Louis berkata seakan-akan orang yang di ajak bicara bukanlah pihak yang berlawanan dengannya.
"Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah bekerjasama denganmu. Dan untuk menyingkirkan Evelyn, aku sama sekali tidak butuh campur tanganmu. Aku akan mengurus gadis itu dengan tanganku sendiri," Emely berkata tegas, namun tangannya bergetar halus menampilkan seberapa ia terganggu akan obsesi gila Louis.
"Ck sadarlah, kau kira posisi Leonardo itu sehebat itu heh," ejek Louis sembari menatap wajah Emely yangs sedikit pucat.
"Dia hanyalah budak yang dididik ayahku menjadi pangeran mahkota yang sempurna. Dia terlalu penurut, bahkan jika ibuku berbalik mendukungku, Leonardo tidak bisa berbuat apa-apa. Pria tidak punya prinsip seperti itu bahkan tidak akan ragu meninggalkan mu demi tahta, tidak pantas kau cintai."
"Sedangkan aku, aku akan tetap setia menunggu dan memperjuangkan hubungan kita bahkan jika orang tuaku menentangnya. Kau tidak akan berubah pikiran? Aku lihat Ethan dan Evelyn ternyata memang benar-benar dekat, sulit untuk menyingkirkan mereka tanpa bantuan orang lain." Louis berusaha membujuk lagi.
"Cih, aku lebih baik mati daripada harus bersamamu. Aku ingin menjatuhkan Evelyn dengan caraku sendiri, dan kau jangan pernah ikut campur." Emely sangat kesal, wajahnya merah bukan karena malu, tapi karena amarah yang tertahan.
Setelah mengatakan itu, Emely berlalu dengan dingin menuju kereta mewahnya untuk pulang ke istana.
Louis menatap kepergian Emely dengan senyum penuh ejekan, dia menunggu hari dimana gadis itu sendirilah yang datang untuk meminta bantuannya.
Salah seorang putra bangsawan lain yang juga teman Louis mendekat. Ia sudah memperhatikannya dari jauh, tidak sulit untuk menebak apa yang mereka bicarakan dengan melihat ekspresi keduanya.
Gilbert menepuk bahu Louis dengan keras, tidak mengerti jalan pikiran temannya ini. "Belum juga menyerah ternyata, kau tidak bosan ditolak? Mengapa masih saja mengganggu kakak iparmu itu? Ayolah kawan, masih banyak gadis cantik berpangkat tinggi di Kerajaan ini."
Louis terkekeh pelan, "ya, kau benar. Masih ada kakak iparku yang lain."
Setelah mengucapkan itu, Louis tersenyum menyeringai, di dalam hatinya sudah menyusun beberapa skema untuk memuluskan rencananya.
Gilbert membuka mulutnya lebar, ia tercengang, tidak mengerti jalan pikiran Louis. Temannya ini memang gila atau mungkin, mempunyai penyakit mental tertentu yang membuatnya menginginkan 'kakak iparnya' sendiri.
"Ck, temani aku ke tempat biasanya, aku butuh hiburan." Louis berdecak dari jauh, memanggil Gilbert.
Gilbert hanya bisa pasrah dan mengikuti Louis ke tempat dimana mereka bisa bersenang-senang, jauh dari kehidupan bangsawan yang membosankan.
Di malam harinya, sebuah kawasan militer tetap hidup ditemani cahaya lampu yang perlahan redup. Angin dingin menusuk di antara pekatnya malam membuat suasana kian tampak suram dan dingin.
Suhu menurun secara drastis tidak menyurutkan semangat beberapa orang untuk berlatih dan melakukan rapat di halaman kamp militer mereka.
Ethan, pria itu datang menuju salah satu anak buahnya dan bertanya, "apa kau menemukan sesuatu yang janggal?"
"Maaf Pangeran, saya tidak menemukan bukti apapun selain pedang beracun ini."
Ethan berhenti di depan meja kayu kemudian melirik dingin ke arah pedang terbungkus kain di hadapannya.
Beberapa hari ini Kane bersama prajurit bayangan lainnya telah menyelidiki dan mencari bukti pemilik racun yang menyerang Ethan di perburuan lalu.
Mereka berhasil mengamankan satu pedang, sedangkan pedang lainnya sengaja ditinggalkan untuk bisa ditemukan para penjaga istana.
Tidak ada bukti lain tentang pakaian atapun atribut yang dipakai para pembunuh. Semuanya murni tanpa meninggalkan jejak berarti, yang semakin menyulitkan penyelidikan.
"Apa ada bukti lain selain ukiran di pedang ini? Aku tidak pernah menemukan pedang seperti ini di keluarga manapun. Ukiran ini tidak pernah dicantumkan secara resmi sehingga sulit untuk memastikan pemiliknya."
Silas datang dari arah belakang dan memberi informasi dari hasil pencariannya. Ia menatap pedang misterius itu dengan raut bingung dan lelah.
Sebagai orang yang lebih aktif, Silas memang lebih mengetahui silsilah dan skema kebangsawanan sehingga ditunjuk Ethan sebagai penggali informasi dan wajah pasukan.
"Ya, pedang ini mungkin barang ilegal atau milik kelompok gelap tertentu," ucap Ethan dengan dingin, matanya menyorot penuh selidik. Pedang ini membawa aura aneh dan mistis, keberadaannya pasti tidak sesederhana itu.
Pedang itu memiliki ukiran kecil di tengah gagangnya, bentuknya seperti ular besar yang menggunakan mahkota. Di sebelah ular itu, terdapat beberapa tungku kecil berasap yang kemungkinan merupakan simbol tungku beracun.
"Maaf Tuan, kami akan berusaha mencari dengan lebih teliti lagi." Anak buah Ethan berkata lagi.
"Hm, harap pencarian kalian segera membuahkan hasil." Ethan mengangguk singkat.
"Baik Tuan." Setelahnya, penjaga bayangan itu pergi dan menghilang di tengah kegelapan malam di ikuti penjaga lainnya. Kini hanya tersisa Ethan, Kane dan Silas saja yang masih berdiskusi.
"Ethan, aku memang tidak membantu mencari bukti tapi mungkin beberapa informasi ini dapat membantu." Silas angkat bicara lagi, beberapa hari lalu dia mendengar rumor dari Simon, kakaknya.
Mata dingin Ethan memfokuskan perhatiannya ke arah Silas, menunggu pria itu melanjutkan ucapannya.
"Beberapa hari yang lalu, Simon mendengar kabar dari seorang menteri lainnya bahwa kematian Duke Gregory terdahulu bukan semata karena serangan bandit atau pembunuh bayaran, tapi karena racun Lican."
Memang, logikanya adalah bagaimana mungkin orang sehebat Jeiran Gregory kalah hanya karena bandit atau pembunuh bayaran, pasti ada konspirasi yang membuat pria itu tidak bisa melawan.
"Faktanya sebelum pulang, satu-satunya tempat yang sempat mereka singgahi hanyalah perjamuan keluarga Hubert. Mungkin saja racun itu didapatkan ketika mereka meminum atau memakan kudapan dari perjamuan itu. Mungkin ada yang sengaja menargetkan Duke Gregory dan diam-diam memanfaatkan perjamuan tersebut. Atau bisa juga bangsawan Hubert bekerjasama dengan seseorang yang sudah menaruh dendam dengan Gregory, membuat kasus ini seolah sengaja ditutupi."
Dari catatan sejarah, seharusnya bangsawan Hubert tidak bersinggungan atau memiliki permusuhan apapun dengan Gregory. Satu-satunya persimpangan mungkin karena Hubert merupakan kerabat jauh keluarga Lovell.
Keluarga Lovell dan Gregory memang mempunyai beberapa permusuhan, dan itu sudah berjalan selama beberapa generasi.
Mereka bahkan dikatakan berebut untuk posisi Duke, hingga akhirnya posisi itu diberikan kepada keluarga Gregory.
Puncaknya ketika Duke Gregory terdahulu yang adalah ayah Evelyn dan Marquess Lovell saat ini terlibat persaingan bisnis yang menimbulkan permusuhan secara pribadi.
Ada juga desas-desus yang mengatakan bahwa mereka berdua sempat terlibat cinta segitiga dengan seorang gadis bernama Zalda-ibu kandung Evelyn.
"Apa ada kemungkinan bahwa Lovell lah yang ingin melenyapkan Duke dan Duchess Gregory dengan bantuan Hubert? Atau malah Hubert ternyata tidak bersalah dan hanya menjadi kambing hitam untuk rencana Lovell?"