Tangan Daniel senantiasa bertengger di pinggang Nina saat memasuki rumah sang oma. Nina hanya dapat diam dan mengikuti kemana Daniel membawanya karena ini pertama kalinya dia kesana.
"Daniel!! Nina!! Ya ampun cucu-cucu Oma. Kalian apa kabar sayang?" Clarisa, sang oma menyambut dan memeluk Nina dan Daniel bergantian dengan hangat.
"Sehat Oma, Oma sendiri gimana? Daniel juga kangen banget sama Oma"
"Sehat dong, apalagi sekarang Oma punya cucu mantu secantik Nina. Awas ya kamu Daniel kalau sampai nyakitin cucu oma"
"Jadi sekarang Daniel bukan cucu Oma lagi? Udah gak sayang lagi?"
"Masih, tapi segini" Clarisa menciutkan jarinya sedikit membuat gelak tawa di ruangan itu pecah. Nina merasa memiliki keluarga yang hangat. Suaminya terlihat sangat hangat dan bahagia saat berbincang dengan Clarissa.
"Mari ikut oma ke ruang tengah, oma mau ngasih hadiah pernikahan sama kalian" Mereka menuju ruang tengah yang merupakan ruang keluarga di rumah besar itu. Clarisa terus menerus memuji kecantikan Nina, senyumnya tak pernah luntur sedikitpun saat berbicara pada gadis itu.
Disana sudah terdapat beberapa kotak di atas meja. Clarisa meminta para pelayan untuk membuka kotak-kotak itu dan menunjukkan pada Nina. Nina menatap kaget saat melihat isi dari kotak itu, berbagai set perhiasan terbuat dari berlian dan emas tertata disana.
"Nina sayang, ini hadiah pernikahan buat kalian"
"Hah ini semua oma?" ekspresi Clarissa seketika berubah.
"Kamu kurang suka? Kurang banyak? Ah mungkin kurang besar. Harusnya oma pilih yang besar aja kemaren. Oma telpon aja pemilik tokonya buat anter set yang baru sekarang ya" Clarisa hendak meraih ponselnya namun dihentikan oleh Nina.
"Oma.. oma.. bukannya Nina gak suka, tapi ini terlalu banyak dan maaf oma, Nina juga kurang suka pakai perhiasan" Ucap Nina malu-malu.
"Ya ampun, Saya emang gak salah milih istri buat Daniel. Jaman sekarang orang-orang pada heboh pakai perhiasan banyak-banyak tapi oma diberkahi lagi sama cucu menantu yang luar biasa kaya kamu" Senyum Clarisa kembali mengembang sementara Nina masih tertunduk malu-malu. Daniel yang melihat itu terkekeh lucu melihat istrinya itu kebingungan menghadapi tingkah omanya.
Clarisa memang wanita yang penuh kasih sayang.
"Daniel, boleh tolong oma sayang? Di kamar oma ada kotak kecil di atas meja rias. Tolong ambilkan ya" Daniel mengangguk dan pergi. Atensi Clarissa kembali ke Nina sepenuhnya sembari tersenyum.
"Nina, terima kasih ya kamu sudah mau terima perjodohan ini. Saya tau kamu dan Daniel pasti sulit buat jalani semua ini, tapi saya jamin kamu gak akan nyesel nikah sama Daniel. Dia orang yang penuh tanggung jawab, kalau dia nakal bilang aja ke Oma biar oma yang bereskan" Nina mendengar sang oma dengan serius dan sesekali tertawa dengan candaannya.
"Daniel tidak beruntung dalam hal keluarga, sama hal nya dengan kamu sayang. Tapi oma yakin kalian bisa bangun keluarga kalian sendiri yang bahagia. Oma cuman punya anak satu yaitu Papanya Daniel. Oma senang sekali saat Daniel lahir. Keluarga kecil kami memiliki kebahagian lengkap" Clarisa menarik napas sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya.
"Tapi sayangnya kebahagian itu harus direnggut saat orang tua Daniel meninggal kecelakaan di usianya yang baru sepuluh tahun. Oma yang terlalu sibuk buat uris perusahaan akhirnya menyewa jasa pwrawat untuk Daniel. Perawat yang mengurus daniel berlaku kasar dan coba menenggelamkannya. Makanya Daniel itu punya trauma sama air, tapi anak itu malah bikin kolam renang di rumahnya" Clarisa terkekeh sambil geleng kepala.
"Nina, tolong jaga Daniel untuk oma ya. Oma yakin kamu wanita yang paling tepat untuk Daniel. Oma yakin sekali sama kalian berdua. Kalian takdir satu sama lain"
"Oma.. Nina janji. Nina tau kalau Nina masih jauh dari kata sempurna. Tapi Nina akan usahakan buat jadi istri terbaik buat Daniel"
"Iya sayang, oma yakin. Oh iya jangan lupa kasih oma Cicit yang banyak. Liat deh rumah kita gede tapi yang tinggalin cuma dikit" Hal itu sukses membuat Nina terdiam dan tersenyum merona. Membayangkan dirinya menjadi seorang Ibu dari anak Daniel.
Daniel yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka muncul dan berdehem.
"Lagi ngomongin apa? Serius banget. Ini oma kotaknya" Clarisa meraih kotak kecil yang dibawa Daniel dan membukanya. Di dalam ada sebuah cincin dengan permata berwarna hijau yang sangat cantik. Clarisa mengambil benda bulat itu dan meraih tangan Nina.
"Nina ini adalah cincin turun temurun keluarga Arthaniest. Sudah lama tidak ada yang memakainya. Tapi sekarang dia punya pemilik baru, yaitu kamu. Nanti cincin ini bisa kamu kasih buat anak atau menantu kalian nanti" Cincin itu disematkan di jari tangan Nina.
"Cantik sekali, cocok buat kamu Nina" Puji sang oma.
"Oma, terima kasih udah percaya sama Nina buat jaga cincin ini. Ini sangat berharga buat Nina"
"Orang terakhir yang pakai cincin ini adalah mendiang Mama. Sekarang kamu" Daniel tersenyum manis pada Nina.
"Cincin ini adalah warisan yang paling berharga di keluarga ini. Suatu saat nanti kamu akan kasih cincinya untuk anak atau menantu kalian. Oh ya satu lagi, setelah Daniel menikah semua aset keluarga Arthaniest sudah sah menjadi milik kalian"
Nina terlihat bingung, melihat kebingungan yang ada pada Nina Clarissa coba jelaskan kembali.
"Iya sayang, kamu gak salah denger. Semua aset jadi milik kalian berdua bukan milik Daniel saja"
"Tapi oma, kenap Nina ikut? Kan Nina cuman orang asing"
"Eh siapa bilang orang asing, kamu itu menantu satu-satunya keluarga Arthaniest"
"Trus sepupu-sepupu Daniel atau keluarga yang lain gimana oma? Gak mungkin kan Daniel gak punya sepupu"
"Mereka ada bagiannya masing-masing. Tapi yang pasti semua udah jadi milik kalian"
Daniel tersenyum dan membisikkan sesuatu pada Nina.
"Manfaatin privilege jadi istri orang kaya" Nina menatap tajam pada Daniel dan menyikut pinggangnya pelan. Hal itu membuat Clarissa tertawa melihat tingkah Nina dan Daniel.
Lo mau liatin cincinnya sampai kapan Nina?" Sepanjang perjalanan pulang, Nina tidak henti-hentinya menatap jarinya yang terdapat cincin hijau itu sambil tersenyum.
"Senang?" Nina mengangguk menjawab Daniel.
"Nikah sama gua udah senang?" Senyuman Nina seketika pudar.
"Ih apaan sih, ngerusak moment aja dan gua marah ya sama lo"
"Marah? Kenapa? Gua ada salah?"
"Kenapa tadi cium-cium?" Daniel terkekeh menanggapinya.
"Dih malah ketawa, lo ga boleh ya cium-cium gua tanpa ijin"
"Kalau sudah ijin boleh?"
"Y-ya gak gitu juga. bodoh, Nina bodoh. Kejebak kan lo sama ucapan sendiri" Daniel kembali terkekeh melihat Nina yang kebingungan dengan perkataannya sendiri.
"Lagian ya gua cuma cium bukan cium-cium. Atau lo ngode gua biar gua cium-cium? Gua sih gak keberatan"
"Ih Daniel, jangan rese deh ah. Pokoknya ga boleh, titik!"
Sesampainya di rumah, Nina bergegas masuk ke kamarnya menghiraukan Daniel yang sedang memanggilnya. Pria itu hanya bisa tersenyum puas ketika sukses menggoda istrinya habis-habisan.
Daniel tidak pernah merasa sebahagia ini ketika menjalin hubungan. Nina yang apa adanya sukses membuka kembali hatinya yang pernah tertutup dan perlahan menyembuhkan luka disana.