BAB 20: Sabtu Berdarah: Antara Soal Ujian dan Gengsi Guild
Pagi itu, suasana di SDN 12 tidak seperti Sabtu biasanya yang santai. Wajah-wajah tegang menghiasi koridor, bukan hanya karena tantangan War Guild melawan SDN 5 yang sudah di depan mata, tapi karena hari ini adalah puncak dari rangkaian ujian harian marathon sebelum PAS 1. Tiga mata pelajaran berat sudah menunggu di papan tulis: Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.
Aku duduk di barisan paling depan, membolak-balik buku rumus. Di sampingku, Anos sedang komat-kamit menghafal kosakata Bahasa Inggris, sementara Farel terlihat pasrah sambil memainkan pulpennya.
"Ry, lo kalau dapet soal rasio yang bertingkat, tolong kasih kode ya. Batuk sekali kalau jawabannya A, batuk dua kali kalau B," bisik Anos dengan wajah memelas.
"Diem lo, Nos! Ini ujian, bukan mabar epep yang bisa bagi-bagi medkit!" balasku sambil tertawa kecil. "Lagian ada Ibu Zahra, lo mau kena hukum lagi?"
Tiba-tiba, sebuah aroma parfum yang sangat kukenal lewat di belakangku. Nayara duduk di kursinya, membawa sebuah botol air minum dan setumpuk kartu catatan kecil.
"Semangat ya semuanya. Jangan mikirin epep dulu, fokus ke angka-angka ini," ucap Nayara tenang. Dia menatapku dan memberikan senyuman penyemangat yang sanggup meruntuhkan pertahananku. "Arya, kamu pasti bisa. Kamu kan Kapten di segala bidang."
"Cie... dapet asupan semangat dari bidadari langsung auto pinter nih si Arya!" goda Rara dari kursi sebelah Nayara.
"Iya nih, kita yang jomblo cuma dapet asupan debu lapangan," timpal Dela sambil tertawa.
Lonceng berbunyi. Ibu Zahra masuk membawa amplop cokelat besar. Ujian pertama: Matematika.
Suasana kelas mendadak seperti kuburan. Hanya terdengar bunyi gesekan kertas dan suara napas yang berat. Aku melihat soal nomor 10: Rasio luas dua buah persegi adalah 4:9... Gampang, batinku. Tanganku bergerak lincah menghitung. Aku sempat melirik ke belakang, Nayara juga terlihat sangat serius. Keringat tipis terlihat di keningnya, membuatnya tampak makin mempesona dalam balutan seragam Pramuka hari Sabtu.
Dua jam berlalu, lanjut ke Bahasa Inggris. Di sini, aku benar-benar diuji. Aku ingat kejadian kemarin yang membuatku diejek satu kelas. Aku mencoba mengingat tips dari Nayara tentang Tenses.
"Psst, Ry... nomor 5 itu Verb 2 atau Verb 3?" bisik Farel pelan sekali.
Aku hanya mengangkat dua jari secara samar di bawah meja.
"Farel, Arya, fokus ke kertas sendiri," tegur Ibu Zahra tanpa menoleh dari bukunya. Kami berdua langsung mematung.
Terakhir, Bahasa Indonesia. Kami disuruh membuat karangan singkat tentang pengalaman paling berkesan. Tanpa sadar, aku menuliskan tentang pengalaman pindah sekolah ke SDN 12 dan bertemu teman-teman baru. Aku tidak menuliskan nama Nayara secara gamblang, tapi aku menyebutnya sebagai "seseorang yang selalu memberikan warna di kursi depan".
Begitu bel pulang berbunyi, semua beban ujian seolah luruh. Tapi, tugas besar lainnya menanti: War Guild melawan SDN 5 jam 4 sore nanti.
"Oke, kumpul di rumah gue!" seru Anos sambil menggendong tasnya. "Kita butuh WiFi kenceng buat hajar anak-anak SDN 5 itu. Ry, lo bawa HP yang udah di-charge penuh ya!"
"Siap, Nos. Nay, kamu jadi ikut kan?" tanyaku pada Nayara yang sedang memakai tasnya.
"Pasti ikut. Aku sudah minta izin Ibu buat belajar kelompok di rumah Anos, padahal mah kita mau tempur ya?" Nayara tertawa kecil.
Jam 4 sore, di teras rumah Anos yang luas, SQUAD 12 sudah berkumpul. Ada aku, Anos, Farel, Nayara, Rara, dan Dela. Anggota Guild lainnya memantau lewat grup WhatsApp dan Discord.
"Dika! Lulu! Jangan berisik dulu ya, Abang mau tanding!" seruku pada dua adikku yang ternyata ikut membuntuti ke rumah Anos. Mereka duduk manis di pojokan teras sambil memegang kerupuk.
"Lawan kita namanya Guild 'Shadow Borneo' dari SDN 5," lapor Farel sambil membuka lobby. "Mereka sombong banget di grup, katanya kita cuma Guild anak bawang."
"Tunjukkan pada mereka, bawang kita bisa bikin mereka nangis!" teriak Anos membakar semangat.
Pertandingan dimulai. Mode Clash Squad Custom. Aku mengambil komando penuh.
"Anos, lo ke kiri! Farel, lo cover Nayara di tengah! Gue bakal masuk dari belakang lewat balkon!" perintahku lewat suara lantang.
Pertempuran sangat sengit. Anak-anak SDN 5 memang lincah. Skor sempat imbang 3-3. Di ronde penentuan, aku terkepung oleh dua orang musuh. Darahku tinggal sedikit.
"Arya! Awas di kanan kamu!" teriak Nayara. Dia secara heroik keluar dari persembunyiannya dan menembakkan shotgun-nya ke arah musuh yang mengincarku.
Knock! Nayara berhasil menjatuhkan satu orang!
Momen itu memberiku waktu untuk memakai medkit dan melakukan rush balik. Dengan satu gerakan jump shot legendaris, aku menghabisi sisa musuh.
BOOYAH!
"MENANGGGGG!" teriak kami semua serentak di teras rumah Anos. Dika dan Lulu melompat-lompat kegirangan.
"Gila! Nayara tadi keren banget! Lo bener-bener save si Arya tadi!" puji Rara sambil memeluk Nayara.
"Aku cuma nggak mau Arya kalah..." ucap Nayara sambil menatapku dengan mata yang berbinar-binar. "Kamu hebat, Ry. Kamu bener-bener Kapten yang bisa diandalkan."
Aku terdiam, rasa bangga karena menang kalah jauh dengan rasa bahagia karena dipuji Nayara di depan teman-teman. Aku melihat HP-ku, grup SQUAD 12 meledak dengan ucapan selamat. Bahkan anak kelas 6 yang tadinya ragu, sekarang memuja-muja namaku.
"Ry, liat tuh status WA si Fahmi," bisik Farel sambil menyodorkan HP-nya.
Aku melihat status Fahmi yang hanya berisi layar hitam dengan tulisan: "Cuma hoki doang."
Aku tertawa. "Biarin aja, Rel. Orang kalah emang suka cari alasan."
Malam itu, setelah pulang ke rumah, aku duduk di meja belajar. Aku melihat hasil coret-coretan ujian tadi pagi dan HP yang masih panas sisa mabar. Aku merasa Sabtu ini adalah Sabtu terbaik dalam hidupku.
Sebuah notifikasi masuk dari Nayara.
Nayara Amora: "Makasih buat hari ini ya, Kapten. Ujian kita lancar, tanding kita menang. Oh iya, karangan Bahasa Indonesia kamu tadi... aku sempet baca dikit pas dikumpulin. 'Seseorang yang memberi warna' itu maksudnya aku ya? [Emoji Malu dan Hati Biru]"
Aku langsung melempar HP-ku ke kasur dan berguling-guling sambil menutup wajah dengan bantal. Mampus gue! Ketauan! Tapi di balik rasa malu itu, aku tersenyum sangat lebar.
Besok hari Minggu, dan aku sudah tidak sabar menunggu hari Senin datang lagi agar bisa melihat wajah Nayara di barisan depan kelas 5 SDN 12.
