LightReader

Chapter 13 - Chapter 13 – Daya Tarik Tak Terduga

Chapter 13 – Daya Tarik Tak Terduga

Tekanan di puncak Gunung Lihai semakin menyesakkan. Aura langit menekan seperti gunung runtuh, namun enam murid yang sempat terhempas kini telah berdiri lagi. Tubuh mereka gemetar dan terluka, tapi ada sesuatu yang lebih kuat dari rasa sakit tekad yang menghanguskan rasa takut.

Seorang pemuda berbaju hijau tua melangkah maju, wajahnya kotor, pelipisnya berdarah, namun sorot matanya tajam menembus kabut spiritual yang menekan. Dengan suara serak, ia berucap lirih, namun penuh keyakinan.

"Aku tidak datang sejauh ini hanya untuk menyaksikan. Meski harus merangkak, aku akan terus maju."

Sementara itu, Yuji Daofei hampir mencapai salah satu dari tiga Buah Spiritual Surgawi 7 Warna yang baru muncul. Tangannya terulur, jari-jarinya tinggal sejengkal lagi…

Tiba-tiba, buah di sisi kanan bergetar pelan. Suara halus seperti denting kaca mengisi udara. Buah itu mulai memancarkan cahaya yang kian terang lalu perlahan mengambang... menjauh dari gugusan buah yang lain.

Semua mata mengikutinya dengan tatapan bingung.

Buah itu tidak bergerak sembarangan. Ia melayang perlahan ke arah seorang gadis yang berdiri agak jauh dari kerumunan, di bawah posisi Yun Xiwe dan Wang Xuei.

Xieyi Zui.

Wajah gadis itu membeku. Matanya membesar, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tubuhnya gemetar, bukan karena tekanan spiritual, tapi karena keterkejutan yang terlalu besar untuk dipahami.

Buah Spiritual Surgawi itu berhenti… tepat di depannya.

Tak seorang pun berkata sepatah kata. Angin pun seakan berhenti berhembus. Detik-detik seolah melambat, waktu membeku dalam keheningan suci yang menyesakkan.

Di lereng jauh, Jia Wei hanya mampu memegang teropongnya dengan tangan gemetar. Sang adik, Yuwei, menahan napas, tak bisa berkata apa-apa.

Fang Sei berdiri dengan tatapan kosong, alisnya berkerut dalam.

Hui Baifa bahkan lupa cara mengejek wajahnya kini hanya menunjukkan keterkejutan yang tulus.

We Jita, yang berdiri di kejauhan, memegangi dadanya, cemas bukan main.

Dari pelataran Sekte Daun 7 Sisi, Tan Wulien menatap puncak gunung dengan wajah tegang. Beberapa murid lain yang telah lulus ikut menahan napas, tubuh mereka ikut menegang.

Salah satu tetua perlahan berdiri dari kursinya, matanya menyipit ke arah cahaya buah yang menggantung di depan Xieyi. Suaranya lirih, nyaris seperti gumaman, namun cukup jelas untuk didengar rekan-rekannya.

"Buah itu... memilihnya?"

Seorang tetua lain menjawab dengan keraguan yang terdengar jelas.

"Tidak… ini bukan sekadar reaksi terhadap kekuatan. Seolah… ada ikatan."

Yang lain menimpali, pandangannya tajam menusuk ke arah gunung.

"Atau mungkin… keharmonisan jiwa. Sesuatu yang belum pernah kita lihat sebelumnya."

Sorak-sorai yang biasa terdengar dari wilayah luar Wilayah Zhi kini tak terdengar. Hening. Semua orang, dari para penonton biasa hingga kultivator senior, terpaku.

Xieyi masih tidak bergerak. Matanya memantulkan cahaya lembut dari buah yang seakan menantinya.

Buah Spiritual Surgawi itu… terus berpendar, seolah menunggu sang pemiliknya menyambut takdir.

Suasana masih membeku.

Yuji Daofei, yang tadi tinggal sejengkal dari buah di hadapannya, menatap dengan mata membelalak, rahangnya mengeras. Untuk pertama kalinya, ekspresi dingin dan acuhnya retak. Ia mundur setapak tanpa sadar, bergumam pelan seperti bicara pada dirinya sendiri.

"Kenapa... bukan aku?"

Di sisi tak jauh dari Daofei, Yun Xiwe menutup mulutnya dengan satu tangan, matanya membulat.

"Itu... tidak mungkin. Dia bahkan belum bergerak sejak tadi..."

Wang Xuei mendesis pelan, tubuhnya menegang.

"Dia? Gadis itu? Kenapa dia?"

Tak jauh dari mereka, enam murid yang tadi terhempas berdiri membeku. Mereka belum sempat kembali maju saat peristiwa itu terjadi. Wajah mereka menunjukkan ekspresi yang hampir serupa terkejut, bingung, sedikit rasa tidak terima, dan juga ketakjuban yang sulit dijelaskan.

Seorang pemuda dari mereka mengepalkan tangan erat.

"Apa dia punya… sesuatu yang tak terlihat oleh kita?"

Gadis berambut pendek di sebelahnya menyipitkan mata, suaranya hampir tak terdengar.

"Atau mungkin… Buah itu tidak memilih kekuatan."

Sementara itu, cahaya dari Buah Spiritual Surgawi 7 Warna yang kini mengambang di hadapan Xieyi Zui memancarkan kilau lembut, menghangatkan udara di sekitarnya. Warna-warni auranya seperti menyelimuti Xieyi dalam pelukan cahaya yang hangat dan dalam.

Gadis itu sendiri masih tak bergerak. Matanya berkaca-kaca, napasnya tertahan di tenggorokan. Ia bahkan tak sadar kakinya bergetar. Detik demi detik berlalu, dan akhirnya pelan, sangat pelan tangannya mulai terangkat.

Jari-jarinya gemetar saat menjulur ke depan. Suara detak jantungnya menggema dalam kepala, mengalahkan segala kebisingan.

Saat ujung jarinya menyentuh kulit buah itu…

Wussshhh…

Sebuah gelombang cahaya lembut menyapu sekitarnya. Tidak keras, tidak menyakitkan. Tapi cukup untuk membuat semua orang merasa seolah sesuatu yang murni dan suci baru saja berpadu dengan dunia fana.

Murid-murid di lereng gunung terdiam.

Para tetua yang mengamati dari sekte saling melirik, dan satu per satu berdiri.

Seseorang dari belakang berkata dengan suara pelan namun jelas

"Buah itu menerimanya."

Buah Spiritual Surgawi 7 Warna itu tidak melawan. Tidak meledak. Tidak melukai. Ia hanya… diam di genggaman Xieyi Zui, seolah telah menunggu momen itu selama berabad-abad.

Xieyi menatap buah itu di tangannya. Bibirnya gemetar, air matanya mulai menetes satu per satu.

Ia tidak tahu kenapa buah itu datang kepadanya. Ia tidak tahu apakah ia pantas. Tapi ia tahu satu hal, hidupnya tak akan pernah sama lagi.

Di banyak tempat, para keluarga dari para murid tak lepas dari kejadian luar biasa yang baru saja terjadi.

Di kota Holuang, kediaman keluarga Jian, Defei Sixie berdiri di ambang balkon, menatap langit dengan sorot penuh tanya. Jian Lode duduk di kursi tua sambil mengelus dagunya, matanya tak lepas dari lempengan spiritual pemantau di depannya.

“Buah itu… memilih dengan cara berbeda,” ucap Jian Lode pelan.

“Kalau begitu… mungkin langit menyukai sesuatu yang tidak kita pahami,” bisik Sixie.

Di desa Wuxije, Lawzi Gue dan Defei Heifei menatap bola cahaya komunikasi yang menampilkan wilayah Zhi. Putra mereka, Wafei, berdiri di belakang dengan alis terangkat.

“Buah Surgawi mendekati seorang gadis tanpa dia bergerak…” ujar Heifei dengan suara berat.

“Berarti hati bisa lebih terang dari kekuatan,” sahut Gue singkat.

Namun yang paling sunyi adalah di Desa Yunboa, kediaman keluarga Lawzi.

Di rumah sederhana mereka, seluruh anggota keluarga berkumpul. Lawzi Kunren berdiri bersandar di kusen jendela, sementara Tsai Mianzu duduk bersama Quim Zunxi dan Lawzi Jeu. Di samping mereka, Vuyei dan Zienxi duduk bersebelahan. Mata Vuyei terus melekat pada kristal pemantau yang menunjukkan tayangan Wilayah Zhi.

“Buah itu datang sendiri...” gumam Vuyei.

“Apakah itu mungkin... ataukah memang itu bagian dari ujian?” ucap Mianzu pelan.

Lawzi Jeu menatap dalam, suaranya datar namun penuh makna.

“Jika langit bisa memilih… maka takdir bisa berubah hanya dalam satu detik.”

Zienxi tetap diam. Tapi matanya menyimpan rasa heran yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya. Mungkin, untuk pertama kalinya, dunia kultivasi menunjukkan padanya sesuatu yang tak bisa dijelaskan oleh logika biasa.

Dua jam berlalu.

Angin di sekitar puncak Gunung Lihai menjadi tenang.

Xieyi Zui telah diam selama itu, duduk di batu datar dengan Buah Spiritual Surgawi dalam pelukannya. Banyak murid telah mulai menenangkan diri, dan beberapa bahkan sudah mundur dari tekanan karena kelelahan.

Namun tiba-tiba…

WUUUUUUMMMMMM......

Suara mendalam dan lembut menggema dari udara.

Satu Buah Spiritual Surgawi lain yang sebelumnya menggantung tanpa gerak tiba-tiba bergetar pelan.

Kilau tujuh warnanya mulai mengembang perlahan, menyala lebih terang dari sebelumnya. Aura lembut berubah jadi aura pencarian, seolah buah itu mencium sesuatu yang belum selesai.

Semua mata kembali menatap ke atas.

“Tidak lagi…”

“Bukan hanya satu?”

“Apa… akan memilih sendiri lagi?!”

Para murid yang masih tersisa menatap ke sekeliling, tubuh mereka menegang. Mereka mengira momen paling mengejutkan telah lewat. Tapi sekarang, seolah langit menertawakan keyakinan mereka, satu buah lagi… bergerak.

Mengambang perlahan… seperti mencari.

Seolah-olah ia sedang menyisir jiwa, bukan tubuh. Satu demi satu murid dilaluinya. Beberapa mengangkat tangan, berharap menjadi yang terpilih. Tapi buah itu terus melayang, perlahan tapi pasti.

Sementara itu, Xieyi Zui yang memeluk buah di pelukannya kini berdiri. Ia memandang buah lain yang mulai menari di udara.

“Apakah ini… terjadi lagi?” bisiknya.

Dan semua yang hadir yang berdiri di puncak, di lereng, bahkan para penonton dari seluruh negeri kembali menahan napas.

Karena pilihan langit… belum selesai.

More Chapters