Suasana ruang istirahat setelah pertandingan terasa berat.
Bau keringat, napas cepat, dan suara air menetes dari botol minum terdengar lebih keras dari biasanya.
Kami baru saja imbang — bukan kalah, tapi juga bukan kemenangan.
Namun ekspresi semua orang seolah kami baru saja disingkirkan dari Blue Lock.
Isagi duduk di sudut, menatap kosong lantai. Bachira, seperti biasa, tersenyum… tapi matanya tak benar-benar ikut tersenyum.
Dan aku — aku duduk di tengah, dengan pandangan semua orang mengarah padaku.
> "Kalau saja kau umpan sedikit lebih cepat, kita bisa menang,"
kata Kunigami dengan nada tegas, bukan marah… tapi kecewa.
Aku menatapnya balik tanpa berkata apa-apa.
Sistem di kepalaku langsung aktif.
> [Analisis: Umpan Ryou Asahi – 0, Efisiensi Tim – 63%]
[Rekomendasi: Kurangi individualitas 12% untuk sinergi optimal.]
Aku menggigit bibir. Kurangi individualitas?
Apa aku sedang di sini untuk menyesuaikan diri… atau menghancurkan mereka?
"Kalau aku tak egois, aku bukan striker," aku menjawab datar.
"Dan kalau kalian tak bisa mengikutiku, kalian tak layak jadi predator di sini."
Beberapa pemain menatapku tajam — terutama Barou… tapi dia tak di sini. Untungnya.
Chigiri hanya mendengus kecil, lalu berkata pelan,
> "Kau bicara seperti sistem Blue Lock sendiri."
Kata "sistem" itu menusuk.
Aku menunduk sedikit. Sistem Blue Lock… atau sistem di kepalaku sendiri?
> [Peringatan: Ketegangan emosional meningkat. Menstabilkan kesadaran— gagal.]
[Error. Error. Error.]
Suaranya bergetar.
Untuk pertama kalinya, aku merasa "sistem" di dalam kepalaku… tak stabil.
Suara itu bukan datar dan tenang seperti biasa. Kali ini — terdengar seperti suara manusia.
Dan yang lebih menakutkan… suaranya mirip suaraku sendiri.
> [Ryou… kau takut kehilangan kendali, ya?]
"Apa?" aku tersentak kecil.
Bachira langsung menatapku.
"Kau bilang apa barusan?"
"N-nggak… nggak apa-apa," jawabku cepat.
Aku menatap lantai, jantung berdetak cepat.
Suara itu lagi.
Tidak… bukan sistem. Itu aku.
Diriku sendiri… tapi berbeda. Dingin. Tajam. Kejam.
> [Ego-mu terlalu lemah. Kau mulai mendengar mereka, bukan mendengar dirimu.]
[Ingat— striker sejati hanya butuh satu hal: keyakinan mutlak pada dirinya sendiri.]
Kata-kata itu menembus pikiranku seperti bilah baja.
Aku merasa seolah ada dua aku di dalam tubuh yang sama — yang satu ingin percaya pada tim, dan yang satu ingin menghancurkan semua orang untuk berdiri di puncak.
Sial. Apa yang sedang terjadi padaku?
---
Sesi latihan sore itu berjalan buruk.
Kami tak sinkron. Setiap kali aku mencoba memberi umpan, tubuhku menolak — instingku berkata "tembak."
Dan setiap kali aku mencoba menembak, bayangan "sistem" di kepalaku berbisik:
> [Ryou, kau kehilangan gigitanmu.]
Aku menjatuhkan diri di lantai lapangan, menatap langit-langit fasilitas Blue Lock yang putih dingin.
Dalam keheningan itu, aku sadar sesuatu.
Sistem ini… tidak pernah memberiku kekuatan.
Ia hanya memantulkan keinginanku sendiri — dan kini keinginanku mulai berantakan.
---
Malamnya, aku berdiri sendirian di kamar.
Keringat dingin membasahi pelipis.
Aku menatap pantulan wajahku di kaca.
Dan untuk sesaat… pantulan itu tersenyum padaku lebih dulu.
> [Besok, buktikan lagi siapa dirimu, Ryou Asahi.]
[Atau aku yang akan mengambil alih.]
Aku menatapnya balik —
dan untuk pertama kalinya, aku tak tahu apakah aku sedang berbicara pada sistem…
atau pada diriku sendiri.