Lapangan kali ini terasa lebih sempit dari biasanya.
Mungkin bukan lapangannya yang berubah — tapi kepalaku.
Setiap langkah, setiap napas… terasa seperti dihitung.
Dan di sela detak jantungku, suara itu kembali terdengar.
> [Pertandingan dimulai. Misi utama: Kemenangan penuh.]
[Hadiah: Penguatan Fokus — 200%.]
Aku menarik napas dalam. "Kau muncul lagi, ya…" gumamku pelan.
Tapi kali ini, suaranya tidak datar seperti robot.
Lebih… hidup. Lebih panas.
Seolah sedang menunggu aku gagal.
---
Kick-off: Team Z vs Team Y
Kami langsung diserang di menit pertama.
Pemain-pemain Tim Y bermain cepat, dengan passing tajam seperti pisau.
Isagi mencoba membaca pola mereka, tapi mereka tak memberi celah.
Aku maju, berlari ke depan.
Mataku menangkap garis lintasan bola.
Dan tiba-tiba — dunia melambat.
Semua suara menghilang.
Yang tersisa hanya garis-garis cahaya biru di mataku — seperti jalur yang ditarik langsung oleh "sistem".
> [Overclock Mode: Aktifkan Prediksi 3 Detik ke Depan.]
[Peringatan: Risiko Kelelahan Fisik 80%.]
Aku tak peduli.
Aku hanya ingin… menang.
Kakiku bergerak lebih cepat dari pikiranku.
Aku menyambar bola sebelum dua bek sempat menutup ruang.
Suara teriakan rekan setim terdengar samar.
> "Ryou, umpan!"
"Jangan egois!"
Aku menendang tanpa melihat.
Bola meluncur — keras, sempurna — membentur tiang.
Dentumannya menggema di seluruh lapangan.
Aku berdiri diam, napas terengah.
Kepalaku berdenyut seperti dibakar.
Tapi "sistem" masih berbicara.
> [Data dikumpulkan. Kecepatan meningkat 17%.]
[Lanjutkan. Jangan berhenti. Keunggulan akan datang jika kau menolak kelemahan.]
Sial… tubuhku gemetar.
Bukan karena kelelahan, tapi karena adrenalin.
Aku tahu aku bisa lebih cepat. Lebih kuat.
Jika aku menekan sedikit lagi…
> [Overclock: 120% Aktif.]
Aku mendesak tubuhku melampaui batas.
Dunia kembali bergetar, garis biru kini berlipat ganda.
Aku merasa bisa membaca masa depan — setiap gerak lawan, setiap lintasan bola.
Namun, tubuhku tak lagi bisa mengikutinya.
Langkahku terseret. Pandanganku mulai kabur.
> "Ryou!"
Bachira menghampiriku.
"Kau nggak apa-apa? Kau pucat banget!"
Aku ingin menjawab, tapi mulutku tak bergerak.
Sistem masih berteriak di kepalaku.
> [Jangan berhenti! Mereka akan merebut segalanya kalau kau berhenti!]
[Kau ingin jadi nomor satu, kan?!]
Aku menunduk, menekan kepala dengan kedua tangan.
Suara itu semakin keras, menggema seperti dua versi diriku saling berteriak di ruang yang sama.
Yang satu penuh amarah.
Yang satu penuh ambisi.
> "Diam!" aku berteriak.
Lapangan berhenti sejenak. Semua mata tertuju padaku.
Isagi menatapku dengan wajah serius.
> "Kau… bukan cuma kehilangan tenaga, kan?"
Aku menatapnya balik — pupilku bergetar.
Untuk sesaat, aku melihat pantulan wajahku di matanya.
Dan dalam pantulan itu… aku melihat dua diriku.
Satu tersenyum dingin, satu menatap kosong.
> [Overclock mencapai puncak.]
[Kesadaran – Tidak stabil.]
Aku jatuh berlutut.
Suara itu akhirnya berbisik pelan.
> [Kalau kau tak bisa menguasai aku… maka aku yang akan menguasai kita berdua.]
Gelap.
---
Ketika aku sadar, aku sudah di ruang medis Blue Lock.
Lampu putih menggantung di atas kepala, dan napasku berat.
Di sisi ranjang, Ego Jinpachi berdiri dengan senyum tipis.
> "Kau mulai menarik perhatianku, Asahi Ryou," katanya.
"Tapi hati-hati. Kadang, terlalu percaya pada ego bisa membuatmu terbakar oleh cahayamu sendiri."
Aku menatapnya — tak tahu apakah dia tahu tentang sistem itu.
Atau… apakah dia hanya bisa melihat api yang mulai tumbuh di dalam diriku.
---
Terima kasih sudah membaca System in Blue Lock!
Dukungan kalian adalah bahan bakar semangatku untuk terus menulis perjalanan Ryou Asahi 💪
Kalau kamu suka bab ini, jangan lupa:
💬 Tinggalkan komentar
🌟 Beri rating & favorit
🔔 Follow agar nggak ketinggalan update berikutnya!
#SupportBlueLockFanfic #RyouAsahi