Chapter 18 – The Vanishing of the Seven-Layered Black Light
(Menghilangnya Tujuh Lapisan Cahaya Hitam)
Quim Zunxi menggenggam tangan suaminya dengan wajah pucat. Lawzi Kunren dan Tsai Mianzu saling berpandangan, kemudian menatap putri mereka, Lawzi Vuyei, yang juga merasakan kekacauan dari kejauhan.
Sementara itu, di sudut halaman rumah, Lawzi Zienxi berhenti dari latihannya. Matanya menatap ke langit yang tak biasa, perasaannya tidak tenang.
“Ada sesuatu... yang sangat besar sedang terjadi,” gumamnya pelan.
Gelombang ketakutan, kebingungan, dan misteri menyelimuti semua yang terhubung dengan Wilayah Zhi.
Namun Buah Spritual Surgawi itu... belum juga membuat pilihannya.
Dentuman demi dentuman mengguncang udara, mengiringi getaran luar biasa dari Buah Spiritual Surgawi 7 Lapisan Cahaya Hitam yang masih berada di puncak Gunung Lihai. Suaranya terdengar seperti guntur yang tertahan di antara dua alam, menekan jiwa setiap orang yang mendengarnya. Getaran itu bukan lagi hanya sebuah fenomena spiritual, tapi seolah menjadi penanda datangnya sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Seluruh peserta seleksi dan pengawas di Wilayah Zhi telah berhasil dievakuasi. Tidak ada satu pun sosok yang tersisa di dalam batas wilayah itu. Hanya ruang kosong yang menyisakan angin dan energi spiritual yang mengamuk.
Di luar Wilayah Zhi, ratusan pasang mata masih menatap ke langit dengan wajah pucat dan nafas yang tertahan. Keringat dingin membasahi pelipis mereka. Ketakutan menyelimuti desa, kota, dan sekte-sekte besar yang tersebar di Negara Guhawe. Bahkan para sesepuh yang telah melalui berbagai peristiwa besar pun tak bisa menyembunyikan kegelisahannya.
Lalu...
"Itu apa!?" teriak salah seorang penonton yang berdiri di puncak bukit.
Tepat di atas Gunung Lihai, muncul sebuah pusaran hitam keunguan, berputar perlahan namun pasti. Pusaran itu tampak seperti robekan halus di langit, namun memancarkan aura tak dikenal yang membekukan udara di sekitarnya. Dentuman kecil keluar dari pusaran itu meskipun kecil, suara itu terdengar sangat jelas seolah berbicara langsung ke dalam telinga.
"Itu... bukan pusaran biasa...!" gumam seorang tetua dari Seven-Faced Leaf Sect, wajahnya memucat.
Tiba-tiba, Buah Spiritual Surgawi 7 Lapisan Cahaya Hitam memancarkan gelombang kejut yang mengguncang seluruh Negara Guhawe. Getaran tanah dirasakan dari ujung desa hingga ke wilayah kota, menumbangkan beberapa bangunan dan membuat binatang spiritual meraung ketakutan. Lalu, dalam sekejap mata, buah itu masuk ke dalam pusaran hitam dan lenyap tidak meninggalkan satu pun jejak.
Keheningan menelan seluruh negeri.
"K-kemana... buah itu pergi?"
"Pusaran itu... muncul dari mana? Siapa yang memanggilnya?!"
"Apa yang sebenarnya terjadi di Gunung Lihai...?!"
Pertanyaan demi pertanyaan meluncur dari kerumunan yang terguncang. Suara mereka gemetar, mata mereka penuh kecemasan. Para tetua dan pemimpin wilayah berusaha menenangkan rakyatnya, namun dalam hati mereka pun menyimpan satu kegelisahan yang sama: sebuah kekuatan yang belum dikenal telah muncul.
Di kediaman keluarga Lawzi, suasana pun dipenuhi ketegangan.
"Gelombang tadi... lebih kuat dari apapun yang pernah kurasakan," ucap Lawzi Kunren, menatap langit dengan rahang mengeras.
"Apa itu pertanda buruk...?" tanya Tsai Mianzu pelan.
Lawzi Vuyei menggenggam tangan ibunya dengan erat, matanya belum bisa lepas dari langit di kejauhan.
Lawzi Jeu memeluk pundak Quim Zunxi, berusaha menenangkan istrinya yang tak bisa berhenti berdoa dalam hati.
Sementara itu, Lawzi Zienxi, sang anak dari Jeu dan Zunxi, berdiri terpaku di depan rumah.
"Pusaran itu... seperti memanggil sesuatu. Tapi juga seperti menyembunyikan sesuatu..." gumamnya, lirih.
Tidak ada yang tahu apa sebenarnya yang telah terjadi. Namun semua tahu satu hal, apa pun itu, telah mengubah jalan takdir di dunia ini.
Beberapa waktu setelah pusaran keunguan itu menyedot Buah Spritual Surgawi 7 Lapisan Cahaya Hitam, suasana tetap sunyi… tetapi bukan sunyi yang menenangkan. Ini adalah sunyi yang dipenuhi kecemasan, ketegangan, dan rasa tidak percaya.
Di salah satu area evakuasi, Yuji Daofei berdiri tegak, wajahnya dingin seperti biasa namun sorot matanya tak bisa menyembunyikan rasa terkejut yang sesungguhnya. Ia menatap langit yang perlahan kembali cerah, seolah sedang mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi.
“Gelombang itu... bukan aura biasa,” gumamnya pelan. “Itu... seperti berasal dari alam yang belum kita kenal.”
Yun Xiwe yang berdiri di dekatnya memegangi dadanya, napasnya belum teratur.
“Apakah... kita hampir mati barusan?” suaranya bergetar, tapi ia berusaha tetap tenang. “Aku... tak pernah merasakan ketakutan seperti itu.”
Fang Sei menyilangkan tangan dan menatap ke arah Wilayah Zhi berada.
“Buah itu... tidak dipilih siapa pun. Justru, seolah-olah... ia memilih dirinya sendiri untuk pergi.”
Ia mendengus pelan. “Atau mungkin, dipanggil oleh sesuatu.”
Jia Wei memeluk adiknya, Jia Yuwei, yang masih gemetar.
“Ini tidak wajar... sangat tidak wajar,” katanya pelan. “Kalau sampai aura itu bisa mengguncang seluruh Negeri Guhawe, lalu... apa sebenarnya buah itu?”
“Dan dari mana datangnya pusaran itu?” tanya Xieyi Zui lirih. Wajahnya pucat, dan ia menatap ke tanah, seolah takut menatap langit lagi.
We Jita dan temannya yang berada sedikit lebih jauh hanya saling pandang tanpa sepatah kata pun. Tak ada satupun dari mereka yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul satu per satu. Bahkan Hui Baifa, yang biasanya licik dan sinis, terlihat kehilangan kata.
Dalam kerumunan para murid, suasana penuh bisik-bisik cemas.
“Apakah ini akhir dari seleksi?”
“Apakah ini pertanda buruk dari langit?”
“Apakah akan ada perang? Atau bencana?”
“Apa Sekte tidak akan menghentikan seleksi?”
“Apakah itu bukan buah… tapi sesuatu yang lebih buruk?”
Sementara itu, Yuji masih menatap ke kejauhan. Angin berhembus pelan melewati wajahnya, membawa aroma samar dari letusan aura tadi.
“Jika... apa yang kita lihat tadi adalah panggilan dari entitas yang lebih kuat...” bisik Yuji, “...maka langkah pertama menuju jalan kultivasi... baru saja berubah total.”
Suasana di puncak Hall Tengah Sekte Daun 7 Sisi masih diselimuti ketegangan. Para tetua duduk melingkar di atas kursi batu yang mengambang perlahan di atas altar pengamat langit. Bayangan pusaran hitam keunguan yang menghisap Buah Spiritual Surgawi 7 Lapisan Cahaya Hitam masih terpantul di bola pengamatan di tengah meja.
Tetua Lien Zuro menghela napas panjang.
“Buah itu... tidak memilih siapa pun. Atau mungkin, ia memilih jalan lain yang tak bisa kita prediksi.”
Tetua Miwa dengan raut wajah gelap, menjawab pendek,
“Apapun itu, ini belum waktunya untuk panik. Kita tidak boleh berhenti di tengah jalan hanya karena satu keanehan.”
Ketua Sekte, duduk di tengah mereka dengan jubah hijau tua yang menyelimuti seluruh tubuhnya, akhirnya berbicara. Suaranya tenang, namun dalam.
“Kita lanjutkan seleksi. Tiga hari dari sekarang, tahap kedua dimulai. Biarkan anak-anak itu istirahat. Mereka sudah melewati ujian yang berat, sebagian bahkan nyaris kehilangan nyawa.”
Sore itu, pengumuman resmi dikirim melalui cahaya spiritual ke seluruh paviliun dan tenda-tenda.
“Tahap pertama seleksi telah selesai.
Dari 650 peserta, sebanyak 325 orang dinyatakan lolos ke tahap berikutnya. Namun, di antara yang lolos, ada 1 orang yang tidak mendapatkan Buah Spiritual apapun, namun tetap diterima karena nilai mental dan fisiknya melebihi syarat minimum.”
“Para peserta yang tidak lolos akan diobati dan dipulihkan oleh murid senior sebelum dipersilakan kembali ke kota atau desa asal.”
“Tahap kedua akan dimulai tiga hari lagi. Gunakan waktu kalian untuk memulihkan tubuh dan pikiran. Tempat istirahat telah disediakan. Keterangan lebih lanjut mengenai seleksi tahap dua akan diumumkan pada hari ketiga.”
Ratusan murid senior Sekte Daun 7 Sisi segera turun tangan. Mereka mendatangi para peserta yang tidak lolos beberapa dengan luka dalam, memar parah, dan kelelahan ekstrem. Dengan teknik pengobatan internal dan ramuan penyembuh, satu per satu murid yang gagal mulai bisa berdiri lagi dengan kaki mereka sendiri.
“Tenang saja, kalian telah melakukan yang terbaik,” ujar seorang murid senior perempuan dengan tenang saat membantu membalut tangan seorang anak lelaki dari wilayah utara.
Sementara itu, para peserta yang lolos diarahkan ke area pemulihan. Paviliun-paviliun kecil dari kayu pinus spiritual berdiri rapi di sisi selatan sekte. Tiap ruangan sudah diisi air hangat, tempat tidur dari serat awan ringan, dan makanan yang mengandung energi penyegar.