LightReader

Chapter 41 - Provokasi Louis

Walaupun kata-kata penjaga seolah membelanya, dia tahu bahwa itu berarti penjaga angkat tangan sepenuhnya dari masalah ini. Penjaga tidak bersedia ikut campur lebih jauh dan menyinggung salah satu dari mereka.

"Tidak perlu, ini hanya hal kecil. Tapi kita akhirnya tahu bahwa Baroness Boyle dan putrinya merupakan orang dengan perilaku seperti itu."

Menarik pandangannya dari rombongan keluarga Boyle yang sedang tertunduk malu, ia melanjutkan, "Terimakasih kepada semua orang yang telah bersedia bersuara membantu saya. Semoga setelah ini kehidupan kalian lebih baik dan terhindar dari hal-hal seperti ini di masa depan."

Evelyn tersenyum tulus dan setelahnya melanjutkan perjalanan. Tidak perlu merepotkan diri membalas keluarga itu. Sanksi sosial lebih kejam apalagi untuk gadis yang belum menikah seperti Lucy. Jadi biarlah dia menikmati buah dari hal yang telah ia tabur sendiri.

Orang-orang balas tersenyum dan mengangguk. Mereka ramai-ramai mengutuk dan membicarakan buruknya sikap keluarga Boyle.

Keluarga Boyle hanya semakin tertunduk malu dan marah, dihina oleh sekumpulan rakyat jelata adalah penghinaan paling berat yang pernah mereka rasakan sebagai bangsawan.

Beberapa orang juga menyadari ada yang aneh dari cara bicara dan aura Evelyn. Seperti seorang pemimpin yang sedang menyamar di tengah keramaian dan memberi pidato.

Setelah sadar, mereka ingin mengejarnya untuk memeriksa tapi gadis itu sudah menghilang dari pandangan mereka.

Sebelum sepenuhnya pergi, Evelyn memberi beberapa keping koin emas kepada salah satu penjaga rahasianya. Ia ingin memberikan koin itu untuk menyenangkan beberapa orang yang telah berani bersuara untuk menolong sesama.

Di perjalanan pulang, mereka beberapa kali singgah di restoran yang kurang ramai untuk mengisi perut dan sedikit berbelanja.

Setelah semuanya selesai, keduanya kemudian segera pergi menuju kereta yang berada lumayan jauh dari pasar.

Sementara itu disisi lain, jauh dari hiruk-pikuk pasar yang panas. Seseorang sedang membangun citra baiknya sebagai Putri Mahkota yang sempurna.

"Terimakasih Putri Mahkota." Senyum seorang anak mengembang ketika ia diberikan sebuah gaun cantik oleh sosok yang selama ini dikaguminya.

Emely tersenyum manis, dia berkata dengan lembut kepada gadis kecil itu, "sama-sama, kau pantas mendapatkannya. Dengan memakai gaun ini kau akan jauh lebih cantik, bukankah merah muda adalah warna kesukaanmu?"

Gadis kecil itu tersenyum semakin lebar, dia sangat senang karena putri mahkota mengetahui warna kesukaannya.

"Putri tahu? Aku sangat menyukai warna merah muda, sama seperti aku menyukai Tuan putri. Apakah dengan memakai gaun ini aku akan menjadi secantik putri?" Gadis kecil itu bersorak antusias sambil mencocokkan gaun barunya di sebuah cermin besar.

"Ya, Ginella akan menjadi gadis kecil yang paling cantik di pesta nanti."

"Apakah dengan itu aku juga akan mendapatkan pangeran sama seperti putri?" Ginella berloncat kegirangan.

Emely tertawa pelan, dia sangat terhibur dengan tingkah laku Ginella.

Tiba-tiba, Ginella yang sebelumnya girang kini terduduk sedih dengan murung, "tapi, siapa yang akan mendandaniku nanti jika pergi ke pesta. Ibu tidak pernah mau melakukannya. Ibu membenciku dan tidak ingin melihat wajahku. "

Emely tersenyum tipis, "Ibumu tidak membenci Ginella, dia hanya sedang sakit. Nanti ketika dia sembuh, Ginella akan ditemui dan didandani seperti seorang putri. Untuk sekarang, bagaimana kalau Putri ini yang mendandani Ginelle nanti jika akan pergi ke pesta. Mau?"

"Baiklah, aku mau, dandani aku secantik putri ya."

"Tentu." Emely terdiam merenung, dia memahami kesedihan yang dirasakan gadis kecil ini.

Ibu Ginella terkena sebuah penyakit aneh sekitar dua tahun yang lalu. Perilakunya sering berubah bahkan membenci anaknya sendiri. Sekarang wanita itu sedang dikurung untuk diobati dan diberikan sosialisasi.

"Putri, tolong dandani aku juga, aku mau." Anak lain yang mendengar itu segera mendekat antusias.

"Putri tolong pilihkan gaun untukku." Gadis kecil lain menimpali.

"Putri, aku lebih cocok memakai gaun kuning ini atau yang ungu?" Semakin banyak yang datang menemui Emely, membuatnya terkekeh pelan kemudian dengan sabar membalas mereka satu per satu.

Beberapa suara anak kecil terdengar dari arah belakang, Emely menoleh dan segera menghampiri mereka semua.

Saat ini ia berada di sebuah panti asuhan untuk membagikan beberapa gaun untuk anak perempuan dan mainan untuk anak laki-laki.

Ada juga makanan bergizi dan vitamin untuk menambah kesehatan mereka.

Setelahnya, dia keluar dan dihadapkan dengan Louis yang juga telah selesai membagikan beberapa makanan dan kebutuhan masyarakat di panti sosial.

Mereka memang bekerjasama sedari dulu untuk kegiatan sosial semacam ini. Itulah yang menyebabkan mereka lumayan akrab dan Louis yang berakhir jatuh cinta padanya.

Sedari dulu dia memilih mengabaikannya tapi akhir-akhir ini pria itu semakin gencar mendekatinya, apalagi setelah peresmiannya sebagai putri mahkota.

"Kakak ipar, bolehkah aku meminta waktumu sebentar, aku ingin mendiskusikan sesuatu." Louis bertanya dengan senyum sempurnanya.

Emely yang telah selesai berpamitan dengan para pengurus dan rakyat itu menoleh, menatap curiga pada Louis lalu tak lama kemudian ia mengangguk setuju.

Mereka kemudian pergi ke dekat kereta kuda yang sepi agar pembicaraan mereka lebih nyaman.

"Anda mau menjatuhkan putri kedua bukan?" Louis tanpa basa-basi langsung masuk ke intinya.

"Apa maksudmu?" Emely dengan dingin melirik ke arah Louis.

"Jangan munafik, aku tahu kau begitu ingin menyingkirkan putri kedua agar bisa dengan aman menduduki tahta ratu." Louis terkekeh mengejek dan berkata dengan nada main-main.

Emely menghela napas panjang, mencoba untuk tidak terprovokasi, "Apa yang ingin kau katakan?"

Louis terkekeh mengejek, "Gadis pintar seperti mu pasti sudah menebaknya. Ya, aku bisa membantumu, tapi tentu saja dengan syarat."

Sambil berbicara, tangan pria itu terangkat untuk mengelus wajah Emely. Gadis itu segera menepisnya kasar, ia tidak ingin hal ini menyebabkan rumor dan kesalahpahaman lain.

"Aku akan menyingkirkan Ethan dan mengambil alih pasukan militernya," ucap Louis dengan mata berkilat penuh dendam.

Melihat keterdiaman Emely, Louis kemudian melanjutkan, "Tentu saja, aku bisa membantumu juga dengan keberadaan Evelyn. Setelahnya, aku akan menjadi raja dan kau akan tetap menjadi seorang ratu, kita akan bahagia bersama."

Tatapan Emely berubah dingin, dia mencibir, "apa kau lupa bahwa aku ini kakak iparmu?"

Louis menghela napas kasar lalu menyeringai dingin, "mengapa kau mengingatkanku pada hal menjengkelkan itu. Justru karena ingat kau adalah kakak iparku, aku akan menjatuhkan Leonardo itu juga, jadi kita bisa bersama tanpa pengganggu," dia mengusulkan dengan tersenyum bangga atas pemikirannya.

Emely menggertakkan giginya kuat, berusaha tidak terpengaruh walaupun dalam hati, dia sempat bimbang dan ragu. Gadis itu menarik napas dingin, mengubah ekspresinya menjadi tenang.

"Kau menjijikkan Louis. Kau berencana berkhianat kepada kakak kandungmu sendiri. Ingatlah dia adalah putra mahkota resmi kerajaan ini."

Emely mengutuk dengan nada rendah dan penuh penekanan. Tangannya terkepal kuat berusaha menahan diri untuk menampar manusia di depannya.

Louis terkekeh pelan, "itu hanya saat ini bukan? Belum tentu besok atau beberapa waktu lagi masih menjadi putra mahkota. Lagipula dia bahkan belum menjadi raja, masih bisa dilengserkan."

More Chapters