Langkah Jia Wei dan Jia Yuwei semakin cepat. Nafas mereka memburu, namun mata tetap fokus pada sosok Fang Sei yang hanya beberapa langkah dari Lightning Spiritual Fruit. Di belakang mereka, beberapa murid lain turut mempercepat gerakan, berharap masih punya peluang.
Fang Sei melangkah dengan sangat hati-hati. Kini, ia tepat di hadapan Buah Spiritual Petir yang menyala biru keunguan menggoda dan menakutkan.
Saat tangannya terulur
ZRAAAAKKK!!
Petir kembali menyambar dari udara, mengguncang tanah di dekatnya. Getaran kecil menjalar di sekeliling, tapi tidak cukup kuat untuk melukainya. Fang Sei terkejut sesaat, namun tidak mundur. Ia hanya mendengus pelan, lalu mencengkeram buah itu dengan cepat.
Cahaya biru menyala di tangannya saat buah itu berhasil ia genggam.
Fang Sei berbalik dan menatap ke arah Jia Wei dan Yuwei yang baru saja mencapai jarak sekitar 300 kaki darinya. Ia tersenyum tipis senyum mengejek penuh kemenangan.
Tanpa berkata sepatah kata pun, ia perlahan mundur dan meninggalkan tempat itu dengan penuh kewaspadaan, menjaga jarak dari kemungkinan petir lain.
Jia Yuwei mengepalkan tangan, matanya menyipit.
"Dia menyombongkan diri," bisiknya pelan.
"Kita terlalu lambat beberapa langkah," kata Jia Wei datar, tapi wajahnya tampak tidak senang.
Beberapa murid lain masih berjuang menembus jarak dan petir yang memagari Lightning Spiritual Fruit yang tersisa. Meski satu sudah diambil Fang Sei, masih ada beberapa buah serupa, dan mereka belum menyerah.
Empat bulan lebih pun berlalu…
Cuaca di wilayah Zhi terasa tenang hari itu. Namun di suatu tempat yang sepi, Xieyi Zui tengah menapaki lereng gunung kecil. Ia tak mencari sesuatu yang luar biasa, hanya berharap bisa menemukan satu Buah Spiritual Langit untuk membuktikan kelayakannya.
Wajahnya kalem, napasnya stabil, langkahnya penuh kesabaran.
Namun tiba-tiba… langit di atasnya bergemuruh pelan.
Di puncak gunung jauh dari tempat ia berdiri, cahaya putih keemasan mulai bersinar lembut namun memancar kuat. Perlahan, dari dalam cahaya itu muncul sebuah bentuk yang menyerupai bunga kristal mengambang.
Buah Spiritual Surgawi.
Xieyi Zui memandangnya dengan mata membelalak.
"Itu… bukan buah biasa…"
Cahaya keemasan itu melesat ke langit, menarik perhatian seluruh Wilayah Zhi.
Di tempat lain, Yuji Daofei membuka matanya. Ia menghentikan langkahnya dan menatap langit.
"Akhirnya muncul…"
Begitu pula dengan Yun Xiwe, yang menatap arah puncak gunung dengan wajah penuh keyakinan.
"Ini waktunya."
Murid-murid lain, yang belum mendapatkan apa pun, segera bergerak. Beberapa bahkan mulai berebut arah.
Sementara itu, di sebuah gua sunyi, Fang Sei sedang menatap Lightning Spiritual Fruit yang telah ia simpan rapi dalam tasnya.
Ia memiringkan kepala.
"Apa yang bisa kulakukan dengan ini?"
Ia belum tahu apa fungsi buah itu, tapi rasa penasaran itu segera tergantikan oleh cahaya keemasan yang terpancar dari kejauhan.
Cahaya itu menyinari langit, menyapu pepohonan, menembus kabut.
Fang Sei berdiri dan bergumam,
“Itu… cahaya Buah Spiritual Surgawi."
Di sisi lain, Jia Wei dan Yuwei sedang berjuang keras menembus penghalang petir yang mereka hadapi sebelumnya. Sekarang mereka hampir mencapai buah lainnya. Mereka mulai memahami ritme munculnya sambaran petir dan menyesuaikan gerakan.
Sedikit lagi…
Namun tiba-tiba, mereka berhenti. Cahaya keemasan menerangi langit, membuat mereka spontan menoleh.
“Kau lihat itu?” tanya Yuwei.
“Ya… itu tak mungkin buah biasa,” jawab Jia Wei.
Tak jauh dari mereka, Hui Baifa yang sudah mencapai jarak sekitar 2000 kaki dari lokasi Buah Spiritual Petir juga menatap langit.
Mulutnya menyeringai.
“Buah Surgawi... akhirnya muncul.”
Dia mempercepat langkahnya, masih menuju petir tapi pikirannya mulai bercabang. Apakah ia harus terus maju ke Buah Petir, atau ikut berebut cahaya putih keemasan itu?
Xieyi Zui berdiri terpaku di lereng bawah gunung, tempat ia sebelumnya hanya berniat mencari Buah Spiritual Langit. Udara di sekitarnya berubah, tidak lagi hanya tenang, tapi terasa berat dan penuh energi. Tatapan matanya naik perlahan, mengikuti cahaya putih keemasan yang kini menyelimuti puncak gunung di hadapannya.
“Ap… apa itu?” gumamnya pelan, suara gemetar karena keterkejutan dan kekaguman.
Angin sejuk berhembus lembut, tapi tubuhnya malah merinding. Buah Spiritual Surgawi. Ia tahu, walau belum pernah melihatnya secara langsung, tak ada yang bisa meniru cahaya suci seperti itu. Hati kecilnya gemetar, bukan karena takut, melainkan karena tak percaya bahwa ia seorang murid tanpa niat besar bisa menjadi saksi pertama kemunculannya.
Langkahnya maju perlahan, namun matanya tetap terpaku pada cahaya itu. Tangan kanannya mengepal kuat, tubuhnya seakan dipenuhi dorongan tak dikenal.
“Aku harus mencoba... meski hanya melihatnya dari dekat,” ucapnya lirih, tapi penuh tekad.
Di kejauhan, suara gemuruh lembut terdengar, seolah gunung itu sendiri menyambut para penantang. Tapi Xieyi Zui tidak mundur. Meski lembut dan terlihat rapuh, kini semangatnya seperti bara yang perlahan menyala. Ia mulai menapaki lereng menuju puncak, di mana Buah Spiritual Surgawi bersemayam.
Langkah kaki Xieyi Zui perlahan menapaki jalur berbatu menuju puncak gunung. Cahaya dari Buah Spritual Surgawi masih memancar megah di langit, seperti cahaya suci yang memanggil siapa pun yang cukup berani atau cukup nekat untuk datang.
Namun, perjalanan ini tidak mudah.
Akar-akar pohon di lereng bergerak samar, seperti hidup. Beberapa mencoba menggenggam kaki siapa pun yang lewat. Udara perlahan menjadi berat, membuat dada terasa sesak. Genangan air di sisi-sisi jalan memancarkan cahaya aneh, seperti mengandung racun atau energi tak dikenal. Bahkan suara angin terdengar seperti bisikan-bisikan halus yang mengganggu pikiran.
Xieyi Zui sempat terpeleset di salah satu celah batu, bajunya kotor, kakinya lecet, tapi ia tak berhenti. Matanya terus menatap ke atas. Kilauan Buah Spritual Surgawi membuat tubuhnya gemetar, bukan karena takut, tapi karena keagungan yang tak bisa dijelaskan.
Dari arah lain, Yuji Daofei berhenti di pinggir tebing, menatap puncak yang jauh di atas. Matanya tajam dan penuh perhitungan.
“Buah itu… tidak akan mudah didapat,” gumamnya pelan. Tidak ada rasa takut, tapi jelas ada kehati-hatian. Ia tahu, medan ini bukan untuk yang gegabah.
Tak jauh dari sana, Yun Xiwe berdiri di bawah bayang-bayang pohon besar. Angin dari atas mulai turun kencang. Rambutnya terurai dan menari liar. Ia memejamkan mata sejenak, lalu berkata dengan pelan, seolah bicara pada dirinya sendiri.
“Angin ini membawa pesan. Semakin dekat, semakin terasa berat... tapi aku tidak akan mundur.”
Beberapa murid lain mulai terlihat, mereka bergegas dari segala arah. Ada yang terpeleset, ada yang berhenti karena kelelahan, namun tak satu pun ingin menyerah. Mereka tahu, Buah Spritual Surgawi bukan sekadar buah ia adalah jalan menuju masa depan yang tak tergantikan.
Tapi di balik semangat itu, bayangan ketegangan mulai terasa. Mereka saling memandangi satu sama lain. Tidak semua akan berhasil.
Dan belum tentu semua akan selamat.
Langit tampak mulai berubah warna, seolah memberi isyarat bahwa waktu terus bergulir tanpa menunggu siapa pun. Di kejauhan, Gunung Lihai berdiri kokoh, menyimpan Buah Spiritual Surgawi di puncaknya, menggoda para calon murid dengan aura agung dan tekanan luar biasa.
Yuji Daofei telah berada sejauh 600 kaki dari kaki gunung, matanya tajam menatap ke depan. Ia berdiri di antara akar-akar besar dan kabut tipis, namun pikirannya tetap fokus. Di sisi lain, pada jalur yang berbeda dan medan yang lebih curam, Yun Xiwe juga sudah mendekati jarak 600 kaki, meski dari sisi utara. Ia menghela napas panjang, menyadari bahwa medan yang tampak tenang ternyata menyembunyikan tekanan spiritual yang menusuk.
Di lereng gunung, Xieyi Zui perlahan menapaki bebatuan lembap dan licin. Ia telah mencapai hampir setengah jalan. Nafasnya mulai berat, lengan kirinya memiliki goresan luka akibat dahan berduri yang tersembunyi di balik semak. Tapi sorot matanya tetap jernih tidak ada rasa ingin menyerah.
Sementara itu, dari sisi dataran lebih rendah, Wang Xuei berdiri dengan tangan di pinggang, memandangi gunung dari jarak 1000 kaki. Ia tidak terburu-buru. Tatapannya licik seperti biasa, tapi tenang. Ia tahu, medan gunung bukan sekadar ujian kekuatan fisik, tetapi juga ujian keputusan.
“Aku akan menunggu. Biar yang lain membuka jalan lebih dulu,” gumam Wang Xuei sambil menyender pada pohon, lalu duduk santai.
Angin gunung mulai bertiup lebih kencang. Suara desiran pepohonan dan gemuruh lembut dari puncak seperti menguji keteguhan jiwa para murid. Belum satu pun dari mereka yang bisa melihat buah itu dengan mata kepala sendiri, tapi mereka tahu... hadiah di atas sana akan mengubah takdir.
Di sisi lain wilayah Zhi, Jia Wei dan Jia Yuwei akhirnya berhasil mendapatkan Buah Spiritual Petir. Tubuh mereka masih sedikit gemetar akibat sambaran petir terakhir, tapi di wajah mereka terpancar kepuasan.
"Akhirnya... kita berhasil," ucap Yuwei sambil mengatur napasnya.
Jia Wei menoleh ke arah adiknya. "Kita tidak boleh lengah. Ayo segera menjauh dari tempat ini sebelum yang lain datang."
Sementara itu, Hui Baifa masih terus berjuang melewati medan yang berat. Keringat membasahi pelipisnya, napasnya memburu, namun matanya masih terpaku pada buah yang belum sempat dia raih.
“Buah itu... harus jadi milikku,” gumamnya penuh ambisi.
Di sisi lain, We Jita baru saja berhasil mendapatkan Buah Spiritual Langit. Ia tersenyum kecil, lalu menatap langit.
“Semoga kalian juga berhasil…,” bisiknya.
Ia mengamankan buah tersebut dalam kantung kainnya, lalu mengarahkan pandangannya ke arah utara ke tempat di mana cahaya putih keemasan masih bersinar di atas Gunung Lihai.
"Itu pasti Buah Spiritual Surgawi... Kalau begitu, aku harus ke sana. Mungkin mereka ada di sana juga," ucapnya mantap, lalu mulai berlari menuju gunung itu, melewati pepohonan dan kabut tipis yang mulai turun.