Chapter 21 – Layered Forest
Hari seleksi tahap ketiga pun tiba. Sejak fajar, seluruh calon murid telah berkumpul di halaman utama Sekte Daun 7 Sisi. Suasana begitu semarak namun penuh ketegangan. Para tetua sekte dan murid-murid senior mulai berdatangan satu per satu. Mereka berdiri berjajar di sisi timur pelataran, memandang para calon murid yang berdiri penuh harap dan rasa penasaran.
Salah satu tetua, berjubah panjang dengan lambang daun tujuh sisi yang bersinar di dada, maju ke depan.
"Tahap ketiga ini adalah ujian pilihan," ucapnya lantang. "Di dalam sebuah hutan belantara, kami telah menyiapkan berbagai harta. Masing-masing jalan yang kalian pilih akan membawa kalian pada jenis harta yang berbeda. Ada yang tingkatannya rendah, dan ada pula yang langka dan sangat kuat. Harta-harta ini akan menjadi awal kekuatan kalian sebagai kultivator sejati."
Ia melanjutkan dengan suara yang tegas, "Namun, ingatlah di dalam hutan itu, pertarungan tidak bisa dihindari. Jika kalian menginginkan harta tertentu, kalian harus siap mempertahankannya. Ujian ini akan menyingkap siapa yang benar-benar pantas untuk melangkah lebih jauh."
Riuh pun terdengar. Sorakan dan teriakan memenuhi udara.
"Aku pasti dapatkan yang terbaik!"
"Heh, semoga saja kalian tak tersesat di dalam!"
"Akhirnya! Ini yang kutunggu!"
Beberapa calon murid terlihat bersemangat, matanya menyala penuh gairah. Namun tak sedikit pula yang tampak gugup dan menelan ludah dengan tegang. Bahkan mereka yang terlihat tenang pun menyimpan waspada dalam diam.
Tiba-tiba, di hadapan para calon murid, tanah bergemuruh pelan. Sebuah celah membelah tanah dengan perlahan, membentuk lingkaran berlapis cahaya kehijauan. Dari celah itu, udara hutan yang lembap dan misterius mulai merembes keluar. Aroma dedaunan basah dan angin dingin menyentuh kulit mereka.
"Itulah tempat ujian kalian," ujar tetua lainnya sambil menunjuk ke dalam celah. "Hutan itu disebut Layered Forest. Tiap lapisan hutan mengandung bahaya dan kesempatan berbeda. Masuki dengan bijak."
Para calon murid menatap celah itu dengan perasaan campur aduk. Sebagian besar sudah tak sabar, sementara yang lain masih membatin, menimbang strategi mereka.
"Baiklah, kita mulai dari urutan pertama," ujar salah satu murid senior yang memegang daftar nama.
Suasana menjadi sunyi sesaat.
"Fang Sei, maju."
Tanpa banyak bicara, Fang Sei melangkah tenang ke dalam celah. Wajahnya dingin seperti biasa, tatapannya lurus ke depan.
"Berikutnya, Hui Baifa."
Dengan senyum licik, Hui Baifa menyusul. Ia sempat melirik beberapa murid lainnya seakan menantang sebelum akhirnya menghilang di dalam celah.
"Jia Wei dan Jia Yuwei."
Kakak beradik itu melangkah bersama. Jia Wei tampak waspada, sedangkan Yuwei terlihat sedikit ragu.
"Wang Xuei."
Senyum nakal muncul di wajah Wang Xuei saat ia berjalan masuk, mengedipkan mata pada salah satu murid yang ia jahili beberapa hari lalu.
"We Jita."
"Tan Wulien."
"Yun Xiwe."
"Xieyi Zui."
Mereka masuk satu per satu, beberapa saling mengangguk sebagai tanda dukungan.
"Yuji Daofei."
Saat namanya dipanggil, semua mata langsung tertuju padanya. Pemuda itu hanya berjalan tanpa ekspresi, sorot matanya dingin. Tak satu kata pun keluar dari mulutnya saat ia memasuki Layered Forest.
Satu per satu, para calon murid lainnya mengikuti, hingga akhirnya celah terus menelan jejak mereka, membawa masing-masing pada takdir dan harta yang belum mereka ketahui.
Ujian terakhir telah dimulai. Bukan hanya soal keberuntungan, tapi tentang keputusan, keberanian, dan kekuatan untuk bertahan dan menang.
Suasana hening menguasai sekitar Layered Forest. Seluruh calon murid telah masuk ke dalam celah yang terbuka di hadapan mereka, lalu tersebar menuju berbagai arah di dalam hutan lebat dan penuh kabut itu. Tak ada rute yang sama. Tak ada peta. Hanya insting, keberanian, dan tekad yang menjadi penuntun langkah mereka.
Setiap calon murid tahu, pertarungan akan datang. Bukan hanya dengan orang lain, tapi juga dengan diri mereka sendiri.
Fang Sei bergerak cepat tanpa suara, seperti bayangan. Ia memilih jalur berbatu yang mendaki, penuh semak dan pohon berduri. Tatapannya tajam, tidak ada waktu untuk santai. Di sisi lain, Hui Baifa memilih arah berlawanan, jalur datar yang terlihat tenang, tapi atmosfernya seolah menyembunyikan sesuatu. Ia tersenyum tipis.
“Semoga aku mendapatkan yang terbaik… atau setidaknya, mencurinya dari orang lain,” gumam Hui Baifa dengan nada ringan tapi penuh siasat.
Di tempat lain, Jia Wei dan Jia Yuwei memilih tetap bersama. Mereka saling menatap, lalu melangkah dengan tenang menuju area hutan yang dipenuhi kabut ungu.
“Jangan berpikir ini akan mudah,” kata Jia Wei serius.
“Aku tidak akan,” jawab Yuwei sambil mengepalkan tangan.
Wang Xuei, tentu saja, menyelinap seperti biasa. Matanya awas, mengincar mereka yang tampak lengah. Ia bahkan sempat melempar batu kecil ke arah dua murid yang tampak kebingungan, hanya untuk melihat reaksi mereka. Ia tertawa kecil.
“Dunia ini memang lucu,” bisiknya.
Tan Wulien menyusuri jalur air, berjalan pelan dan hati-hati, memperhatikan setiap gerakan di sekitarnya. Sedangkan We Jita memilih arah dengan pohon-pohon tinggi, matanya tertuju pada langit yang tak lagi terlihat, seakan mencoba membaca arah keberuntungan.
Yun Xiwe dan Xieyi Zui awalnya berjalan berdekatan, tapi kemudian terpisah karena jalur bercabang.
“Hati-hati, Xieyi,” teriak Yun Xiwe dari kejauhan.
Xieyi menoleh dan mengangguk, “Kau juga!”
Yuji Daofei, seperti biasa, tenang. Ia tidak terburu-buru. Langkahnya mantap, dan ekspresinya tak menunjukkan ketegangan sama sekali. Ia memilih jalur yang tampak paling berbahaya: rimbun, gelap, dan terdengar suara binatang buas dari kejauhan. Tapi dia tidak goyah.
Satu jam berlalu.
Langit di atas area latihan Sekte mulai diselimuti kabut tipis. Para tetua dan murid senior berdiri di tempat pengamatan, diam-diam memperhatikan gerakan para peserta dari batu kristal besar yang memantulkan bayangan-bayangan di dalam hutan.
Lalu, suara berat dan bijak dari salah satu tetua bergema melalui susunan formasi suara yang menyebar ke seluruh bagian Layered Forest.
“Wahai para calon murid. Dengarkan baik-baik.”
Langkah para peserta terhenti. Mereka mendongak, menatap ke langit hutan yang tertutup pepohonan lebat. Suara itu terasa dekat, seakan berbicara langsung ke telinga mereka.
“Tahap ketiga ini... bukanlah tentang kelulusan, melainkan pilihan dan keberanian. Tak ada yang akan gugur. Setiap dari kalian yang telah sampai di tahap ini, akan kami terima sebagai murid resmi dari Seven-Faced Leaf Sect.”
Beberapa peserta menahan napas. Mata mereka melebar.
“Namun... bukan berarti kalian tidak perlu berjuang. Harta spiritual yang tersedia di dalam hutan ini adalah penanda awal kekuatan kalian, warisan yang akan membentuk jalan kalian di dunia kultivasi. Rebutlah. Temukanlah. Jika kalian memilih menyerah... maka kalian akan tertinggal.”
Suara itu berhenti.
Beberapa murid menghela napas lega, tapi tidak sedikit yang justru semakin tegang.
“Berarti… semua diterima?” tanya Xieyi Zui pada dirinya sendiri.
“Bagus. Aku tak perlu merebut harta dari orang lain,” bisik Hui Baifa sambil tersenyum menyeringai.
Sementara itu, Fang Sei hanya melanjutkan langkahnya tanpa reaksi berarti. Tapi sorot matanya mengeras.
Di antara kerimbunan semak, Wang Xuei tersenyum kecil. “Jadi ini hanya masalah siapa yang mendapatkan yang terbaik... Menarik.”
Di luar Layered Forest, beberapa tetua saling bertukar pandang. Mereka tahu, tahap ini akan menjadi pembeda sejati.
“Apakah ini terlalu lunak?” tanya salah satu murid senior.
Tetua berjanggut putih menggeleng pelan.
“Tidak. Ini adalah ujian hati. Mereka yang tamak akan terperangkap. Mereka yang licik mungkin berhasil. Tapi yang benar-benar kuat... akan terlihat di akhir.”
“Dan jika tidak ada yang mendapatkan harta?” tanya murid lain.
“Setidaknya mereka sudah belajar bahwa jalan kultivasi bukan hanya tentang kelulusan. Tapi tentang pilihan dan pengorbanan.”
Para murid senior terdiam, merenungi makna dari kalimat itu.
Semua calon murid kini telah masuk jauh ke dalam Layered Forest. Hutan Berlapis yang tersembunyi dan luas. Langit di atas tertutup oleh daun-daun lebat, membuat cahaya hanya menyelinap masuk melalui celah-celah kecil. Suasana begitu tenang, namun penuh ketegangan. Setiap langkah yang mereka ambil, adalah bagian dari perjalanan menuju takdir mereka sebagai kultivator sejati.
Yun Xiwe sudah masuk jauh ke dalam hutan. Langkahnya tenang namun sigap, napasnya teratur, matanya awas mengamati sekeliling. Daun-daun besar menghalangi pandangan dan akar-akar besar menonjol di jalan setapak. Lalu, sebuah cahaya memantul dari balik pepohonan.
Cahaya itu berwarna kuning keemasan. Yun Xiwe terkejut, matanya membelalak.
“Itu… cahaya harta spiritual?” gumamnya pelan.
Ia segera bergerak maju, namun berhati-hati. Banyak rintangan mulai muncul duri tajam, tanaman pemangsa kecil, hingga kabut tipis yang menghalangi pandangan. Tapi dia tidak gentar. Cahaya itu menariknya, seolah memanggil.
Di sisi lain hutan, beberapa calon murid juga menyadari keberadaan cahaya misterius yang bersinar dari arah berbeda.
Fang Sei masih menjelajahi area sekitarnya, diam dan fokus. Ia tidak berbicara, hanya memperhatikan jejak-jejak di tanah, tanda-tanda alam yang mungkin menuntunnya pada sesuatu yang berharga.
Hui Baifa juga terus berjalan dengan cepat. Wajahnya tampak cemas, mungkin karena belum melihat apapun selama satu jam penuh. Tapi dia tidak menyerah.
Jia Wei dan adiknya Yuwei sedang berada di atas cabang pohon yang kokoh, mengamati wilayah luas di depan mereka.
“Lihat ke arah sana,” ujar Jia Wei, menunjuk ke arah timur laut. “Ada pantulan cahaya, tapi terlalu lemah. Mungkin bukan apa-apa, tapi patut diperiksa.”
Yuwei mengangguk pelan. “Kita harus bergerak sekarang sebelum orang lain lebih dulu.”