LightReader

Chapter 30 - Bab 32 (Alkein-Ruhosi)

Bab 32 – Ikatan Dua Dunia

Saat Ruhosi dan Elara berjalan meninggalkan keheningan sakral Taman Kuno, langkah mereka terasa lebih ringan. Pengalaman di Kolam Kenangan meninggalkan jejak yang dalam, bukan hanya pada Ruhosi, tapi juga pada Elara yang menyaksikannya. Sisa-sisa energi Luthien seolah masih berputar lembut di udara, dan Penala Jiwa di leher Ruhosi memancarkan kehangatan yang menenangkan.

Ruhosi masih sibuk memandangi tangannya sendiri, sesekali mencoba memfokuskan energi hijau ke sehelai daun atau kelopak bunga yang mereka lewati, dan tersenyum lebar saat melihat ada sedikit perubahan, sekecil apapun.

Elara memperhatikannya dalam diam untuk beberapa saat, senyum lembut terukir di bibirnya. Lalu, dengan suara yang sedikit lebih pelan dari biasanya, ia berkata, "Ruhosi…"

Ruhosi menoleh, menghentikan eksperimen kecilnya. "Ya, Putri Permen Kapas? Kenapa mukamu serius begitu? Apa jangan-jangan kamu mau bilang kalau daun yang tadi aku coba 'sembuhin' itu sebenarnya nggak sakit sama sekali?"

Elara terkikik pelan, lalu menggeleng. "Bukan itu. Aku hanya… aku tadi berpikir." Ia berhenti melangkah, menatap Ruhosi dengan sorot mata yang berbeda, lebih personal. "Saat kau bilang ibumu adalah setengah elf, dan Tetua Elarael mengatakan kau membawa darah Sylvarian… dan melihat bagaimana kau berbeda, sama sepertiku…"

Ia menarik napas sejenak. "Aku… aku merasa senang, Ruhosi. Senang karena ternyata aku tidak sendirian. Selama ini, di Lumina'val, semua orang begitu… murni. Anggun. Aku selalu merasa seperti kepingan yang sedikit berbeda bentuknya." Ada nada getir yang samar dalam suaranya, yang biasanya selalu ceria. "Mengetahui kau juga 'campuran'… itu membuatku merasa… lega."

Ruhosi terdiam, menatap Elara. Ini pertama kalinya ia melihat sisi Elara yang begitu terbuka dan rapuh. Kekonyolannya sejenak menghilang, digantikan oleh pemahaman yang tak terucapkan. Ia teringat perasaannya sendiri yang seringkali merasa asing, berbeda, dan tak tahu tempatnya di dunia.

"Jadi… jadi 'tim gado-gado' sekarang ada dua anggota ya?" kata Ruhosi akhirnya, dengan senyum yang lembut, bukan senyum jahilnya yang biasa. "Nggak apa-apa beda, Elara. Justru karena beda itu kita jadi… spesial kan? Kayak makanan yang bumbunya banyak, jadi lebih enak!"

Elara tertawa kecil, tawa yang terdengar tulus dan ringan. Beban tak terlihat seolah terangkat dari pundaknya. "Kau benar, Ruhosi. Mungkin… berbeda itu tidak selalu buruk." Ia menatap Ruhosi dengan rasa persahabatan yang baru dan lebih dalam. Pertemuan mereka di bawah Bintang Kembar Merah kini terasa semakin memiliki makna.

Ruhosi mengangguk setuju. "Tentu saja! Kalau semua orang sama, dunia pasti boring banget! Nggak ada yang bisa diajak main tebak-tebakan aneh atau ngejar monster es krim!"

Mereka melanjutkan perjalanan menuju kediaman Tetua Elarael, suasana di antara mereka terasa lebih hangat dan akrab. Benang pink keperakan di Lensa Kabut Ruhosi, yang hanya bisa ia lihat, tampak semakin berkilau.

Setibanya di sana, Tetua Elarael sudah menanti, seolah tahu mereka akan datang. Lyris juga ada di sana, wajahnya menunjukkan rasa ingin tahu.

"Bagaimana Kolam Kenangan, Ruhosi?" tanya Tetua Elarael, matanya yang bijak langsung tertuju pada Ruhosi.

Ruhosi, dengan semangat yang kembali meluap, menceritakan semua yang ia lihat dan rasakan—tentang Luthien, keberaniannya, pemahamannya akan keseimbangan, kemampuannya menyembuhkan, bahkan tentang bisikan suara Luthien di akhir visinya. Elara sesekali menambahkan detail kecil dengan antusias. Ruhosi juga menunjukkan bagaimana ia mencoba menyalurkan sedikit energi penyembuhan pada daun.

Tetua Elarael dan Lyris mendengarkan dengan penuh perhatian. Saat Ruhosi selesai bercerita, Tetua Elarael mengangguk pelan, ada sorot kebanggaan dan juga sedikit kesedihan di matanya.

"Visi yang sangat kuat," ujar Tetua Elarael. "Luthien memang seperti itu. Jiwanya sekuat badai namun selembut angin pagi. Ia selalu percaya bahwa cahaya dan kegelapan bukanlah musuh, melainkan dua sisi dari koin yang sama, yang harus dipahami untuk mencapai harmoni sejati. Kemampuan penyembuhan yang kau rasakan itu, Ruhosi, adalah warisan murni dari darah Sylvarian yang mengalir dari Luthien."

Ia melanjutkan, "Bisikan yang kau dengar, 'Jalanmu… adalah jalanmu…' itu adalah pesan penting. Luthien tidak pernah memaksakan kehendaknya. Ia percaya setiap jiwa harus menemukan jalannya sendiri menuju kebenaran."

"Jadi… apa yang harus aku lakukan sekarang, Nenek Tetua?" tanya Ruhosi. "Apa aku harus belajar jadi Elf yang suka nyanyi pagi-pagi juga?"

Tetua Elarael tersenyum. "Menyanyi di pagi hari mungkin baik untuk jiwamu, tapi bukan itu intinya. Untuk saat ini, aku ingin kau terus berada di Lumina'val. Ada beberapa tempat lagi yang mungkin bisa memberimu petunjuk lebih lanjut tentang warisan Luthien dan bagaimana itu terhubung dengan kekuatanmu yang lain. Perpustakaan Kuno kami menyimpan beberapa catatan tentang perjalanannya, meski banyak yang hilang atau tersamar."

Ia menoleh pada Lyris. "Lyris, tolong bantu Ruhosi dan Elara untuk mengakses bagian arsip yang relevan tentang Luthien. Awasi mereka, dan bimbing jika diperlukan."

Lyris mengangguk hormat. "Baik, Tetua."

"Dan Ruhosi," Tetua Elarael kembali menatapnya. "Teruslah melatih kepekaanmu. Penala Jiwa itu akan membantumu. Cobalah untuk lebih memahami Aura Senjamu di tengah energi Lumina'val. Mungkin… kau akan menemukan cara untuk menyeimbangkannya dengan lebih baik, seperti yang Luthien lakukan."

Ruhosi merasa ada arah baru yang lebih jelas. Bukan lagi hanya mencari Kunci-Kunci secara acak, tapi juga memahami dirinya sendiri lebih dalam. Dan ia tidak sendirian lagi dalam perasaan "berbeda"-nya. Ada Elara. Ada jejak Luthien.

"Siap, Nenek Tetua!" kata Ruhosi dengan semangat. "Belajar dari buku mungkin agak bikin ngantuk, tapi kalau ada hubungannya sama petualangan dan jadi lebih kuat, aku pasti semangat!"

Elara tersenyum. Ia juga merasa ini adalah awal dari sesuatu yang besar, bukan hanya untuk Ruhosi, tapi juga untuk dirinya. Mungkin, dengan membantu Ruhosi menemukan jati dirinya, ia juga akan menemukan kepingan dari jati dirinya sendiri.

Di bawah langit Alkein yang kini mulai beranjak siang, di dalam kedamaian Lumina'val, dua jiwa muda bersiap untuk menggali lebih dalam rahasia masa lalu, tidak menyadari bahwa setiap langkah mereka semakin memperkuat benang takdir yang akan membawa mereka pada petualangan dan tantangan yang jauh lebih besar.

More Chapters