel. Sementara Daniel membuang muka berusaha menahan senyum.
"Ada syaratnya dan lo harus bayar kalau gua mau maafin"
"Hah, minta maaf harus ada syaratnya trus bayar lo kan udah kaya mas Danielll, uang gua gak seberapa dibanding punya lo" Lagi, sebutan kata 'mas' sukses membuat mood Daniel kembali baik namun dia tutup-tutupi demi mengisengi istrinya itu.
"Ya kalau minta maaf kan tergantung yang menerima. Gua bakal terima kalau lo bayar, lagian gua gak minta uang lo buat jadi bayarannya"
"Trus bayarnya pakai ap-" Ucapannya terpotong ketika Daniel mengecup bibir Nina tiba-tiba.
"Ini bayarannya" Nina memukul pelan pundak Daniel atas pergerakannya yang tiba-tiba.
"Daniel!!, kita lagi di kantor. Ntar kalau ada yang lihat gimana!?"
"Kalau gak ada yang lihat dan kalau dirumah boleh bebas"
"Ihh lo ya, lama kelamaan kok makin mesum"
"Mesum sama istri sendiri ya gak papa" Wajah Nina kembali terasa panas dan memerah. Berada terlalu dekat dengan Daniel membuat jantungnya semakin tak karuan karena tingkahnya. Ditambah lagi, Nina mulai bingung dengan perasaan yang dimilikinya saat ini.
"Awas ih gua mau pulang. Gak ada gua manggil-manghil lo pake mas. Gua mau ke tempat supplier bunga. Kotak bekalnya lo bawa sendiri" Nina bangkit dan segera melarikan diri dari suaminya itu. Daniel tertawa geli melihat dirinya yang semakin terang-terangan menunjukkan perasaannya pada Nina. Menggoda nina sampai istrinya itu malu merona menjadi kegiatan yang Daniel gemari sekarang.
Sepeninggal Nina, Daniel kembali merapikan kotak bekal makanan saat tiba-tiba dadanya terasa nyeri dan nafasnya semakin berat. Kotak makanan di tangannya terjatuh begitu saja ke lantai bersamaan dengan tubuhnya sementara wajahnya semakin memerah dengan nafas yang tersengal-sengal.
Dion yang juga baru selesai makan siang hendak masuk dan berpapasan dengan Nina di depan lift yang tengah terburu-buru namun masih sempat tersenyum menyapanya.
"Kok istri lu kabur gi- Daniel!!?" Dion terkejut saat melihat Daniel yang tengah berbaring di lantai dan merintih kesakitan.
“Daniel lo kenapa?” Dion semakin panik saat melihat wajah Daniel yang semakin pucat
“O…O-bat” Dengan sekuat tenaga Daniel menunjuk ke arah kantong jasnya, dimana botol obatnya berada. Dengan cepat Dion merogoh kantong jas itu dan meraih botol obat yang Daniel maksud dan membantunya.
Beberapa menit berlalu, Daniel sudah mulai tenang dan bernapas dengan normal. Tubuhnya terbaring di sofa sementara Dion masih dengan wajah paniknya menatap Daniel yang terbaring.
“Gua belum pernah liat lo sampe gitu. Lo udah check-up lagi soal jantung lo?” Daniel menggeleng.
“Nina tau?” Daniel perlahan bangkit dan duduk.
“Iya…” Dion menghela nafas panjang dan duduk di sofa di sebelah Daniel.
“Gua bakalan urus semua kepentingan kantor sampai minggu depan. Lo harus segera ke Singapore, buat cek keadaan jantung lo”
“Thanks”
“Oh iya, gua bakalan anter lo pulang sekarang. Sore ini tinggal meeting tim pemasaran aja. Biar gua yang wakilin, oh iya gua minta kontaknya Nina. Biar gua bisa kabarin dia kalau ada hal yang perlu lainnya” Daniel meraih ponselnya dan mengirimkan kontak Nina.
“Eh Dion, tolong jangan kasih tau Nina soal gua yang mau check up. Gua gak mau dia kepikiran”
“Hah? Kok gak usah dikasih tau? Dia istri lo, udah seharusnya dia tau”
“Gua ngerti. Lo tau sendiri, hanya kalian berdua yang tau soal penyakit ini. Nina terima gua dengan kondisi gua yang seperti ini dan gua mau jadi versi Daniel yang sehat untuk dia. Jadi gua bakalan usahakan apapun itu”
Dion menatap sahabatnya itu dan mengangguk paham.
“Gua ngerti, tapi mau bagaimanapun lo tetap harus kasih tau”
“Biar gua yang ngasih tau nanti. Gua balik sendiri aja. Tolong titip ya Dion” Dion mengangguk paham. Daniel melangkah keluar dari kantornya dan memutuskan untuk segera pulang.
Diperjalanan, Daniel teringat dengan Nina. Dia memutuskan untuk mengirim pesan dan akan pulang bersama dengannya. Dia berharap dengan berada di sekitar Nina, mungkin akan membuat dirinya sesikit lebih tenang.