Bab 13 – Pewaris Api dan Kota yang Akan Terbakar
Angin panas menerpa wajah Kael saat ia berdiri di tepi tebing utara, memandang ke kejauhan di mana langit memerah sebelum waktunya.
Kota Flareden.Pusat pertambangan dan pengolahan batu sihir api. Kota yang seharusnya sunyi, kini menyala merah—bukan oleh lentera, tapi oleh api yang merayap dari bawah tanah.
Kael mengepalkan tangannya.
Tanda di dadanya berdenyut, menyala seperti bara.
"Pewaris lain… sudah bangkit."
Laporan dari Bayangan
Bayangan mendekat tanpa suara, meletakkan gulungan laporan dari para pengintai.
"Kota Flareden telah dikunci. Pasukan kerajaan tak bisa masuk. Tapi kobaran api terus menyebar. Muncul rumor bahwa seorang anak laki-laki muncul dari dalam gunung dan memanggil api hanya dengan pikirannya."
Kael membaca cepat. "Nama?"
Bayangan menggeleng. "Hanya disebut sebagai Valeth, anak buruh tambang yang dibuang karena dianggap cacat magis."
Runa yang berdiri di samping mereka mengernyit. "Cacat… atau Pewaris yang belum bangkit?"
Kael menatap ke arah kota yang mulai menghitam di ujung horizon.
"Kalau dia Pewaris… dan dia tak stabil… maka seluruh kota bisa musnah dalam waktu semalam."
Pewaris Api: Valeth
Di pusat kota Flareden yang kini kosong dari penduduk, seorang pemuda berdiri di atas reruntuhan pasar.
Tubuhnya dibalut pakaian compang-camping. Rambutnya merah seperti bara, dan matanya menyala oranye menyilaukan.
Di sekelilingnya, api tidak membakar — api menari.
Ia mengangkat tangannya, dan dari bawah tanah, meletus kobaran seperti naga yang mengaum.
Namun wajahnya… kosong. Seolah ia tidak sadar siapa dirinya, atau apa yang ia lakukan.
Di telinganya, suara terus berbisik:
"Semua akan terbakar… karena itulah takdirmu… Pewaris Api…"
Rencana Kael: Jangan Bunuh, Jangan Diselamatkan
Kael, bersama Salva dan Runa, menyusup ke kota menggunakan jalur pembuangan bawah tanah.
"Sasaran kita bukan membunuh," tegas Kael. "Tapi juga bukan menyelamatkan. Kita harus menstabilkan dia."
Salva mengangkat alis. "Dan kalau dia menyerang duluan?"
Kael menatap lurus. "Kita lumpuhkan. Tapi kita tidak menghancurkan Pewaris lain… kecuali tak ada pilihan."
Runa bergumam. "Karena kalau mereka mati sebelum waktunya… jiwamu akan terkoyak bersama mereka."
Kael mengangguk. "Dan… mungkin juga dunia ini."
Konfrontasi Api
Di tengah pusat kota, Valeth berdiri di atas reruntuhan kuil sihir api.
Saat Kael dan timnya muncul, Valeth langsung menoleh — mata merahnya bersinar, dan dinding api muncul seketika.
"Aku tidak mau terbakar lagi!" teriaknya. "Kalian semua… hanya ingin mematikan apiku!"
Kael melangkah maju, melewati api. Tanda di dadanya menyala lebih terang, menciptakan semacam perisai tak terlihat di sekeliling tubuhnya.
"Valeth!" serunya. "Kau bukan kutukan. Kau bukan monster. Kau adalah Pewaris — seperti aku."
Valeth tertegun. Tapi kemudian tubuhnya tersentak.
Suara lain menggema di pikirannya.Sebuah kutukan dari masa lalu. Sebuah trauma dari hidup sebelumnya.
"Aku… dibakar hidup-hidup dulu… bukan?" gumamnya.
Kael menyadari — Valeth mengingat kehidupannya yang lama. Tapi hanya rasa sakitnya.
Api dan Luka yang Tak Terlihat
Seketika, kobaran api mengamuk. Salva nyaris terbakar kalau bukan karena Runa melemparnya ke balik pilar batu.
Valeth berteriak. "Aku tidak ingin merasakan lagi! Aku lebih baik membakar dunia ini daripada merasakannya lagi!"
Kael, dengan cepat, melompat ke arah Valeth, dan… menyentuh dadanya.
Kedua tanda mereka bersentuhan.
Ledakan cahaya meletus.
Dalam sekejap, Kael dan Valeth masuk ke ruang memori bersama.
Di Dalam Jiwa
Kael berdiri di dunia kosong. Hanya abu. Dan Valeth kecil berdiri di sana, menggigil, tubuhnya terbakar perlahan.
Kael berjalan mendekat. "Kau tidak sendirian. Api itu… bukan untuk menghancurkan. Tapi untuk melindungi. Tapi hanya kalau kau memilihnya."
Valeth kecil menatap Kael. Air mata menetes dari mata merahnya. "Aku takut…"
Kael berlutut, menyentuh bahunya.
"Lalu biarkan aku berdiri bersamamu. Dan kita hadapi rasa takut itu bersama-sama."
Kebangkitan Sang Pengendali Api
Cahaya kembali menyala.
Kael membuka mata. Valeth jatuh pingsan di pelukannya. Tapi… api di sekeliling mereka padam. Udara jadi tenang.
Tanda di dada Valeth tak lagi menyala liar — tapi berdenyut stabil.
Runa dan Salva mendekat. Salva bersiul. "Kau benar-benar bisa bicara dengan api, Kael."
Kael hanya menghela napas.
"Satu Pewaris telah distabilkan… empat lagi tersisa."