LightReader

Chapter 56 - Chapter 56 – The Day of Exchange

Chapter 56 – The Day of Exchange (Hari Penukaran)

Sepuluh hari berlalu dalam keheningan dan persiapan yang tak pernah berhenti. Hari pelelangan yang ditunggu-tunggu pun tiba. Siang itu, di sebuah rumah yang tenang di pinggiran desa, Zienxi dan Vuyei duduk berseberangan di ruangan utama. Di hadapan mereka terhampar beberapa barang berharga yang telah mereka kumpulkan dengan cermat: dua batu roh tingkat rendah, dua gulungan mantra tingkat rendah, satu pedang kualitas menengah.

“Apa ini cukup untuk satu Pil Aktivasi Nadi?” tanya Vuyei sambil mengangkat sebuah batu roh, memantulkan cahaya siang dari jendela.

“Kalau kualitasnya seperti ini, setidaknya kita bisa tawar satu.” Zienxi menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari pedang di tangannya. Ia mengecek ukiran pedang itu, memastikan keasliannya.

Vuyei bangkit, melipat jubah putihnya dengan anggun. “Kalau begitu, ayo kita berangkat. Aku tak mau datang saat semua barang bagus sudah laku.”

Zienxi berdiri, mengambil jubah hitam panjangnya yang menjuntai hingga betis, lalu mengenakannya perlahan. Rambut panjangnya ia ikat separuh ke belakang. Vuyei melakukan hal yang sama, membiarkan sebagian rambutnya terurai, dibiarkan berkibar anggun.

Mereka melesat ke langit, meninggalkan rumah dalam jejak angin yang lembut. Di atas awan, keduanya terbang berdampingan menuju pusat kota. Setelah beberapa saat, mereka mendarat di bagian timur kota dan memilih berjalan kaki menuju Paviliun Xu. Jalanan mulai ramai. Keramaian semakin menjadi saat sosok keduanya menarik perhatian.

“Apakah mereka kakak-adik?” bisik seseorang dari kejauhan.

“Lihat jubah mereka. Hitam dan putih… seperti kontras langit dan bumi, tapi entah kenapa… terlihat serasi.”

“Yang pria… siapa dia? Wajahnya tak asing…”

Langkah keduanya tetap tenang, tak terganggu bisikan-bisikan itu. Vuyei menatap ke depan dengan senyum tipis, sementara Zienxi, seperti biasa, memandang lurus tanpa sedikit pun terganggu.

Sementara itu, di dalam Paviliun Xu, ruang utama pelelangan telah dipenuhi oleh puluhan kultivator dari berbagai penjuru. Suasana tegang, sebab hanya lima menit tersisa sebelum pelelangan dimulai.

Lian Roushi duduk di sisi kiri aula, ditemani tiga orang lainnya. Rui Fei yang bersandar malas dengan mata tajam, Shou Lin yang mengenakan pakaian lapis perunggu dan Jian Rou, seorang wanita tenang dengan tatapan tajam seperti elang.

“Masih belum datang,” gumam Roushi sambil menatap pintu masuk utama dengan harapan.

Rui Fei melirik. “Kau yakin mereka akan datang? Terutama... Zienxi itu?”

“Mereka berkata akan datang. Aku yakin mereka bukan orang yang suka berbohong.” Roushi menjawab, nadanya tenang tapi penuh keyakinan.

Shou Lin menoleh. “Zienxi… itu yang kau ceritakan itu, ya?”

Roushi mengangguk pelan.

Tiba-tiba, suara lembut membuka keheningan: creeakk...

Pintu Paviliun Xu terbuka perlahan. Dua sosok melangkah masuk. Aura tenang dan kuat menyapu seluruh aula.

“Itu mereka…” bisik Lian Roushi dengan senyum kecil, tapi matanya bersinar penuh semangat.

Teman-temannya ikut menoleh.

Vuyei berjalan anggun, rambutnya berkibar pelan, matanya jernih dan wajahnya seputih giok, seperti peri dari danau es. Di sebelahnya, Zienxi melangkah dengan tenang, tatapannya dingin dan dalam, wajahnya seperti pahatan batu, tanpa emosi, seperti lautan di malam hari.

Beberapa kultivator membisikkan gumaman penuh rasa ingin tahu.

“Itu siapa…?”

“Mereka sangat tenang… tapi seperti menyimpan sesuatu…”

“Yang laki-laki itu… ada tekanan aneh… bukan dari kekuatan, tapi dari sesuatu yang lain.”

Zienxi dan Vuyei berjalan menuju sisi kanan paviliun. Namun suara pelan terdengar dari sisi kiri.

“Zienxi! Vuyei!” panggil Lian Roushi sambil mengangkat tangan.

Vuyei segera menoleh dan tersenyum cerah, lalu menggandeng tangan kakaknya. “Kak, mereka ada di sana!” katanya ceria.

Zienxi membiarkan tangan adiknya menggenggamnya dan mengikuti langkahnya menuju sisi kiri. Saat mereka sampai, Vuyei membungkuk sedikit.

“Apakah kalian menunggu kami? Ini kakakku, Zienxi.”

Roushi tersenyum hangat. “Bisa dibilang begitu. Aku Lian Roushi, kau mungkin masih ingat.”

Zienxi hanya memandangi wajah Roushi sesaat, lalu mengangguk tipis nyaris tak terlihat sebelum duduk di kursi kosong. Ia tak berkata sepatah kata pun.

Vuyei menoleh pada ketiga orang lain. “Dan kalian…?”

Rui Fei mengangguk malas. “Rui Fei.”

Shou Lin tersenyum ramah. “Shou Lin, senang bertemu kalian.”

“Jian Rou,” kata wanita terakhir dengan suara tenang, matanya menatap langsung ke Zienxi sesaat.

“Terima kasih sudah menunggu. Kakakku memang pendiam,” ujar Vuyei sambil tersenyum canggung.

“Kami bisa lihat itu…” sahut Rui Fei, sedikit terkekeh.

Lian Roushi menatap Zienxi dengan mata menyipit. “Masih tak suka bicara?”

Zienxi akhirnya membuka mulut, suaranya datar, dalam, tapi jernih. “Kalau perlu, aku bicara.”

Jawaban itu membuat keempat orang terdiam sejenak. Lalu Shou Lin tersenyum tipis. “Jawaban yang jujur.”

Pelelangan pun dimulai. Suara gong menggema di seluruh paviliun. Seorang pria tua berjubah hijau muncul di atas panggung, membuka gulungan besar.

“Pelelangan hari ini… resmi dimulai!”

Desir energi spiritual menyebar. Aura para kultivator mulai bergolak bukan karena kekuatan, tapi karena hasrat. Hasrat untuk mendapatkan barang yang mungkin akan mengubah hidup mereka.

Dan di antara puluhan mata, hanya satu tatapan tetap tenang dan tak berubah: tatapan Zienxi, yang menatap langsung ke tengah panggung, seolah tak ada hal lain di dunia ini yang berarti.

Pria tua berjubah hijau itu melirik ke arah pengunjung yang datang, matanya langsung menangkap sosok Zienxi dan Vuyei. Senyuman ramah merekah di wajahnya saat ia membungkuk sedikit sebagai bentuk penghormatan.

“Ah, kalian... Ternyata benar-benar datang,” ucapnya dengan nada hangat.

Ucapan itu membuat beberapa pasang mata di dalam ruangan langsung menoleh. Suasana mendadak hening sesaat. Orang-orang terkejut, bahkan Lian Roushi dan teman-temannya tidak bisa menyembunyikan keterkejutan di wajah mereka. Namun, Vuyei hanya tersenyum kecil dan tetap tenang. Di sampingnya, Zienxi hanya menanggapi sapaan itu dengan satu anggukan kecil, tanpa berkata apa pun.

Pria tua itu kembali berdiri tegak, lalu melanjutkan tugasnya.

“Baik, hadirin sekalian. Kita akan memulai sesi pelelangan pertama. Kategori kali ini adalah harta spiritual. Bagi yang berminat, harap menyiapkan batu logam sesuai nilai barang.”

Ia mengangkat sebuah armor ringan yang tampak berkilau samar dengan aura hangat.

“Harta pertama adalah armor ringan penahan api. Cocok untuk kultivator yang sering menghadapi teknik elemen api. Nilainya: dua puluh batu logam.”

Suara pelan-pelan kembali ramai. Para kultivator mulai berdiskusi satu sama lain, menimbang manfaat harta tersebut bagi mereka. Beberapa bahkan mengeluarkan batu logam dari kantong penyimpanan masing-masing. Namun, Zienxi tampak tidak tertarik sama sekali. Matanya hanya melirik sebentar, lalu kembali menatap lurus ke depan tanpa emosi.

Beberapa saat kemudian, seorang kultivator muda mengangkat tangan.

“Aku menawar delapan belas batu logam.”

Pria tua itu mengangguk. “Delapan belas batu logam... Baik, disepakati. Armor penahan api jatuh kepada saudara ini.”

Ia menyerahkan armor tersebut kepada pembeli, lalu mengambil barang berikutnya.

“Selanjutnya, sebuah rompi lapis batu. Lapisan luar sekeras batu pegunungan, mampu menahan serangan fisik ringan.”

Suara kekaguman terdengar dari beberapa peserta. Seorang kultivator berpakaian biru segera melangkah ke depan.

“Rompi itu milikku. Tiga puluh batu logam.”

Pria tua itu tertawa kecil. “Cepat dan tegas. Tiga puluh batu logam... Disepakati.”

Rompi pun berpindah tangan, dan suasana kembali menjadi hiruk pikuk dengan suara pembicaraan antusias di antara para peserta pelelangan.

Barang selanjutnya diletakkan di atas meja oleh seorang asisten berjubah hitam. Sebuah jimat berbentuk segi enam, terbuat dari batu giok keunguan yang berpendar samar, dipajang di tengah meja. Aura lembut namun tegas memancar darinya.

Pria tua berjubah hijau itu tersenyum ramah dan berkata,

“Selanjutnya adalah jimat sekali pakai untuk menahan satu serangan mantra, asalkan tidak melebihi ranah Spirit Root Cultivation. Cocok untuk penyelamatan diri di momen genting.”

Mendengar itu, Vuyei menoleh ke kakaknya dan melirik jimat tersebut. Dengan suara pelan namun jernih, ia bertanya,

“Kak, apakah kau tidak tertarik?”

Zienxi hanya melirik sekilas, lalu menjawab singkat,

“Tidak.”

Vuyei mengangguk kecil, tak memaksa. Pandangannya kembali ke jimat itu, seolah menimbang sesuatu.

Tak lama kemudian, seorang kultivator wanita dari barisan tengah mengangkat tangan.

“Aku menginginkannya. Apakah dua puluh lima batu logam cukup?” tanyanya.

Pria tua itu tersenyum dan mengangguk,

“Cukup. Selamat kepada Nona, jimat ini milik Anda.”

Wanita itu tersenyum puas dan menerima jimatnya dengan anggukan sopan. Sementara itu, suara bisik-bisik kembali memenuhi ruangan, sebagian mengomentari harga yang cukup murah untuk benda penyelamat nyawa. Namun di sudut balkon, Zienxi tetap tenang tanpa menunjukkan minat sedikit pun. Vuyei hanya tersenyum samar, tatapannya kembali lurus ke panggung.

Pria tua itu mengetuk meja batu ringan dengan tongkat gioknya, mengisyaratkan dimulainya sesi selanjutnya.

“Kita masuk ke sesi berikutnya,” ujarnya dengan suara yang lebih berat, membuat suasana ruangan seketika menjadi lebih hening. “Sesi ini… adalah yang paling ditunggu oleh para kultivator maupun pelindung sekte. Senjata spiritual.”

Beberapa penonton secara refleks duduk lebih tegak. Mata mereka memancarkan kilatan harapan dan keserakahan.

Dua orang asisten membawa kotak kayu berlapis formasi pelindung dan meletakkannya di atas meja batu. Formasi itu memancarkan cahaya samar, mengisyaratkan bahwa benda di dalamnya memiliki kekuatan yang patut dihormati.

More Chapters