Chapter 68 – The Crimson Fangs of Arura (Taring Merah Arura)
Langkah Zienxi mantap menyusuri Lembah Darah Arura, hingga ia tiba di kawasan yang dipenuhi oleh binatang buas biasa, setara dengan kultivator Vein Opening Stage. Pepohonan tipis berlumur embun merah, dan kabut spiritual menyelimuti udara seperti jaring halus. Aroma darah samar menguar dari tanah yang dipenuhi akar roh tua dan kristal darah spiritual yang bersinar redup.
Seekor kadal bersisik perunggu mendesis dari balik batu, lalu menyembur ke arah Zienxi. Tapi pemuda itu hanya mengangkat tangannya, dan dengan satu hentakan telapak, tubuh kadal itu terpental lalu diam tak bergerak.
Tidak jauh dari situ, seekor harimau putih yang cukup besar muncul dari balik semak kristal. Mata binatang itu bersinar tajam, dan bulunya tampak berdiri, mencerminkan aura agresif yang ditekan lama. Harimau itu melompat ke arah Zienxi, menciptakan gelombang tanah yang bergetar.
Zienxi menarik napas perlahan, lalu menghindar ke samping. “Kau punya refleks bagus,” gumamnya datar, “tapi aku sudah pernah melihat yang lebih buas darimu.”
Tangannya menebas ke bawah dengan kekuatan yang presisi, langsung menembus tengkuk harimau putih itu. Binatang itu meraung keras, lalu rubuh dengan darah mengalir dari luka yang dalam. Zienxi tidak berhenti. Ia berputar dan mulai menyerang binatang-binatang lainnya yang datang dari berbagai arah. Suara jeritan binatang, dentuman tanah, dan teriakan perlawanan memenuhi lembah. Darah mulai mengalir di celah akar tua.
Di sisi lain lembah, Vuyei berdiri di atas sebuah batu besar, matanya mengamati sekeliling dengan waspada. Aura spiritual yang tak stabil membuat kulitnya sedikit meremang. Tiba-tiba angin bergemuruh. Sebuah bayangan besar menukik dari langit seekor burung hitam dengan lebar sayap lebih dari tiga meter, cakarnya tajam bagaikan tombak.
Vuyei melompat ke samping tepat waktu, tapi angin dari sayap burung itu mengoyak tanah tempat ia berdiri. Burung itu berputar di udara dan kembali menyerang.
“Aku tahu aku harus siap, tapi secepat ini?” Vuyei menggertakkan giginya. Dia mengangkat tangan kanannya, dan sebuah formasi spiritual sederhana menyala, memperkuat kecepatan kakinya. Ia melesat ke arah kanan dan menusuk perut burung itu dengan pedangnya, tapi sayap besar itu memukulnya hingga tubuhnya terpental menabrak akar kristal.
“Ughh…” Vuyei memaksa tubuhnya berdiri. “Aku bukan gadis kecil yang mudah ditaklukkan, dasar unggas jelek.”
Burung itu menjerit dan kembali turun. Kali ini Vuyei tidak menghindar. Ia melompat ke depan, menyusup di bawah sayap dan mengarahkan pedangnya ke tenggorokan. Dalam satu gerakan cepat, darah mengucur, dan burung itu roboh ke tanah, tubuhnya mengejang lalu diam.
Vuyei mengatur napasnya, lalu memandangi langit. “Kak… aku tahu kau ingin aku kuat. Aku akan melawan sampai akhir.”
Sementara itu, di tengah lembah, Zienxi akhirnya memasuki wilayah Hutan Dalam Arura. Pepohonan merah gelap menjulang tinggi, akar-akarnya mencuat liar di tanah. Di sini, binatang buas berkeliaran bebas. Beberapa langsung menyerangnya, tetapi ia menghadapi mereka dengan ketenangan yang mengerikan. Binatang setingkat Vein Opening Stage tak mampu menahan serangannya.
Namun langkahnya terhenti saat seekor makhluk melompat dari balik bayangan, seekor Bloodfang Puma. Bulunya merah darah, matanya seperti dua bara api, dan tubuhnya bergerak seolah menyatu dengan bayangan.
Zienxi menatapnya dengan tajam. “Akhirnya kau muncul.”
Puma itu meraung dan langsung menghilang dalam bayangan. Zienxi terpaksa mundur selangkah, matanya mengikuti setiap kilatan gerak. Dalam satu napas, sang puma muncul di sisi kiri dan mencakar. Zienxi sempat menangkis, tapi lengannya berdarah.
“Cepat, dan licik…”
Tiba-tiba, dua bayangan lain muncul, Echo Blood Clones. Dua versi darah dari puma asli, dengan aura samar namun tetap mematikan. Ketiganya menyerang serentak. Zienxi terpaksa bertahan dan menghindar cepat. Salah satu cakar nyaris menggores wajahnya.
“Echo-nya bertahan tiga napas… cukup,” gumam Zienxi sambil mundur.
Saat bayangan pertama menyerang, Zienxi melompat tinggi, menghindari serangan mendatar. Dengan cepat ia menghantam clone itu hingga buyar menjadi kabut darah. Lalu ia menebas clone kedua sebelum waktunya habis. Kini hanya puma asli yang tersisa.
“Kau selalu muncul ke sisi kiri setelah menghilang,” kata Zienxi dengan suara pelan. “Sekarang coba kau muncullah lagi.”
Seolah menjawab, sang puma menghilang. Zienxi tetap diam, tubuhnya tenang. Satu… dua… tiga… empat napas.
Fwoosh! Puma muncul di sisi kiri tepat seperti dugaan. Tapi kali ini Zienxi sudah menunggu. Tangannya menebas lurus dengan energi tajam, menghantam kepala binatang itu tepat saat muncul. Suara retakan terdengar, darah menyembur deras, dan tubuh puma itu terjatuh ke tanah.
Zienxi berdiri diam, mengatur napas. “Satu lagi binatang buas… Satu lagi pelajaran.”
Lalu ia menoleh ke arah langit yang mulai meredup, bergumam, “Vuyei, ….kau harus lihat sendiri seberapa jauh kita bisa melangkah.”
Zienxi melangkah lebih dalam melewati rerumputan berdarah yang menutupi jalur di Hutan Dalam Arura. Baru sekitar lima puluh kaki dari lokasi pertarungannya sebelumnya, tanah di depannya bergetar pelan.
Suara dentuman berat menyusul, lalu diikuti raungan panjang, kasar, dan panas.
"Apa lagi sekarang..." Zienxi bergumam, mengencangkan cengkeraman pada senjatanya.
Dari balik reruntuhan batu merah dan pepohonan berlumur lumut darah, muncul seekor makhluk besar berpostur seperti monyet, namun tubuhnya diselimuti kobaran api merah-oranye yang tidak membakar dedaunan di sekitarnya. Mata makhluk itu bersinar keunguan dengan garis-garis merah darah menyala di sekitar pupilnya. Di tangan kanannya, ia menggenggam sebongkah batu besar berlapis magma yang meneteskan bara api, membakar rerumputan di bawahnya.
Howling Scorch Ape.
"Makhluk ini... berbeda," gumam Zienxi, kini benar-benar memasang kuda-kuda.
Raungan sang monyet menggema lagi, tapi kali ini lebih dalam, seakan masuk langsung ke tulang sumsum. Zienxi langsung merasa aliran meridiannya terhambat, riak spiritual dalam tubuhnya goyah.
BUK! Batu magma itu dilemparkan, menghantam tanah hanya beberapa inci dari kaki Zienxi. Ledakan kecil muncul, menebar panas menyengat dan membakar bagian bawah jubahnya.
Zienxi melompat mundur, lalu bergerak ke samping, mencoba mencari celah. Tapi sang monyet tak membiarkannya tenang. Ia melompat dengan lompatan panjang, lalu mengayunkan kedua tangan seperti palu, menghantam udara ke arah Zienxi.
Serangan itu dihindari, namun tekanan angin panasnya menyayat pipi kiri Zienxi, meninggalkan goresan merah tipis.
“Suara raungannya mengganggu aliran qi-ku... Kalau aku terus terperangkap dalam ritme serangannya, aku bisa celaka,” pikirnya cepat.
Zienxi mencoba mengumpulkan napas, lalu mulai memusatkan kesadarannya pada langkah Howling Scorch Ape. Tapi sulit. Raungan makhluk itu terus menyusup, seperti ribuan jarum menusuk jalur meridiannya dari dalam.
“Kalau begitu... aku harus mendekat lebih dulu sebelum dia raung lagi.”
Zienxi menyerbu maju, memutar tubuhnya, dan melepaskan tebasan dari sisi bawah, namun monyet itu melompat ke belakang dengan kelincahan yang tidak sepadan dengan tubuh besarnya. Sebelum Zienxi sempat menarik napas, batu lain sudah dilemparkan.
Zienxi melompat ke kanan, tapi batu itu meledak lebih awal, jebakan magma!
"Khhhrrr...!"
Ledakan itu mendorong Zienxi ke belakang, membuatnya terhuyung. Api membakar sebagian lengan kirinya, namun ia menahan jeritan dengan menggigit bibir.
Saat itu, monyet berapi itu melompat ke atasnya, tangan terkepal, siap menghantam.
Zienxi hanya punya satu kesempatan.
Ia menyalurkan seluruh qi-nya ke kakinya, melompat ke sisi kiri monyet, lalu saat makhluk itu berbalik, Zienxi langsung menyodok perut bagian bawahnya dengan ujung senjata, lalu memutar, menebas ke atas, membelah sebagian dada makhluk itu.
RAAAAAAGHHHH!!
Darah bercampur magma menyembur dari luka tersebut, meledak kecil saat menyentuh udara.
Namun bukannya mundur, sang Howling Scorch Ape menjadi lebih ganas. Ia mengayun tanpa kendali, menyerang dengan kekuatan membabi buta, tapi juga membuka banyak celah.
Zienxi menunggu satu detik... dua detik... dan saat makhluk itu menyerang ke kanan, Zienxi menukik dari bawah ke kiri, menyusup ke sisi buta makhluk itu, lalu... CRAAAK!
Satu hantaman presisi ke pangkal tengkuk.
Bugh!
Monyet itu terdiam, mata merahnya melebar seketika sebelum redup, dan tubuhnya tumbang ke tanah, menciptakan gelombang panas yang menebar dari tubuhnya.
Zienxi terengah-engah, lututnya menekuk.
"...Aku perlu waktu sebentar," gumamnya sambil menghapus darah dan keringat dari wajah.
Namun sebelum ia bisa duduk, Zienxi merasakan aura lain di kejauhan. Bukan makhluk biasa, tapi... dia tidak sempat memikirkannya lebih jauh.
Di tempat lain, Vuyei melangkah perlahan dalam hening, napasnya tenang namun matanya waspada. Ranting-ranting patah dan semak berduri menjadi pertanda bahwa binatang buas sering melewati jalur ini.
Tapi suasananya... berbeda.
“Tekanan ini…” gumam Vuyei.
Ia bisa merasakannya. Kehadiran sesuatu yang menakutkan.
Langkahnya terhenti.
Di hadapannya, dari balik kabut lembah, muncul siluet panjang yang menjalar perlahan.
Seekor reptil. Tapi tak seperti kadal atau ular biasa.
Tubuhnya sepanjang sepuluh meter, dengan sisik berwarna ungu mengilap seperti logam berat. Tatapannya seperti kaca retak, tetapi hidup penuh ilusi dan ancaman. Ujung lidahnya bercabang tiga, dan dari mulutnya keluar asap beracun yang berpendar.
Violet-Spine Basilisk.
Vuyei langsung mengambil posisi bertahan, namun matanya tetap menatap makhluk itu tanpa gentar.
“Kalau aku tidak fokus... racunnya bisa menghancurkan pikiranku...”
Sang Basilisk menyembur, dan kabut berubah menjadi warna ungu kehijauan.
Vuyei menyipitkan mata, bersiap.