LightReader

100 Hari Bersama Mu

iconplay_toWIN
14
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 14 chs / week.
--
NOT RATINGS
180
Views
Synopsis
Terkadang, cinta tak butuh seumur hidup. Terkadang, hanya butuh 100 hari untuk menyadari bahwa orang yang ditakdirkan bersamamu telah berada di sisimu selama ini. Ini kisah Aria dan Vino—dua jiwa yang bertemu di saat hidup terasa terlalu singkat, namun terlalu berharga untuk dilepaskan. Selama 100 hari, mereka akan menjelajahi kedalaman cinta, kehilangan, dan segala hal di antaranya, menyadari bahwa setiap detik adalah momen yang takkan pernah kembali. Namun, ketika 100 hari itu berakhir... akankah cinta tetap ada?
VIEW MORE

Chapter 1 - 100 Hari Bersamamu

Chapter 1: Pertemuan yang Tak Terduga

Aria menatap ke luar jendela pesawat, matanya menyusuri pemandangan yang semakin mengecil saat pesawat itu turun. Jakarta, dengan segala hiruk-pikuknya, mulai terlihat jelas. Tapi di balik itu semua, ada keheningan di dalam dirinya yang tak bisa ia jelaskan. Kehidupan yang selama ini ia jalani terasa kosong, meski dikelilingi oleh banyak orang.

Tiga bulan yang lalu, ia mendapat berita tentang penyakit sang ibu yang semakin memburuk. Tanpa banyak pertimbangan, Aria memutuskan untuk kembali ke kampung halaman, tempat di mana ia bisa menenangkan pikirannya dan menghadapi kenyataan yang belum siap ia terima.

Ketika pesawat akhirnya mendarat dan ia melangkah keluar, perasaan rindu dan cemas campur aduk. Ia tahu, tugasnya bukan hanya mengurus ibunya, tetapi juga merenungi hidup yang telah lama ia abaikan. Hidup yang dulu penuh dengan impian dan harapan, kini terasa sepi.

Di luar terminal, seorang pria berdiri menunggu di samping mobil. Aria terkejut melihatnya. Tidak ada yang lebih tak terduga dari ini: Vino—teman masa kecilnya yang ia tinggalkan bertahun-tahun lalu, ketika ia memutuskan untuk mengejar mimpinya di Jakarta.

"Aria?" suara Vino lembut, seakan memastikan bahwa dia tidak salah orang.

Aria menatapnya, bingung sejenak, kemudian mengangguk. "Vino?"

Vino tersenyum, meski ada sedikit keheranan di matanya. "Kau berubah. Kapan terakhir kita bertemu?"

"Tujuh tahun yang lalu, kalau tidak salah," jawab Aria, sedikit tertawa canggung.

"Masa? Aku pikir lebih lama lagi," kata Vino, masih terkejut melihat Aria, yang kini lebih dewasa dan jauh berbeda dari gadis yang ia kenal dulu.

Mereka berjalan menuju mobil. Aria merasa canggung, tetapi ada kenyamanan aneh yang mulai ia rasakan. Vino selalu berhasil membuatnya merasa aman, seperti dulu—ketika mereka masih anak-anak, bermain bersama di halaman rumah neneknya, menghabiskan waktu tanpa beban.

"Jadi, bagaimana kabarmu? Apa yang membawamu kembali ke sini?" tanya Vino setelah mereka duduk di dalam mobil.

Aria menarik napas dalam-dalam. "Ibu… kondisi ibuku semakin buruk. Aku harus kembali untuk mengurusnya."

Vino mengangguk, wajahnya tampak lebih serius. "Aku tahu betapa dekatnya kalian. Aku pasti bisa membantumu dengan apapun yang kau butuhkan."

Aria tersenyum, mengangguk pelan. "Terima kasih, Vino. Tapi aku rasa aku harus menghadapinya sendiri."

Mobil itu melaju perlahan meninggalkan bandara, dan Aria merasa ada sesuatu yang baru muncul—sesuatu yang ia coba abaikan bertahun-tahun. Sesuatu yang menyentuh hati, bahkan ketika ia mencoba menutupi perasaan itu.

Vino bukan hanya seorang teman lama. Dia adalah kenangan yang Aria pikir sudah lama terlupakan. Dan kini, di sini, di kota ini, bersama Vino yang tidak pernah ia sangka akan hadir kembali dalam hidupnya, Aria merasakan sesuatu yang sulit ia jelaskan.

Setelah beberapa minggu, perasaan itu semakin jelas. Aria merasakan ketenangan saat bersama Vino. Mereka mulai berbicara lebih banyak, mengenang masa kecil, berbagi cerita, dan tanpa disadari, waktu mereka bersama terasa lebih berharga dari sebelumnya.

Namun, dalam keheningan malam, Aria menyadari satu hal yang sulit ia terima: ada perasaan yang mulai tumbuh di dalam hatinya. Perasaan yang tak seharusnya ada. Perasaan yang harus ia hadapi, meski ia tahu bahwa masa lalu mereka adalah bagian yang tak bisa lagi kembali.

Satu malam, setelah mereka selesai makan malam bersama ibu Aria, Vino duduk di teras rumah, menatap langit yang dipenuhi bintang.

"Aria, aku… aku harus mengatakan sesuatu," kata Vino pelan, suaranya penuh ketegangan.

Aria menoleh. "Apa itu, Vino?"

Vino menatapnya dengan mata yang penuh harapan. "Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi aku ingin memberitahumu… bahwa aku ingin kita memulai kembali. Aku tahu aku tidak bisa mengubah masa lalu kita, tetapi aku ingin memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari hidupmu lagi. Hanya untuk seratus hari. 100 hari bersamamu. Untuk merasakan hidup ini bersama-sama."

Aria terdiam. Kata-kata itu menghujam hatinya, membuatnya terhenti sejenak. 100 hari? Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tapi di dalam hatinya, ada satu pertanyaan yang menggema.

Apakah ia siap untuk membuka hatinya kembali setelah sekian lama terkunci?