LightReader

Chapter 6 - JEMBATAN CINTA KITA

Chapter 6: Pilihan di Tengah Jembatan

Keheningan menggantung di udara seperti kabut yang tak mau hilang. Ren berdiri diam, hanya beberapa langkah dari Ayra dan pria yang kini berdiri di sampingnya—Dimas. Tatapan mata Ren tak menunjukkan kemarahan, tapi jelas menyimpan tanya.

Ayra memejamkan mata sejenak, mencoba menarik napas panjang. Ingin ia lari dari situasi ini, tapi jembatan ini—tempat ia belajar berdamai dengan diri sendiri—kini justru menjadi medan pertempuran hatinya.

"Ayra..." Ren akhirnya membuka suara. "Kau baik-baik saja?"

Ayra mengangguk pelan, namun matanya belum berani menatapnya. Dimas berdiri kaku, menatap Ren dengan pandangan siaga.

"Dia siapa?" tanya Dimas akhirnya.

Ren tersenyum tipis. "Teman sketsa. Teman bicara. Teman diam."

Ayra tersentak. Kata-kata Ren begitu sederhana, tapi menyimpan makna yang lebih dalam dari yang bisa dijelaskan dengan kata "teman".

"Ren..." Ayra akhirnya menatapnya. "Ini Dimas."

Ren mengangguk pelan. "Aku bisa menebaknya."

Dimas melangkah ke depan. "Terima kasih sudah menemani Ayra. Tapi sekarang, aku ingin memperbaiki semua yang rusak antara kami. Aku ingin membawa Ayra pulang."

Ayra menegang.

Ren tak berkata apa-apa. Ia hanya membuka bukunya, memperlihatkan satu halaman yang baru digambar—gambar Ayra yang duduk di ujung jembatan, dikelilingi dua bayangan kabur.

"Aku tahu, Ayra. Kau berada di tengah," katanya lirih. "Dan ini bukan tentang siapa yang lebih dulu datang, tapi siapa yang kau pilih untuk tinggal."

Ayra menatap gambar itu. Tangannya gemetar.

Lalu ia menatap Ren. Lalu Dimas. Lalu langit senja yang mulai runtuh ke malam.

"Selama ini aku berpikir aku harus memilih antara masa lalu atau masa depan," bisik Ayra. "Tapi aku lupa... yang paling penting adalah masa kini. Siapa yang hadir ketika aku hancur, siapa yang tetap di sisiku tanpa syarat."

Ia menoleh pada Dimas.

"Kau pernah jadi rumah bagiku. Tapi saat kau pergi tanpa alasan, aku belajar membangun rumah di dalam diriku sendiri."

Kemudian, ia menatap Ren. Mata mereka saling bicara.

"Dan kau... adalah seseorang yang mengetuk pintu rumah itu dengan lembut, tanpa paksa. Kau datang bukan untuk menyelamatkanku, tapi untuk duduk di sampingku saat aku mencoba menyelamatkan diri."

Ayra menghela napas. "Aku memilih... orang yang tak pernah membuatku merasa harus berjuang sendirian."

Dimas menunduk pelan. Ia tahu. Kata-kata itu bukan untuknya.

Ren, yang sejak tadi hanya diam, menutup bukunya dengan pelan.

"Aku tidak menggambar akhir cerita hari ini," katanya. "Karena akhirnya... kau sendiri yang menuliskannya."

Dan untuk pertama kalinya, Ayra merasa jembatan itu tak lagi jadi tempat pelarian—melainkan permulaan dari cinta yang lahir dari keheningan, luka, dan keberanian memilih.

More Chapters