Chapter 47 – Shadows Beneath the Western Wall
(Bayangan di Balik Tembok Barat)
Satu minggu telah berlalu sejak mereka memilih menyendiri dalam gua sunyi di dekat bukit. Udara pagi hari itu sejuk dan berembun, menyusup masuk melalui celah batu yang menghadap timur. Cahaya lembut matahari jatuh tepat ke wajah Zienxi yang masih tertidur dalam posisi duduk bersila.
Matanya perlahan terbuka. Napasnya panjang dan tenang. Aura dalam tubuhnya terasa sedikit lebih stabil dari sebelumnya. Di sampingnya, Vuyei juga mulai terbangun, helaan napasnya pertama terasa penuh ketenangan. Mereka saling bertatapan sejenak, seolah menyapa satu sama lain tanpa kata.
Zienxi kemudian berdiri dan menatap keluar mulut gua, tempat cahaya matahari mulai menari di antara dedaunan.
"Ayo kita pergi," ucap Zienxi tenang tanpa menoleh.
Vuyei menatap punggung kakaknya dan bertanya pelan,
"Ke mana?"
"Mencari beberapa harta untuk pelelangan nanti." Suara Zienxi terdengar dingin, namun penuh tujuan.
Vuyei mencondongkan tubuhnya sedikit, senyum kecil di bibirnya.
"Apakah kita mencuri, bertarung, atau membunuh?"
Zienxi hanya menghela napas, masih dengan pandangan lurus ke depan.
"Mungkin bertarung… dan sedikit mencuri."
Vuyei tertawa kecil, lalu mengangguk.
"Baiklah, ayo kita mulai hari ini dengan sedikit kekacauan."
Menjelang siang hari, mereka berdua telah tiba di bagian paling barat kota Feifei wilayah yang jarang dilewati para penguasa kota. Jalanannya penuh debu dan bau arak murahan menyelimuti udara. Beberapa manusia fana berlalu lalang, sementara di sisi kanan jalan tampak sekelompok kultivator duduk santai di depan kedai tua, meneguk anggur dan tertawa keras.
Zienxi dan Vuyei berjalan perlahan, menyisir lorong demi lorong seperti dua bayangan yang menyusup ke tengah dunia fana. Tatapan Zienxi tajam, mengamati sekeliling tanpa terlihat mencolok. Vuyei menyusul di belakangnya, langkahnya ringan namun penuh siaga.
Salah satu kultivator dari kelompok di depan kedai tiba-tiba berdiri, matanya menatap tubuh ramping Vuyei dengan senyum miring.
"Nona cantik… apa kau ingin minum bersama kami? Aku jamin anggurnya manis, dan pelukannya lebih hangat," ujarnya sambil terkekeh.
Vuyei menghentikan langkah. Matanya sempat memutar, lalu tanpa peringatan, tangan kanannya melayang dan.
Plakkk!
Tamparan keras itu membuat wajah pria itu menoleh paksa ke samping, meninggalkan bekas merah menyala. Tawa kelompok itu berubah menjadi decak kagum bercampur kekesalan.
"Hei, tamparan wanita ini cukup kuat!" kata pria itu, tertawa mengejek. "Aku suka yang liar…"
Tangannya mulai terulur ke arah lengan Vuyei, tapi.
Dukk!
Sebuah tendangan cepat dari lutut Vuyei menghantam perutnya. Tubuh pria itu terangkat dari tanah dan menghantam meja kedai hingga pecah berantakan. Penduduk sekitar langsung berhamburan menghindar.
Pria itu bangkit dengan meringis, darah menetes dari sudut bibirnya. Dengan gerakan kasar, ia membentuk mudra cepat dan melontarkan mantra angin berputar ke arah Vuyei.
"Rasakan ini, jalang sombong!"
Vuyei hanya mengangkat satu tangan, membentuk segel sederhana.
Seketika udara di sekelilingnya menegang, dan gelombang energi spiritual muncul dari telapak tangannya.
Boom!
Kedua mantra saling berbenturan di udara, memunculkan semburan energi yang membuat puing-puing beterbangan. Namun mantra pria itu hancur lebih dulu, dan gelombang Vuyei menembus pertahanan si kultivator, menghantam dadanya.
Brakkk!
Tubuh pria itu terpental dan menghantam dinding kayu. Ia terbatuk darah seteguk besar berwarna merah tua yang menyembur dari mulutnya.
Melihat rekan mereka dihajar oleh seorang gadis, dua kultivator lain dari kelompok itu berdiri dengan marah. Salah satu dari mereka bersenjatakan tombak pendek, sementara yang lain melompat dari atap kedai dan mendarat dengan pedang besar di punggungnya.
"Berani menyentuh anggota kami, kau cari mati!" teriak salah satu dari mereka.
Zienxi, yang sejak awal hanya diam mengamati, akhirnya melangkah maju. Suaranya datar saat berkata,
"Terlalu ribut."
Salah satu dari kultivator itu menyerang Vuyei, tombaknya menusuk lurus dengan kecepatan tinggi. Tapi Vuyei melangkah ke samping, menghindar, lalu menggenggam ujung tombak dan memutarnya keras membuat si pemilik kehilangan keseimbangan.
Zienxi melompat ke arah pria dengan pedang besar. Dengan cepat ia mencabut belatinya dan menyabet ke arah lawan.
Ting! Clang!
Bilah logam bertemu. Tapi kekuatan Zienxi tidak terletak pada senjatanya melainkan kecepatannya. Ia meluncur seperti bayangan, menukik ke bawah, lalu menendang lutut lawannya dengan keras hingga terdengar suara retakan tulang.
"Kau terlalu lambat," gumam Zienxi dingin.
Pria itu berteriak kesakitan, tapi Zienxi tak memberinya kesempatan. Belatinya menari di udara, dan dalam tiga gerakan tajam, tubuh pria itu roboh bersimbah darah.
Sementara itu, Vuyei sudah menyelesaikan pertarungannya. Tubuh musuhnya tergeletak dengan wajah penuh luka bakar spiritual hasil dari mantranya yang menghantam tepat di wajah.
Ketiganya kini terkapar. Satu tewas seketika, dua lainnya hanya mengerang tanpa daya.
Tanpa berbicara, Zienxi dan Vuyei memeriksa tubuh para kultivator. Mereka menemukan satu kantong spiritual, di dalam kantong ada dua gulungan mantra tingkat rendah, dan satu kalung energi spiritual berwarna biru kehijauan.
Zienxi menyimpan barang-barang itu dalam kantongnya.
Vuyei menatap ketiga tubuh yang bersimbah darah itu, lalu bertanya,
"Apakah ini cukup?"
Zienxi menoleh dengan tenang.
"Ini permulaan."
Mereka pun berjalan menjauh, meninggalkan kerusuhan kecil di sudut barat kota Feifei yang segera menarik perhatian warga dan penjaga.
Bayangan mereka menyusup ke lorong lain, memudar perlahan dalam kelam siang yang panas.
Matahari telah bergeser ke barat saat langkah Zienxi dan Vuyei kembali menelusuri jalanan kota Feifei bagian barat. Debu halus berputar pelan setiap kali kaki mereka menginjak jalanan batu yang mulai memudar warnanya. Aroma makanan hangat dan anggur murah menyeruak dari arah beberapa kedai di pinggir jalan, disertai suara riuh rendah dari para kultivator tingkat rendah dan manusia fana yang sedang bercengkerama.
Zienxi mengamati sekelilingnya dengan mata tenang namun tajam, penuh kalkulasi. Tatapannya menyapu ke arah sebuah kedai sederhana di pojok jalan, di mana empat kultivator terlihat sedang makan sambil tertawa keras, diapit oleh teko anggur dan beberapa kantong spiritual yang terbuka sedikit.
“Ayo ke sana,” kata Zienxi datar tanpa menoleh.
Vuyei mengangguk kecil, lalu mengikuti langkah kakaknya masuk ke dalam kedai.
Begitu mereka masuk, aroma pedas dan asin menyambut hidung mereka. Vuyei dengan cepat memasuki perannya, langkahnya berubah menjadi lembut, penuh kemanjaan yang disengaja. Dia membiarkan rambutnya sedikit berantakan, bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang menggoda, dan matanya melirik ke arah salah satu kultivator yang duduk di meja paling kanan pria bertubuh kekar dengan pakaian lusuh tapi kantong spiritual yang tampak menggembung.
Dengan langkah ringan, Vuyei mendekati meja itu dan dengan suara lembut menggoda, “Kakaaaak~” serunya manja, sambil menyandarkan tubuh sedikit ke atas meja. “Kau tampak sangat kuat… Tapi wajahmu juga tidak kalah tampan, lho.”
Pria itu langsung menghentikan gelaknya, menoleh dan menatap Vuyei dengan tatapan tak percaya, lalu tertawa kecil. “Haha! Siapa kamu, nona cantik? Baru pertama kali kulihat wajah segar sepertimu di sini.”
“Aku cuma gadis miskin yang tersesat dalam jalan kultivasi yang keras…” kata Vuyei, mendesah pelan, membuat suaranya nyaris seperti bisikan lembut. Dia meraih salah satu kursi dan duduk perlahan, mendekat ke pria itu. “Aku kehabisan pil dan senjata… Padahal aku ingin berlatih sungguh-sungguh. Tapi tidak ada yang mau membantu…” Ia mengedipkan satu mata genit, lalu memiringkan kepala dengan senyum polos yang menyimpan niat tersembunyi. “Kakak… mau bantu adik kecil ini, tidak~?”
Salah satu teman pria itu menyikutnya sambil tergelak. “Haha, Hei Nian, kau beruntung hari ini! Lihat tuh gadis, dia manis sekali!”
Hei Nian, sang kultivator kekar, tertawa puas. “Adik manis… Tentu saja Kakak akan membantumu. Katakan saja, kau mau pil, senjata, atau… aku?” Ucapannya diakhiri dengan tawa menggoda yang membuat Vuyei ikut terkikik, menutup mulutnya seolah malu.
“Aduh, Kakak… bisa saja~” katanya sambil menepuk lembut lengan pria itu. “Yang penting… harta yang bisa bantu aku berlatih… Kakak punya?”
Senyum Hei Nian makin lebar. Dengan bangga, ia membuka kantong spiritualnya dan mengeluarkan isinya satu per satu, menyusunnya di atas meja seperti pameran kecil.
“Satu pedang roh kualitas menengah, dua pil pemulih energi spiritual, dan satu guci kecil berisi anggur penyembuh. Bagaimana, cukup untuk adik kecil?”
Vuyei memandang barang-barang itu dengan mata bersinar dan suara lirih. “Waaah… semuanya terlihat sangat berharga… Aku jadi terharu…”
Sementara itu, dari tempatnya berdiri tak jauh, Zienxi menyandarkan tubuh ke dinding, matanya tetap kosong namun waspada. Dia memperhatikan interaksi itu tanpa sepatah kata pun. Meski wajahnya tanpa ekspresi, matanya jelas menyimpan satu hal rencana.
“Ayo lanjut,” gumamnya pelan pada dirinya sendiri, menunggu momen yang tepat saat Vuyei menarik mangsanya semakin dalam ke dalam jaring.