LightReader

Chapter 12 - Internal Match

Sinar matahari sore menembus jendela besar ruang latihan Blue Lock, memantul ke lantai kayu dan menciptakan bayangan panjang dari setiap pemain.

Namun suasana kali ini tidak seperti hari-hari sebelumnya.

Ada ketegangan halus yang terasa berat di udara, seperti beban yang menekan setiap langkah.

Aku berdiri di tengah lapangan, bola di kaki, menatap anggota Team Z yang lain.

Bachira, Isagi, Kunigami, dan beberapa pemain lain menunggu sinyal dimulainya Internal Match—pertandingan internal yang sengaja disusun untuk menguji kerja tim di bawah tekanan.

Namun aku tahu, ada sesuatu yang berbeda: resonansi ego-ku kini sudah terlalu kuat untuk diabaikan.

> [Ego Resonansi: 85%]

[Kontrol: Tidak Stabil]

---

Peluit berbunyi, menandai dimulainya pertandingan.

Segera, Bachira bergerak ke arah kiri, bola meluncur ke kakiku, dan aku menendangnya dengan gerakan refleks.

Namun alih-alih mengikuti pola latihan biasa, tubuh semua anggota Team Z mulai menyesuaikan diri secara otomatis.

Bachira berlari lebih cepat, Isagi menempatkan diri di posisi yang tepat sebelum bola tiba, dan Kunigami bergerak agresif, melindungi area seolah sudah membaca pikiranku.

Aku berhenti sejenak, menatap mereka.

> "Ini… aku yang membuat mereka seperti ini?"

Sistemku berdengung, memberikan laporan:

> [Resonansi meningkat 92%. Potensi risiko: Tinggi]

Bachira menoleh padaku, senyum nakalnya sedikit pudar.

"Ryou… kau bikin aku merasa… aneh. Kayak… kita nggak main sama-sama, tapi aku ngerti setiap gerakanmu."

Aku menelan ludah.

Ini bukan sekadar kerja tim.

Ini… pengaruh ego-ku yang meresap ke mereka.

---

Pertandingan berlangsung semakin intens.

Setiap gerakan kami selaras, tapi ada ketegangan baru: beberapa pemain mulai kehilangan fokus.

Isagi menendang bola, tapi bola meleset sedikit dari target.

Kunigami menatapku seakan bertanya: "Kenapa aku ngerasa harus ikut cara pikirmu?"

Aku menyadari satu hal: ego-ku bukan lagi alat, tapi virus yang mulai menginfeksi mereka.

Aku menundukkan kepala, mencoba menenangkan diri, tapi suara di kepala lebih keras dari sebelumnya:

> [Ego Resonan: 97%]

[Kontrol mulai hilang]

---

Di sisi lapangan, Bachira berhenti sejenak, menatapku dengan mata serius.

"Kau sadar nggak, Ryou? Aku kayak nggak bisa ngerasain aku sendiri lagi. Aku cuma ikut… instingmu."

Isagi menatap kami, raut wajahnya campuran kagum dan takut.

> Aku menyadari, bahkan teman-teman terbaikku kini mulai kehilangan kontrol atas diri mereka sendiri.

Aku menepuk bola pelan, menundukkan kepala.

> "Aku… aku nggak bermaksud bikin kalian kayak gini," gumamku.

Bachira tersenyum getir.

"Ya, tapi kenyataannya begini… Dan kita nggak bisa berhenti sekarang."

Sesi latihan Internal Match berubah menjadi medan perang psikologis.

Setiap gerakan, setiap tendangan, bahkan setiap keputusan kecil kini dipengaruhi oleh ego-ku yang mengalir ke mereka.

Para pemain mulai frustasi, merasa kehilangan kendali, sementara aku terus berusaha menyeimbangkan kekuatan yang bahkan aku sendiri tak sepenuhnya pahami.

---

Di ruang kontrol Blue Lock, Ego Jinpachi menatap layar dengan ekspresi tegang.

> "Subjek 0… kau benar-benar… di luar prediksi. Efekmu pada Team Z sudah mencapai 89%."

Ia menekan tombol alarm internal, memanggil staf pendukung.

"Siapkan protokol darurat. Jika Subjek 0 kehilangan kontrol sepenuhnya… seluruh tahap seleksi bisa hancur."

---

Sementara itu, aku berdiri di tengah lapangan, napas tersengal, bola di kakiku.

Aku bisa merasakan Bachira, Isagi, Kunigami, dan bahkan anggota lain bergetar mengikuti ego-ku.

Namun aku juga merasakan ketakutan mereka—ketakutan yang sama yang mulai tumbuh di hatiku sendiri.

> "Kalau aku teruskan… aku bisa membuat mereka lebih kuat. Tapi aku juga bisa menghancurkan mereka," gumamku dalam hati.

"Apa itu yang disebut kekuatan sejati?"

Aku menatap langit sore, memutuskan untuk mengambil risiko.

Bola meluncur, gerakan kami bersatu, tetapi kali ini aku sengaja membiarkan beberapa pemain melakukan kesalahan.

Aku ingin mereka tetap memiliki identitas sendiri.

Aku ingin melihat apakah ego mereka bisa bertahan, atau hanya menempel pada ego-ku.

---

Latihan selesai, tubuh berkeringat, napas tersengal, dan wajah-wajah lelah namun tersenyum.

Isagi mendekat, menepuk pundakku.

"Ryou… hari ini aneh banget. Tapi… aku merasa kita belajar sesuatu."

Bachira menatapku, matanya menyala.

"Kita nggak tahu batas kita sendiri… tapi kau berhasil bikin kami sadar kalau kita bisa lebih dari yang kita kira."

Aku tersenyum tipis, menatap teman-temanku.

> Resonansi ego-ku mungkin berbahaya, tapi aku belajar satu hal penting: kekuatan sejati bukan hanya tentang ego, tapi tentang bagaimana ego itu bisa mengangkat orang lain tanpa menghancurkan mereka.

Dan malam itu, aku tahu satu hal pasti: Arc 2 baru saja dimulai, dan Blue Lock tidak akan pernah sama lagi.

---

📖 Catatan untuk pembaca Webnovel:

Jika kalian menikmati bab ini, jangan lupa dukung penulis:

💬 Komentar, 🌟 Vote, 🔔 Follow!

Setiap dukungan kalian membuat penulis bisa menulis bab berikutnya lebih panjang dan lebih seru! 🙌🔥

More Chapters